Langit dengan mendung tebalnya tak juga hengkang dari atas rumah kediaman keluarga Argantara. Sudah berjam-jam lamanya, tak ada rintik hujan yang turun saat ini sekalipun awan tebal menutupi langit. Namun, entah mengapa mendung tebal semakin banyak berkumpul seolah langit turut berduka atas kepergian Laura, ibunda tercinta Sienna.
Hembusan angin disertai dedaunan kering berterbangan ikut membuat jiwa merana. Kabar menyakitkan untuk sanak keluarga begitu menyayat hati para pelayat. Pelayat silih berganti datang dan pergi sejak kejadian duka terdengar.
Malam di mana Laura ditemukan dengan hampir semua tubuh terbakar api akibat kecelakaan pada akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Wanita cantik sekaligus anak dari konglomerat Argantara ditemukan setelah enam jam tim SAR dan pihak kepolisian menemukan dan mengevakuasi korban.
"Kau sudah lihat putrimu sendiri meninggal karena hidup bersama pria sialan itu! Pria yang Tidka pernah sekalipun menaruh kasih bahkan cinta pada Laura. Ini yang terjadi! Ini semua karena kau terlalu percaya pada pria yang hanya menjual tampang tanpa tanggungjawab!"
Lantangnya suara itu mengejutkan semua orang diruang keluarga. Sanak saudara berkumpul setelah mendengar kabar duka tersebut. Suara dari ibunya Laura menggelegar—nenek dari Sienna.
"Apa ini yang kau inginkan? Kau menginginkan Laura kembali ke rumah ini dengan keadaan tidak bernyawa? Permintaanmu sudah terkabulkan sekarang!"
"Aku tidak pernah setuju Laura melangkah pergi dari rumah ini. Sekalinya ia keras kepala, kematian yang membawa Laura kembali ke rumah. Lihat! Pandang wajah putrimu yang begitu ingin sekali kau nikahkan dengan lelaki yang tidak tahu malu itu..."
"Putriku yang malang..."
Ibunda Laura terjatuh meratapi nasib memandang wajah putri satu-satunya sudah tidak bernyawa di hadapannya. Anak yang ia besarkan dengan cinta kasih penuh—memberinya cucu perempuan namun kembali dengan peti mati yang berisikan tubuh putrinya yang kaku dibalut dengan kain putih.
Seorang wanita kisaran umur 40 tahun-an masuk ke dalam rumah kediaman Argantara. Ia langsung memeluk tubuh Laura yang tertutup kain putih dengan erat seraya menangis meraung disana. Helena, wanita itu segera kembali ke rumah ayahnya setelah mendengar kabar bahwa adik perempuan yang selalu ia manjakan mengalami kecelakaan yang mengakibatkan Laura meregang nyawa di tempat.
Awalnya ia tidak percaya, karena ia tahu keluarganya selalu usil padanya terlebih sang ayah, dan tanpa pikir panjang ia langsung terbang dari London menuju rumah dimana ia dan Laura dibesarkan. Betapa terkejutnya ia setelah melihat bendera kuning berkibar di depan rumah.
"Laura bangun! Apa semua ini?! Kau ingin bercanda padaku? Kau mengingkari janjimu lagi? Bangun, Laura! Bangun..." Teriak Helena di akhir kalimatnya, ia mengguncangkan tubuh Laura berharap sang adik masih diberi kesempatan untuk hidup.
Yori—Ibunda Laura menatap Helena yang sudah menangis terisak di sampingnya.
"Laura tidak boleh pergi Mom, Laura—"
Helena menggantung ucapannya saat pelukan erat sang Ibunda mendekap tubuhnya. Tarikan napas yang berat membuat keadaan begitu miris.
Pretty ikut memeluk cucu perempuannya. "Ikhlaskan adikmu, Helena. Kamu harus kuat. Kalau kamu terus begini bagaimana dengan Sienna, keponakanmu yang saat ini masih belum sadarkan diri. Sienna masuk rumah sakit."
Helena mengangkat wajahnya sedikit, menatap wajah neneknya lalu mengingat sesuatu. Sesuatu yang harus Helena jaga dan dilindungi seperti janjinya pada Laura sejak kecil dulu. Bila nanti Laura sudah berkeluarga dan memiliki anak, Helena berjanji akan selalu menyayangi dan melindungi anak itu seperti anaknya sendiri.
"Sienna..." ucapnya pelan dan sedikit bergetar. Pretty mengangguk pelan. Helena menatap sekeliling ruang keluarga. Tidak ditemukan sosok itu dimanapun. Dimana gadis dan proa itu?
"Sienna dimana, Oma? Apa pria sialan itu tidak datang kemari?" sarkas Helena menggeram.
Oma nya menggeleng. "Sienna belum datang kemari sejak kejadian menimpa Laura terjadi. Ryan menelepon beberapa jam lalu mengatakan bahwa Sienna belum siuman di rumah sakit. Untuk itu Ryan dan Sienna tidak ada disini..." Helena menggeram.
"Ini pasti ulah pria sialan itu, Oma! Ini pasti rencananya untuk menguasai semua aset milik Laura. Aku tahu itu dan Oma tidak bisa menyangkalnya lagi."
"Harusnya—harusnya Laura tidak pernah berhubungan dengan pria seperti Ryan, Oma. Kalau saja Laura dengan—"
"Hentikan ucapanmu, Helena! Disaat keadaan seperti ini kau mengatakan hal yang tidak mungkin diubah kembali. Apapun yang terjadi dimasa lalu dan sekarang itu sangat berbeda dan jangan kau sangkut-pautkan," kata Yori mengingatkan.
