3

Cathrine berbaring di atas kasur nya. Ia membuka situs jejaring sosial di ponselnya. Lalu ia mengingat seorang temannya Gerry.

Ia menekan pilihan tinggal kan pesan.

'Gerry, lo masih di jakarta? Gw bisa minta tolong?'

Kirim..

Tak berapa lama Gerry membalas pesan.

'Hai. Masih. Gimana?'

'Ni gw mau minta tolong. Lo kenap sama Production house ngga? Gw mau casting.'

'Tunggu. Lo mau casting??'

Cathrine mengernyitkan dahi, lalu ia memengang kedua pipi nya.

'Ada yang salah?'

'Engga cuman lo itu gimana ya, kalo di kamera tu kurang menjual.. '

'Terus biar menjual gw kudu gimana? Jual d**i? Ogah gw.'

'Gw engga ngomong begitu. Gini deh gw kasih alamat PH om gw. Nanti lo kesana bilang temen Gerry.'

Cathrine memperhatikan alamat tersebut. Namun sama dengan yang diberi oleh Jessy.

Tekat nya makin bulat untuk casting kesana. Ia bangun dan mencari baju terbagusnya.

Cathrine memilih dress simple dengan warna biru transparan. Cocok dengan kulit Cathrine yang putih tersebut.

Kring.... Kring...

"Hallo... Adek gimana?" Panggilan dari adek Cathrine.

"Kak... Kakak kapan pulang? Adek sendiri disini, kemana aja sendiri. Adek bosen denger mama - papa berantem kak."

"Dek... Sabar ya... Kakak disini belum enak hidup nya.. Kakak makan juga belum teratur sehari 3* dek. Oh iya, kamu engga sekolah dek?"

"........ Engga kak, adek malu belom bayar uang sekolah. Apalagi ini kan mau ujian naik kelas kak... "

Cathrine diam dan menahan air mata nya. "Adek sabar ya, kakak akan cari uang yang banyak buat adek sekolah. Adek harus sehat ya, nanti sekolah yang pinter biar engga kaya kakak.... "

"Kakak nangis?"

Ya air mata Cathrine menetes.

"Engga dek, dedek udah dulu ya. Kakak ada panggilan kerjaan. Besok sambung lagi ya dek.. Nitip mama papa ya dek, jagain mereka buat kakak... "

"Kakak ati - ati ya. Dedek sayang kakak... "

"Iya dek.. Bye... " Cathrine mematikan panggilan adiknya.

Ia menghela nafas dengan berat. Tapi hati nya lebih berat lagi menerima kenyataan.

******

Aku berjalan ke keluar area perumahan kost ku. Menuju keramaian orang di sana. Banyak kendaraan umum yang lalu lalang.

Sebuah mobil angkutan umum berhenti di hadapanku.

"Terminal! Terminan neng.. " Ucap kernet dengan badan kurus kering itu.

Cathrine naik dan duduk di antara penumpang lain. Pakaiannya cukup bagus untuk ukuran penumpang angkutan umum.

"Cakep amat mau kemana neng?" Ucap kondektur tersebut.

"Ke rumah temen bang. Diterminal ada bis yang khusus kan sama jalur nya sendiri?" Ucapku sambil memberi uang 2ribu rupiah.

"Ada neng, ati - ati disana. Banyak copet neng. Jangan bawa duit di dompet.. "

"Iya bang... " Jawabku pelan dan menundukkan kepala.

******

"Bagaima bisa Mas! Aku tidak mencintai kamu!!" Kedua Jessy berkaca - kaca memandang seorang pria di hadapannya.

"Cut!!" Sutradara menghentikan syuting mereka.

Lelaki gempal itu kemudian menghampiri Jessy. Ia merangkul pundak Jessy dan mendekati pipi nya.

"Mas apa sih!? " Jessy menepis tangan sutradara.

"Iya maaf kan aku.. Nanti kita makan malem bareng ya. Berdua aja kaya kemarin." Sutradara menelan ludah memandang kulit mulus Jessy.

"Ah aku mau makan sama Cathrine juga. Mas kalo mau ya ajak dia juga. Kasian mas temanku itu. Mas juga janji lhoo mau bantu dia jadi artis sama dapet peran kaya aku... " Jessy memonyongkan bibirnya.

Hal tersebut makin membuat sutradara gemas melihat Jessy. Nampak nya otak kotor nya sudah kecanduan dengan pesona Jessy.

"Gampang Cantik ku. Tapi kamu katanya mau have fun dulu sama mas... Soal temen kamu gampang lah, dia lebih pantas jadi assisten kamu aja. "

"Mas!! Kok ngomong gitu. Dia tu temen berbagiku mas!!" Jessy marah kepadanya.

"coba deh kalian ngaca, kamu tinggi dan memiliki aura bintang. Coba dia? Apa ada pria yang meliriknya? Jadi pemeran pembantu aja gara - gara engga ada orang. Wajahnya tu engga menjual sayang..."

Jessy diam, namun dalam hatinya ia berkata. 'Memang, hanya aku yang selama ini mudah mendapat segalanya. Apalagi semua pria suka sama aku. Cathrine bukan tandinganku. Aku yang tercantik!"

Tak sengaja lelaki yang menolong Cathrine lewat di hadapan Jessy. Pria tinggi dengan badan yang tidak terlalu atletis namun pas dengan tingginya.

Tatapan yang tajam, rahang yang kokoh.

Begitu mempesona buat Jessy. Tak pernah ada pria se'kharismatik itu yang Jessy pernah temui.

Jessy sampai melongo melihatnya.

"Cantik... Cantik??" Sutradara membuyarkan lamunan Jessy.

"Mas...mas... Dia ... Dia siapa??" Jessy menjadi gugup melihat lelaki mempesonanya.

"Oh dia Jimmy. Dia itu yang punya property buat kita syuting. Sama yang punya duit buat kita bikin film.. "

"Buset! Mesti tajir sama masih muda.. " Jessy keceplosan di hadapan sutradara.

"Memang kenapa Cantik? Dia masih muda, tapi kami juluki gunung es. Dia tidak minat dengan wanita ato pria. Tak pernah terlihat menggandeng perempuan. Tapi juga tak terlihat dengan pria."

"Brati dia masih single mas??" Jessy merasa kesempatan buat nya mendekati Jimmy.

"Iya, tapi jangan Jess.. Kamu sama aku aja.. Dia itu punya PH juga yang bikin film semi Dewasa. Tapi dia itu agak aneh, dia dari negara yang itu lho.. Yang tertutup sama teknologi dan punya ideologi sendiri... " Jawab sutradara sambil berbisik.

"Hush!! Jangan ngarang cerita mas kalo engga tau! " Jessy kesal dan meninggalkan sutradara pergi.

Adam memperhatikan mereka dari jauh. ia sulit mempercayai Jessy begitu mudahnya dekat dengan lelaki tua itu.

Adam masih ingat jelas bagaimana ia membawa jessy. mengajari bagaimana berakting dengan baik di kamera. tapi musnah semua sejak sutradara pertama kali melihat Jessy.

gosip pun berhembus Jessy mendapat jalur cepat karena dekat dengan sutradara. bahkan akan ada film dimana jessy jadi pemeran utama wanita.

Jessy melihat adam yang sedang merokok di salah satu sudut lokasi.

"hallo Adam, lama kita engga ngobrol. gimana kabarmu?" tanya Jessy dengan ramah.

"baik gw, lo gimana? gw denger udah mau main film lo. keren."

"ha ha ha... semua berkat bantuan kamu dong Mas.. kalo bukan karena kamu, mungkin nasibku masih kaya Cathrine. bagus namanya tapi sial nasib nya."

Adam tak peduli, ia tetap sibuk dengan benda yang di tangannya. ia mendengar bagaimana Jessy sebenarnya menganggap apa ke Cathrine.

"bayangin deh, orang tua nya udah menuju bangkrut. penyakitan lagi, dia harus kerja keras buat bayar utang sama nyekolahin adeknya. mana disini ga dapet callingan syuting lagi. sekali dapet cuman lewat doang. ya dikit dong dapet duitnya.. " Jessy menghina Cathrine di hadapan Adam.

"lo sombong ya ternyata." kalimat Adam simple tapi menusuk Jessy.

"eh maksud lo apa?!" Jessy naik pitam.

"iya lo sombong! emang lo pikir gimana lo bisa sampe disini?"

"ya bantuan kamu mas. tapi aku kan cantik, dia malah kaya pembantu. kaya asisten sama artis kalo jalan sama aku. wajahnya aja boros, kliatan tua. perawatan aja ga mampu... " Jessy dengan angkuh nya menghina Cathrine.

"tapi hati dia ga busuk kaya lo! sekarang gw ngerti kenapa Pak Jimmy nolong temen lo pas jatoh. sampe ngasih dia makan segala. emang pilihan Pak Jimmy ga salah." Adam membuang rokok ke tanah dan menginjaknya.

"bentar dulu.. tunggu... gw ga salah denger? Pak Jimmy apa tadi? ga salah nih gw? kayanya bakalan badai besar deh... " ucap Jessy dengan angkuh.

"pertama gw ga percaya. sekarang gw percaya, karena gw liat sendiri. waktu Cathrine syuting pas banget, Pak Jimmy juga datang kesini buat ngecek semuanya. dia bahkan berhenti saat adegan temen lo di tabrak secara beneran. wajahnya langsung engga enak, dan gw denger pas dia mau pulang bilang sama pesuruhnya. buat jangan sampe temen lo dapet scene begitu."

"yaelah... begitu doang mas. wajarlah, kalo temenku kenapa - napa kan yang repot Pak Jimmy. mesti engga mau lah, kamu tu kebawa perasaan yang berlebihan!" Jessy tetap tak percaya bahwa Jimmy lebih melihat Cathrine daripada dirinya.

"serah lo percaya apa engga. tapi dari pertama temen lo dateng, dia udah merhatiin terus. lo yang udah lama malah engga di lirik sama dia. gw cowo, jadi gw paham jes.. capek gw, gw balik ya.. bye.. " Adam meninggalkan Jessy yang masih panas mendengar cerita nya.

*********

Cathrine naik dari satu bis ke bis lain. ia terus bertanya arah kepada petugas yang ada. ini kali pertamanya pergi sendiri.

sempat terbesit, 'andai aku sabar dan menunggu Jessy. mungkin aku tidak akan tersesat seperti ini. apa jaraknya masih jauh.'

Cathrine jalan menyusuri perumahan mewah disalah satu daerah. ia melihat tanda papan nama Permata Residence.

'ah .. sudah sampai!! '

secercah harapan tampak dari wajah Cathrine. ia berjalan menuju pos keaman yang ada.

"permisi Pak, PH Biru Putih dimana ya?"

seorang laki - laki berbadan tegap dan berseragam warna biru dongker, berhenti di hadapannya.

"selamat Pagi mbak! ada keperluan apa kesana? apa sudah janjian? "

wajah Cathrine nampak binggung menjawab pertanyaan. "bel... belum Pak. tapi saya di informasi suru datang aja, nanti bertemu dengan orang PH nya. bapak Lutfi apa pernah dengar."

Security kaget mendengar nama Lutfi. ia pun masuk ke dalam pos dan tak berapa lama keluar.

"saya sudah telpon mbak. katanya tidak ada janjian. tapi karena mbak udah datang, langsung saja kesana."

"oh baik pak.. " Cathrine sumringah dan menggenggam tali tas tangannya.

"mbak.. tapi saran saya, kalo engga usah lanjut deh mbak. disana itu... . ehm.. bukan tempat buat orang kaya mbak juga.. . "

"maksud bapak?" Cathrine jadi ragu dengan perkataan bapak tersebut. apa karena ia tidak cantik.

"bukan kenapa - napa mbak.. tapi disana itu biasanya buat film yang kurang bagus mba. saya lihat mbak bukan tipe yang biasa buat film begitu."

Cathrine kaget, "maksud bapak? saya harusnya engga gimana?"

"sudahlah mbak, bukan hak saya lebih baik mbak masuk dan lihat sendiri saja. rumah nya disana yang pagar hijau tua... " security menunjukan rumah dengan cat kelam.

Chatrine berjalan perlahan di tengah panas nya hari. ia berjalan dengan lemas, pantas saja dari pagi ia belum mengisi perutnya.

Cathrine berdiri di depan rumah. lalu ia menekan bel, tak ada tanda jawaban atau orang yang menghampiri keluar.

tak berapa lama pintu terbuka sendiri. Cathrine dengan langkah ragu masuk ke dalam. ia melihat ada satu pintu di garasi yang terbuka.

Cathrine memberanikan diri masuk ke dalam. ia melewati garasi yang amat besar. hanya ada mobil sedan toyota crown terparkir disana.

Cathrine mengikuti hatinya masuk ke dalam. ia bertemu sepasang manusia dengan pakaian seadanya. seperti sepasang kekasih yang telah melakukan hal yang tidak sepantas nya.

"maaf Mbak.. saya mau casting, dimana ya?" tanya Cathrine kepada si perempuan.

lirikan sinis yang di dapat dari perempuan tersebut. tapi si pria justru dengan hangat menjawab.

"owh, mbak masuk aja tu ke ruangan yang ada di lantai 2. yang tulisannya Direktor. didalem yang bakalan Casting mbak. saya pergi dulu ya mba.. ayo sayang ... " mereka pun berlari meninggalkan Cathrine.

Cathrine makin binggung sebenarnya kantor apa ini ? mengapa mereka seperti melihat hantu di siang bolong?

"Cathrine?" seseorang memanggil Namanya.

"iyah.... " Cathrine menoleh dan menjawab.

seorang pria tua kira - kira berumur 47 tahun. wajahnya sangat ramah dan hangat. seperti aura bapak yang sayang anak nya.

"saya Lutfi... kamu teman Garry ya?"

"iya om..Eh Pak Lutfi, salam kenal.. ." Cathrine memberi tangan nya. mereka pun bersalaman.

"mari masuk dan duduk dulu, ada beberapa berkas yang harus kamu isi dulu. sudah bawa foto?"

mereka berbicara sambil berjalan masuk ke rumah.

"sudah Pak.. sudah semua... semoga bisa jadin rejeki saya ya Pak... " senyum Cathrine sumringah.

terlihat lesung pipi dan gigi gingsulnya. sungguh wanita yang manis.

dari atas ada yang sedang mengawasi mereka. sesosok pria yang Cathrine tak menyangka akan dia temui disini. pria tersebut mengepalkan tangan nya. ia nampak tak suka dengan kedatangan Cathrine.

Cathrine di bawa ke suatu ruangan. disana ada sofa, meja dan tempat tidur kecil serta beberapa properti. Cathrine menduga ini salah satu ruangan untuk syuting mereka.

Pak Lutfi meninggalkan Cathrine sendiri. lalu tak berapa lama ia membawa beberapa kertas.

kemudian duduk di samping Cathrine.

ia memberikan kertas tersebut kepasa Cathrine. lalu mengepalkan kedua tangannya.

"kamu isi dulu, nanti saya kembali lagi. ada yang harus saya siapkan dulu ya. nanti saya kembali lagi semoga sudah terisi."

lalu Pak Lutfi pergi meninggalkan Cathrine sendiri.

"untung aku bawa pulpen... " Cathrine mengeluarkan pulpen dari tas nya. ia mulai mengisi tiap lembar pertanyaan dan biodata pribadi.

namun ada pertanyaan yang membuatnya binggung. mengenai ukuran badan nya dan pakaian yang intim dalam dirinya.

"kok seperti ini pertanyaannya.? casting apaan sih benernya.. "

tak berapa lama Pak Lutfi datang. ia duduk di samping Cathrine.

"bagaimana sudah di isi?"

"pak maaf ini kenapa pertanyaan pribadi saya di tuliskan? bukannya ini bukan konsumsi publik dan ini akan jadi berkas anda?"

wajah Pak Lutfi menjadi tak suka. "sudahlah, kamu itu mau Casting aja milih terus! memang kamu tu siapa. sudah cepat kalo mau dapet callingan nurut aja. temen kamu tu pinter narik hati kami! "

Cathrine kaget, ia diam dan merasa hatinya jadi gusar.

Terpopuler

Comments

Eza Prasetya

Eza Prasetya

lanjut kak lie..

2020-07-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!