Bab 2

Zira mengembangkan senyumnya ketika melihat pria yang berada di dalam mobil yang parkir tepat di sebelah mobilnya. Tadi sepulang dari apartemen Rio awalnya Zira ingin pergi ke club, namun di pertengahan jalan Zira merasakan haus, lalu dia membelokkan mobilnya ke minimarket, namun siapa yang mengira kalu dirinya memarkirkan mobilnya di samping mobil milik pria cinta pertamanya, dan kebetulan pria itu ada di dalam mobilnya.

''Kak Zico nunggu siapa?'' gumamnya terus menatap ke arah mobil Zico,karna kebetulan Zico membuka jendela kaca mobilnya, membuat Zira sangat mudah untuk menatap wajah tampan Zico tanpa di sadari oleh si empunya.

Zira meremas kuat setir kemudinya, ketika melihat wanita yang berusia dua tahun lebih tua darinya, keluar dari dalam minimarket dengan tangannya menenteng kresek putih berlogo minimarket. Zira terus menatap wajah ceria wanita itu yang tak lain adalah kakanya Zahra, yang masuk ke dalam mobil milik Zico.

Merasakan emosinya yang memuncak, Zira segera menghidupkan kembali mesin mobilnya, lalu memundurkan mobilnya ke bahu jalan, dan segera meninggalkan lokasi minimarket, bahkan Zira melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, karna terlalu emosi Zira sampai melupakan rasa haus yang menderanya.

Sedangkan Zico merasa aneh dengan mobil yang tadi sempat parkir di samping mobilnya, karna dia sama sekali tidak melihat seseorang keluar dari dalam mobil itu sejak pertama datang, dan sampai mobil itu kembali meninggalkan mini market, aneh itu lah yang ada di pikiran Zico.

''Kak Zico, ada apa?'' Zahra merasa aneh melihat Zico yang memperhatikan mobil yang baru saja pergi dari minimarket.

''Tidak ada'' sahut Zico lalu menghidupkan mesin mobilnya, dan meninggalkan area minimarket.

''Kau ada masalah apa lagi'' ujar pria yang bekerja sebagai bartender di club ternama di pusat kota, dia seakan akan hafal pada wanita di depannya, ketika sedang emosi dia akan mendatangi bar tempatnya bekerja untuk melampiaskan emosinya dengan meneguk bir sampai mabuk.

''Kau tahu Brayen, dulu hanya aku yang mau berteman dengannya, tapi kenapa sekarang dia tidak mau melihat keberadaanku'' gumam Zira yang sudah mulai mabuk.

Pria yang di panggil Brayen hanya diam menatap Zira yang terus meneguk bir, tanpa ada niatan untuk menghentikannya, Brayen sendiri sampai saat ini tidak tahu siapa yang selalu di bicarakan oleh Zira, karna Zira juga tidak pernah mau memberi tahunya.

''Ma, apa Mama sudah menghubungi Zira?, kalau lima hari lagi aku dan Kak Zico akan bertunangan'' Tanya Zahra sambil melahap sarapan pagi dengan menu kesukaannya.

''Sudah sayang, tapi kamu tahu sendirikan dengan adikmu itu, sejak tinggal di apartemen dia sulit sekali untuk di hubungi'' timpal Mama Nita, Ibu Zahra dan Zira.

Zahra terdiam yang di katakan oleh mamanya benar, adiknya itu memang sulit sekali di hubungi sejak tinggal di apartemen, bahkan Zira juga hampir tidak pernah menginjakkan kakinya ke rumah ini lagi, terkadang Zahra merasa iri dengan adiknya yang menurutnya bisa hidup bebas tanpa harus mendapat penjagaan ketat seperti dirinya, karna saat Zahra baru keluar dari rumah sebentar saja, orang tuanya pasti akan menyuruhnya segera pulang, dengan alasan takut jika dirinya kelelahan atau takut kalau penyakit bawaannya tiba tiba kambuh.

Zira melempar ponselnya ke atas ranjang dengan wajah muram, mamanya memintanya agar pulang saat kakanya melangsungkan pertunangan dengan Zico. Jemari lentik Zira meraih rokok yang berada di atas nakas, lalu mengambil satu putung rokok dan menyulutnya, perlahan mulut Zira menyemburkan asap putih dari rokok yang ia hisap dengan begitu santainya, dia tidak perduli jika kini kamar apartemennya penuh penuh dengan kepulan asap rokok yang keluar dari mulut mungilnya.

Merasa sudah puas dengan barang bernikotin yang ada di sela sela jarinya, Zira menekannya ke dalam asbak, lalu dia berdiri dari duduknya meraih tas selempang juga ponsel yang ia lempar ke atas ranjang tadi, dan melangkah keluar meninggalkan apartemennya.

''Selamat datang Kak Zira'' ucap salah satu pelayan wanita, saat melihat bos tempatnya bekerja datang.

Zira menghentikan langkahnya sejenak untuk sekedar membalas sapaan pegawainya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ke ruang kerjanya yang berada di lantai tiga, karna kebetulan Zira membangun restorannya menjadi tiga lantai.

Di sebuah perusahaan seorang pria sedang serius membaca beberapa berkas yang di berikan oleh sekertarisnya, sampai membuat pria itu tidak menyadari kedatangan wanita yang sebentar lagi akan menyandang status sebagai tunangannya.

''Kak Zico.''

Zico mendongakkan kepalanya dan terkejut melihat keberadaan Zahra yang berdiri di sebrang mejanya, lalu Zico berdiri dari duduknya dan menghampiri Zahra.

'' Ke sini sama siapa?'' Zico bertanya sambil menggandeng tangan Zahra, dan membawanya ke sofa yang berada di ruang kerjanya.

''Di antar sama Mama, kebetulan mama mau ke apartemen Zira'' Zico menganggukkan kepalanya, dia tahu jika Zira adik dari kekasihnya tinggal di apartemen, namun sayangnya Zico tidak kenal dengan Zira, bahkan kalau misalnya dirinya berpapasan dengan Zira di jalan, sudah pasti Zico tidak akan mengenalnya, karna semenjak dirinya menjalin hubungan dengan Zahra dia hanya beberapa kali bertemu dengan Zira itupun hanya sekilas, membuatnya kesulitan untuk mengingat wajah Zira.

''Kak Zico sibuk?'' Zahra bertanya sambil menatap wajah Zico yang semakin hari terlihat semakin tampan, membuat Zahra merasa beruntung karna di cintai oleh pria setampan dan sekaya Zico.

''Lumayan, ada apa?'' Zico balik bertanya.

''Aku ingin ke restoran pusat kota, aku dengar makanannya di sana enak enak'' jawab Zahra membuat Zico terdiam sebentar, dia mau menolak permintaan Zahra tapi tidak tega, mau mengiyakan tapi pekerjaannya menumpuk.

''Kalau nanti malam saja bagaimana?'' Zico memberi usulan dan berharap Zahra tidak keberatan, namun dirinya langsung melihat wajah sedih Zahra, yang mana membuatnya terpaksa memberikan pekerjaannya pada asistennya Tomas.

Zahra menarik pergelangan tangan Zico dengan semangat, dan membawanya masuk ke dalam restoran yang ia katakan tadi, sedangkan Zico mengikutinya dengan sedikit terpaksa.

''Pelayan'' seru Zahra dengan semangat, dan si pelayan segera menghampiri meja Zahra, dengan memberikan dua buku menu untuk Zahra dan Zico. Dan lagi lagi Zahara memilih menu makanan dan minuman dengan semangat, berbeda dengan Zico yang yang hanya memilih minuman saja, yang mana membuat Zahra mengerutkan dahinya.

''Kak Zico tidak makan?'' tanya Zahra sambil mengembalikan buku menu pada si pelayan.

''Aku tadi sudah makan siang, jadi kenyang'' sahut Zico beralasan, meskipun tidak kenyang tapi Zico memang tidak lapar, dan entah tiba tiba dia merasa tidak mood untuk makan.

Zahra mengaggukkan kepalanya mengerti, karna yang terpenting Zico sudah mau menemaninya ke sini sudah lebih dari cukup.

''Kak Zico mau kemana?'' Zahra bertanya saat melihat Zico tiba tiba berdiri dari duduknya.

''Aku mau ke toilet sebentar'' sahut Zico lalu segera melangkah meninggalkan Zahra sendiri di meja, dan pergi menuju ke toilet yang berada di dalam restoran, namun saat di tikungan toilet Zico tidak sengaja menabrak seseorang, membuat orang itu sampai menabrak vas bunga yang lumayan besar.

Brukk

''Aduhhh,,,!!''.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!