"Kalian pikir Ryan yang dinikahkan dengan adikku adalah pria yang bertanggung jawab, sosok kepala keluarga yang baik atau semacamnya..." Helena melirik Kakeknya. Lirikan tajam sekaligus menyayat hati menusuk netra pria yang duduk di kursi roda.
Setengah jam berlalu, dua orang pria datang mengangkat jenazah Laura dibantu orang-orang yang melayat. Hampir satu jam perjalanan mereka akhirnya sampai di pemakaman umum. Keluarga korban sepakat mengubur Laura di tempat yang sudah di khususkan. Setelah acara penguburan dan tabur bunga, kini hanya ada keluarga korban dan beberapa pelayat yang tersisa. Helena dan ibunya sudah dibawa pulang sebab keduanya sudah beberapa kali jatuh pingsan.
Pretty mengusap papan nama Laura. "Maafkan Oma, Laura. Oma minta maaf atas semua yang kamu alami."
Pretty menangis terisak seraya bangkit perlahan lalu ikut bergabung dengan keluarga yang lain, meninggalkan tempat itu kembali ke kediaman mereka.
***
Rumah Sakit Lentera Kasih
Disebuah rumah sakit swasta di Jakarta, seorang gadis terbaring lemah. Tangannya terinfus, matanya masih tertutup. Belum ada tanda tanda matanya akan terbuka. Ia masih terlihat sangat lemah. Sampai di menit kemudian, gadis yang terbaring lemah tak berdaya tersebut membuka mata. Samar-samar ia melihat pemandangan yang berbeda. Ruangan putih dan bau obat menyeruak menusuk hidungnya.
"Bunda..."
Satu kata yang terucap lirih lolos dari mulutnya. Kepalanya bergerak pelan melirik ke samping.
"Bunda dimana?"
Seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari kamar mandi terkejut melihat Sienna membuka mata. Wanita itu berjalan lebih dekat ke ranjang.
"Non Sienna, non sudah sadar..." ucapnya cukup jelas membuat seorang pria yang berdiri sambil berbicara dengan seseorang lewat telepon berbalik badan dan menatap Sienna terkejut.
Pria itu segera menutup teleponnya dan segera menghampiri Sienna.
Sienna mengernyit. Ia bingung sekaligus matanya tampak berair. Orang yang sedang ia cari tidak ada diantara dua orang di dekatnya. Seketika saja bayangan-bayangan kejadian itu terlintas di memori kepalanya. Sienna menangis histeris tiba-tiba. Bulir air mata mengalir deras di kedua pipinya.
"Sienna..." Ryan menyentuh jari tangannya. Sienna yang tidak mendengar panggilan ayahnya lantas menepis tangan ayahnya.
"Bunda, Bunda Sienna dimana?"
Suara itu begitu bergetar. Diusianya yang akan menginjak umur delapan tahun langsung dihadapkan pada kejadian mengenaskan yang menimpa Bundanya.
"Bunda dimana, Ayah?! Sienna ingin Bunda. Bunda tidak apa-apa bukan?"
Sienna turun ranjang sampai membuat selang infus ditangannya terlepas membuat Bibi Grace panik. Ryan yang terang-terangan melihat Sienna histeris terdiam sesaat sampai pada akhirnya Ryan menarik paksa pergelangan tangan Sienna yang mencoba keluar dari kamar rawatnya.
"Bunda—Bunda masih belum ditemukan sampai hari ini, Sienna. Kemari, kamu perlu banyak istirahat," tutur Ryan menuntun Sienna kembali ke ranjangnya. Namun, tarikan tangan yang kasar dari genggaman tangan Ryan membuat suasana hening.
"Ayah bohong!" Sienna membentak. "Sienna harus ketemu Bunda. Bila perlu biar Sienna ikut mencari Bunda," tutur Sienna berjalan ke arah pintu.
"Sienna tidak mau kehilangan Bunda. Kalau Bunda pergi siapa yang akan bantu Sienna setiap hari, siapa yang akan anterin Sienna sekolah, siapa—"
Bulir air mata yang deras berhasil mengalir membasahi pipinya yang pucat. Tidak ada percakapan setelah Sienna berbicara cukup panjang, sampai pintu ruangan itu terbuka lebar. Seorang wanita memakai pakaian setelan hitam berjalan masuk. Ryan dengan cepat memasang wajah dingin dan datar. Sienna berhenti berjalan dan menatap wanita itu. Tatapan mereka bertemu. Sesaat wanita itupun terdiam. Ia juga ikut terkejut.
"Sienna."
"Kamu sudah sadar Sayang?"
Wanita itupun segera menghampiri Sienna dengan wajah berusaha tersenyum sebisa mungkin. Mengabaikan satu hal yang masih membuat hatinya begitu berat. Satu tetes air mata tanpa sadar kembali terjatuh dari mata Sienna. Tanpa disadari air matanya kini semakin deras. Tangisannya terdengar sangat pilu. Sienna langsung memeluk wanita itu. Helena yang mendadak mendapat pelukan tiba-tiba dari Sienna seketika tubuhnya pun menegang.
"Bunda Tante, Bunda benaran pergi? Jangan bohong, jangan bohongin Sienna. Ayah bilang Bunda belum ditemukan. Apa itu benar, Tan?" Sienna mengurai pelukannya.
Matanya kian berkunang-kunang. Dada seolah dihujamkan pisau tajam. Tangisan Sienna semakin kencang, pelukannya pada Helena semakin erat. Wanita itu pun mulai membalas pelukan Sienna tak kalah eratnya.
"Sienna..."
Sienna tidak menjawab. Matanya kian menutup rapat, hingga pelukan erat itu mengendur dan Sienna hampir terjatuh di lantai sebelum Helena menahan tubuh anak malang itu.
"Sienna!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments