Duduk di tepi ranjang sudah Sienna lakukan dari satu jam yang lalu. Anak manis itu terus saja mengajukan pertanyaan sama yang membuat ayahnya geram sendiri.
"Kenapa kita harus pindah, Ayah?" tanyanya kembali sambil mengangkat kedua lengannya ke atas—memakai baju hangatnya dengan bantuan sang pengasuh.
Saat Sienna bangun dari tidurnya, dia dikejutkan dengan pemandangan yang membingungkan. Seluruh pakaian miliknya di lemari sudah dimasukkan ke dalam koper. Dua koper besar sudah berdiri di dekat pintu kamarnya. Bahkan kamar yang biasanya ramai dipenuhi barang-barang miliknya sudah terlihat kosong.
"Ayah, jawab Sienna Yah. Kenapa kita harus pindah?" tanyanya kesekian kalinya pada Ryan yang sibuk memasukkan barang-barang penting ke dalam koper.
Ryan yang merasa terganggu lantas menoleh tajam pada Sienna, hanya sebentar mereka saling tatap. Sienna pun terkejut menatap tatapan ayahnya yang berubah padanya.
"Tidak ada yang bisa ayah katakan padamu. Kita memang harus pindah dan kamu akan ikut dengan ayah. Rumah ini akan ayah jual dan kita pindah ke Bandung hari ini juga."
Sienna yang tidak paham betul situasi yang terjadi menghela nafas kasar. Tangan kirinya masih menggenggam erat foto Bundanya.
"Apa Bunda sudah ditemukan?" tanyanya dengan pertanyaan berbeda membuat Ryan menghentikan kegiatannya. Ia mengembuskan napas berat.
"Apa kau tidak dengar apa yang ayah ucapkan beberapa hari lalu. Polisi masih mencari Bunda, Sienna."
"Apa selama itu?"
"Bertanya sekali lagi, ayah akan tinggalkan kamu dirumah ini. Sendirian." Sienna diam sesaat. Lalu matanya bergerak pada sosok pengasuh yamg berdiri dekat jendela.
"Bibi, apa yang ayah bilang barusan itu benar? Kenapa harus pindah? Kalau kita pergi dari rumah, Bunda pasti mencari Sienna nanti."
Satu tahun sudah berlalu dan apa yang tengah terjadi di malam mereka pergi ke pasar malam sungguh Sienna tidak ingat. Bahkan sejak ia dirawat di rumah sakit selama beberapa bulan, Sienna justru divonis mengalami lupa ingatan jangka pendek. Gadis itu terus saja mengajukan pertanyaan yang sama setiap hari. Sienna juga sering keluar masuk rumah sakit karena sesuatu terjadi dalam kepalanya.
Entah apa yang terjadi, yang jelas keluar dari rumah sakit, Sienna kehilangan sebagian memorinya. Bahkan Ryan yang tidak menyangka anaknya itu akan mengalami hal seperti itu justru mengarang cerita bahwa Laura sedang ada di luar negeri untuk urusan kerja. Ryan tidak mengatakan apapun, bahkan kejadian sebenarnya. Sedangkan Bibi Grace yang mendengar ucapan Sienna barusan lantas berjongkok, mensejajarkan tingginya di hadapan anak itu.
"Tidak, Non. Bunda tidak akan khawatir selama non ikut dengan ayah. Bunda non baik-baik saja. Seperti ayah bilang tadi Bunda lagi ada kerjaan di luar negeri."
"Benarkah?"
Bibi Grace mengangguk ringan dengan raut wajah tidak bisa terbaca hanya menghela napas gusar. Mau bagaimana lagi, jika jujur ia bisa dipecat dari pekerjaannya.
Sekarang Sienna dan Bibi Grace keluar dari kamar menuju ruang tamu. Disana, ayahnya masih sibuk dengan pakaian milik Sienna yang masih tertinggal. Lima koper besar sudah berjejer rapi di teras rumah.
"Sienna?"
Suara dari ambang pintu rumah yang terbuka lebar membuat Sienna menoleh. Ryan yang kebetulan selesai dengan aktivitasnya juga ikut melihat ke arah pintu. Disana, seorang anak laki-laki berjalan pelan-pelan mendekati Sienna.
"Sienna..." ucap anak laki-laki sedikit lebih tinggi dari Sienna. Berkulit putih dan berlesung pipi. Ia berhenti tepat di hadapan Sienna.
"Kamu akan pindah? Kemana kamu akan pergi?"
Anak laki-laki seumuran dengannya berjalan pelan-pelan kearah dimana Sienna berada. Sienna yang terkejut dengan keberadaan anak laki-laki itu spontan melangkah dan memeluknya erat. Keduanya saling berpelukan.
"Katamu kau tidak akan pergi kemanapun. Kau sudah berjanji. Kau ingat janji kita 'kan?"
Sienna melepas pelukannya, meraih tangan anak itu dan mulai berbicara.
"Aku tidak akan pergi jauh, Kak. Aku akan ikut dengan ayah. Nanti aku akan kembali lagi kemari. Kita bisa bermain seperti biasanya," kata Sienna dengan nada lembut. Anak laki-laki itu pun tiba-tiba menangis dan memeluk Sienna dengan erat.
"Kau harus berjanji untuk datang kembali. Aku akan menunggumu, tapi jika tidak, aku akan kesana menemui mu bersama ayah dan Bunda. Kita sudah berjanji tidak akan saling meninggalkan."
"Aku janji, jadi jangan menangis lagi. Kita pasti bertemu lagi."
Sienna mengusap air mata yang jatuh di pipi anak laki-laki itu kemudian tersenyum dengan lembut.
"Titip barang-barang milik Sienna ya. Nanti kalau aku kembali, aku akan ambil semuanya. Jangan sampai hilang loh. Kalau hilang kamu harus ganti." Anak laki-laki itu tersenyum dan kembali memeluk Sienna dengan erat tuk terakhir kalinya.
"Sienna. Ayo cepat kita harus pergi sekarang," seru Ayahnya menggeret dua koper besar ke luar dari rumah.
Tiga van hitam sudah menunggu di luar. Bibi Grace berdiri di dekat Sienna dan meraih tangan anak itu, menuntunnya keluar dan berlalu dari hadapan anak laki-laki disana. Pandangan mata anak itu tidak lepas menatap punggung Sienna yang keluar dari rumah.
"Sienna..."
Panggilan terakhir dari anak kecil dibelakang begitu jelas terdengar tapi Sienna menghiraukan suara itu dan terus keluar dari rumah. Belum sempat Sienna masuk dalam mobil, kedatangan Helena membuat genggaman tangan Sienna terlepas dari tangan Bibi Grace. Ia terkejut begitu juga dengan Ryan.
"Tante..." ujar Sienna begitu ia melihat Tante nya berdiri di sampingnya sambil menggenggam tangannya.
"Kau tidak bisa membawa Sienna pergi, Ryan! Dia akan ikut bersamaku!" ucap Helena dengan lantang. Bibi Grace bahkan anak laki-laki yang masih berada disana menatap dengan dahi berkerut.
Helena menarik Sienna untuk berada di belakangnya. Ia semakin menguatkan genggamannya. Sienna mendongak menatap wajah Helena, saudara Bundanya.
"Tante? Tante mau ikut juga dengan Sienna, ya? Kata Ayah tadi kita akan pindah ke Bandung. Disana—"
"Sienna!" Ryan berseru keras ketika Sienna mengatakan yang tidak seharusnya pada wanita itu.
Sementara Helena justru menatap keponakannya itu dengan mata berair. Ia menunduk sedikit mendekatkan dirinya lalu menangkup kedua pipi Sienna lembut.
"Kamu tinggal sama Tante saja ya. Jangan ikut dengan ayahmu. Sienna mau kan tinggal sama Tante?"
"Sienna mau, Tan, tapi ayah..."
"Helena, hentikan!" ucap Ryan lantang.
"Jangan ikut campur!" balas Helena cepat membuat Sienna mengerutkan dahi sambil menatap ayah dan Tantenya bergantian.
"Ikut dengan Tante saja ya sayang..."
Helena mengusap lembut pipi Sienna berharap anak malang itu mau mengiyakan permintaannya.
"Sienna mau ke Bandung Tante. Sienna mau ketemu Bunda disana. Ayah bilang bulan depan Bunda akan kembali. Bunda sudah lama pergi dan Sienna rindu sama Bunda. Kalau Sienna terus disini, Sienna gak akan bisa ketemu Bunda."
Bunda kamu sudah tiada, lanjut Helena dalam hati.
"Lepaskan tanganmu!"
Ryan datang dan tampak tidak senang melihat kehadiran Helena yang mencoba mendekati Sienna. Ryan dengan cepat menarik Sienna ke belakang tubuhnya dan memberi kode pada Bibi Grace untuk membawa Sienna masuk dalam mobil. Melihat sikap Ryan yang arogan-- tidak senang melihat kedatangannya, segera Helena berdiri tegak dan menatap tajam manik mata pria tersebut.
"Kali ini apa lagi yang akan kau rencanakan? Kau membawa Sienna tanpa sepengetahuan kami semua?" kelakar Helena.
Sienna masuk dan mobil langsung di kunci dari dalam. Wanita itu langsung menggeram kesal dengan apa yang terjadi. Kembali tatapan mereka bertemu.
"Demi kebahagiaanmu sendiri kau rela melakukan itu pada keluargaku? Saya Tante nya punya hak atas Sienna. Jadi tinggalkan Sienna dan kau—terserah apapun yang akan kau lakukan disana."
Ryan berdecak pelan. "Kalau kau bisa meyakinkan Sienna untuk tetap tinggal disini, lakukan saja. Kau hanya perlu tahu, Sienna akan tetap pergi seperti yang sudah kau dengar baru saja."
"Kau—sungguh, kau benar-benar merencanakan semua ini. Saya tidak habis pikir padamu."
"Kau bersekongkol dengan preman-preman itu untuk membuat Laura meninggal. Aku tau kau sudah mengatur semua ini hanya untuk merebut perusahaan milik Laura agar semuanya bisa menjadi atas namamu dan kau bisa menikah dengan wanita simpananmu itu. Aku benar, kan?"
"Apa yang kau katakan? Kau berpikir aku menikah dengan Laura karena apa yang adikmu itu miliki? Aku mencint—"
"Omong kosong semua itu, Ryan! Kau tidak pernah mencintai Laura! Sedikitpun kau tidak pernah mencintai adik ku itu!" pekik Helena memotong ucapan Ryan.
"Laura melihat semua yang kau perbuat selama lima tahun belakangan ini. Adikku bukan wanita bodoh seperti kau ini! Pria yang cuman modal batang saja untuk mempermainkan rumah tangganya."
Ryan menegang. Ia tidak menyangka kalau kakak iparnya itu akan berkata sarkas kepadanya.
"Laura wanita berpendidikan dan kau berhasil merencanakan semua ini demi bisa bersama wanita yang jadi selingkuhanmu. Apa kau tidak takut dengan karma mu? Bertahun-tahun kau melakukan ini semua di belakang Laura dan berani mengotori rumah tanggamu sendiri demi perempuan jalang seperti itu?! Apa kau tidak memikirkan bagaimana suatu saat Sienna beranjak dewasa? Kau tidak berpikiran demikian?"
"Apa yang akan terjadi jika aku mengatakan semua kebenaran ini pada putrimu? Apa Sienna akan menganggap mu sebagai ayahnya? Kurasa tidak. Kau tidak lebih dari seorang pembunuh! Seorang ayah yang tega menghabisi istrinya sendiri demi bisa hidup dengan wanita selingkuhannya!"
Ryan mengepalkan tangannya. Ia tidak habis pikir saudari istrinya itu bisa beringas dan berkata seenaknya padanya.
Sementara Helena bergerak ke arah mobil. Menggedor pintu mobil berulang kali dan membuat Sienna di dalam mobil terus bertanya-tanya.
"Buka pintunya, Bibi Grace! Sienna tidak boleh pergi dengan ayahnya. Bukaaa!!!"
Sienna terus-terusan menatap pantulan diri Tantenya lewat kaca jendela.
"Bibi, kenapa Tante Helena begitu marah?"
Sienna menatap Bibi Grace. Wanita yang duduk bersama Sienna hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Buka pintunya!!" Helena dengan tangan terkepal terus saja memukul kaca mobil.
"Pergi kau!"
Ryan menarik dan mendorong kasar tubuh Helena hingga jatuh tersungkur di lantai marmer. Anak laki-laki yang masih disana, melihat semua itu segera menghampiri Helena.
"Tante tidak apa-apa?" ucapnya pelan. Helena menoleh.
"Tidak apa-apa Sayang," jawabnya sambil berdiri kembali. Helena menatap Ryan yang bersiap membuka pintu kemudi.
"Jika kau masih menginginkan Sienna kembali, jagalah sikapmu ini. Sampai kau berani melakukan yang tidak-tidak Sienna akan dalam bahaya. Kau mengerti!"
Anak yang berdiri di dekat Helena tampak terkejut begitu pun dengan Helena. Wanita itu menggelengkan kepala berharap Sienna tidak bernasib sama seperti ibunya. Setelah mengatakan itu, Ryan langsung masuk ke dalam mobil. Kemudian dua mobil di belakang mengikut keluar dari pekarangan rumah besar itu.
"Sialan kau, Ryan!"
"Sienna, maafin Tante Sayang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments