Saat Yasmin sampai kembali di rumah sakit, Yuna sudah dalam keadaan kritis dan sudah di bawa ruangan ICU. Bahkan Gilang sudah seperti orang yang kehilangan akal, Bram terus menguatkan.
"Lang, kita sholat ya! Minta sama yang memiliki raga dan nyawa ini, agar Yuna baik-baik saja, yuk!" Ajak Bram yang berusaha terlihat tenang, padahal jangan di tanya bagaimana hatinya.
Bram adalah ayah Yuna. Dia adalah orang yang pertama kali menggendong Yuna dengan kedua tangannya sendiri. Setelah bidan tentu nya. Mana mungkin Bram tidak takut jika terjadi apa-apa dengan Yuna.
Kalau boleh memilih, Bram ingin pergi duluan dari dunia ini dari pada anak nya. Tapi hidup itu bukan pilihan, tapi sebuah ketentuan dan kita hanya tinggal menjalaninya.
Anak pertama adalah spesial, tidak peduli dia laki-laki atau perempuan. Apalagi Yuna sangat baik dan paling mengerti di bandingkan dengan istrinya maupun Yasmin.
Tentu saja Bram jauh lebih takut daripada Gilang. Hanya saja seorang ayah itu tidak pernah memperlihatkan secara nyata, kecintaan dan rasa sayang nya pada anak.
"Pa, Yuna. Aku tidak mau terjadi apa-apa dengan dia, Pa." pecah sudah tangis Gilang. Yasmin tidak mampu berkata-kata, ia hanya terdiam dengan kedua matanya yang sudah basah entah sejak kapan.
Sumpah! Yasmin tidak pernah melihat Gilang serapuh ini.
Selama 6 tahun Gilang menjadi suami kakak nya, dimata Yasmin, Gilang itu terlihat cuek. Belakangan ini saja setelah dia menjadi janda, iparnya itu begitu menyebalkan di mata Yasmin.
"Papa juga tidak mau terjadi apa-apa dengan Yuna, Lang. Ayo kita rayu Allah! Kita juga belum sholat isya kan?"
Gilang mengangguk.
Bram baru menyadari jika Yasmin sudah kembali dari rumah Silla.
"Apa Silla memberikan ASI nya, Yasmin?" tanya Bram.
Yasmin mengangguk.
"Kamu stay di sini ya! Kami sholat dulu, jangan pergi-pergi kuatir dokter mau bicara dengan kita." pesan Bram, Yasmin kembali mengangguk.
Ada perasaan iri di hati Yasmin, melihat bagaimana ketakutan Gilang dan sayangnya sang Papa dengan Yuna.
Sementara dirinya? jika ia berada di posisi Yuna. Apakah ada yang menangisi dirinya seperti Gilang tadi? Yasmin benar-benar merasa dirinya tidak ada yang menyanyanginya dengan tulus.
"Tuhan, apakah ini hukuman setelah aku dulu mengkhianati Mas Ferdy? pria yang begitu besar mencintai aku, tapi aku justru menyia-nyiakan nya. Sekarang Mas Ferdy sudah menjadi milik Silla. Bodoh sekali aku." ucap Yasmin pada dirinya sendiri.
Yuna masih berada di ruangan ICU. lewat dinding ruangan yang terbuat dari material kaca berbahan tebal, Yasmin bisa melihat banyaknya peralatan yang entah apa namanya menempel pada tubuh Yuna. Air mata Yasmin luruh kembali.
"Bertahan, kak. Bertahan! Aku akan menyusui bayi kakak selama kakak memulihkan diri, jadi kakak jangan kuatir. Bertahan ya, kak! kasihan anak-anak kakak." lirih Yasmin sambil menyentuh dinding kaca, seakan ia menyentuh tangan kakak nya.
.
.
.
Di atas sajadah, Gilang berlama-lama dalam sujudnya. Ia benar-benar sedang merayu Allah.
'Ya Allah, jangan ambil Yuna! Kasihan anak-anak kami. Hamba berjanji tidak akan meninggalkan dirinya, bagaimanapun keadaannya, asal ia sembuh. Hamba mohon, kasihanilah kami! Anak-anak sangat membutuhkan dirinya, tolong ya Allah!" ratap Gilang dalam hati, lalu bangun dari sujudnya.
Setelah salam, Gilang kembali mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Ia terus merayu dan memohon, sampai kedua matanya bengkak karena kebanyakan menangis.
Setelah dari mushola, Gilang kembali ke ruangan ICU.
"Yuna, jika kamu tidak mau sembuh, aku akan berhenti mencintaimu. Maka semangat lah untuk sembuh." lirih Gilang seperti orang yang kehilangan akal.
"Dan jika kamu membiarkan dirimu dalam keadaan drop seperti ini, aku akan menjual anak-anak ke pasar gelap. Biar aku kaya, lalu nikah lagi. Maka selamatkan anak-anak dari moneter yang merupakan suami mu ini. Jadi bangunlah, Yuna!" ucap Gilang lagi, lalu menangis sambil melihat alat ventilator yang menampilkan grafik dan angka.
Dari sejak Yuna masuk di ruangan ICU, tidak ada kemajuan atau perubahan dari alat itu.
Bunyi suara tit...tit ...tit, di telinga Gilang seperti sebuah lonceng kematian, membuat Gilang semakin takut kehilangan Yuna.
"Yuna, demi Mas dan anak-anak, Mas mohon jangan tinggalkan kami dengan begitu kejam." ratap Gilang lagi.
Di luar ruangan, Bram dan Yasmin ikut melihat kerapuhan Gilang.
"Pa, aku pulang dulu ya! Besok aku kemarin lagi pagi-pagi, aku tidak boleh kelihatan kurang fit karena mulai besok aku harus melakukan banyak pemeriksaan." ucap Yasmin.
"Melakukan pemeriksaan, maksudnya?" tanya Bram tidak mengerti.
"Aku akan menjadi ibu susu untuk Husna buat sementara, sampai keadaan Kak Yuna membaik. Lihatlah! keadaan Kak Yuna seperti itu, sementara Husna butuh ASI. Besok Mas Ferdy yang akan membantu prosesnya ke rumah sakit, agar di permudah semuanya."
"Kamu tidak...."
Yuna menggeleng. "Aku tidak membuat ulah, Mas Ferdy yang menyarankan. Ada Silla juga tadi dan Silla juga mendukung usulan Mas Ferdy. Papa jangan kuatir." Sela Yasmin.
Bram hanya bisa terdiam dan tidak mampu untuk berkata-kata. Ia tidak menyangka jika Yasmin mau dan setuju untuk menjadi ibu susu untuk keponakannya.
Di balik musibah yang menimpa Yuna, ada hikmah yang dapat di ambil dari peristiwa itu. Salah satu nya yaitu, kesadaran Yasmin untuk membantu permasalahan pada keluarga kakak nya.
......................
Pagi hari seperti yang di janjikan oleh Ferdy, dia dan juga Silla istrinya sudah tiba di rumah sakit.
Rumah sakit tempat Yuna melahirkan sekaligus mendapatkan perawatan, rumah sakit yang sama tempat Ferdy buka praktek.
Ferdy mengantar Yasmin menemui dokter Mila, untuk melakukan semua prosedur sesuai dengan standar yang berlaku.
Tapi karena diurus oleh Ferdy langsung, prosesnya cepat, tanpa banyak pertanyaan dan lain sebagainya.
Saat Ferdy membantu Yasmin langsung, Silla mengunjungi Yuna yang masih berada di ruang ICU.
Jika malam tadi Gilang di temani oleh Bram, sekarang Gilang menjaga Yuna sendirian.
Lepas subuh tadi Bram pulang. Yasmin yang baru datang membawa baju ganti untuk Gilang, sekalian membawakan makanan buat ipar nya itu.
Gina tetap berada di rumah untuk menjaga dan mengurus kedua anak Yuna. Gilang berpesan supaya kedua anaknya jangan di kasih tahu dulu keadaan mama nya, kuatir anak-anaknya malah membuat kekacauan di rumah sakit. Terutama Galih.
Bocah berusia tiga tahun lebih itu pasti memaksa ingin bersama dengan Yuna.
Lagi pula rumah sakit juga tidak baik untuk anak-anak.
Gilang tidak mau makan dan tidak bisa makan, namun mengingat dia tetap harus sehat, terpaksa ia makan dengan tatapan mata yang kosong.
"Selama ASI Yasmin belum keluar, Silla yang akan memberikan susu untuk Husna, Mas. Jadi Mas Gilang jangan kuatir ya! Mas Ferdy nanti yang akan memberikan setiap pagi dan memberikannya kepada Baby Husna." ucap Silla yang duduk di sebelah Gilang.
"Terima kasih ya, Sil." jawab Gilang lemah.
"Yang kuat, Mas. Pasrah sama Allah.
Apapun yang terjadi, itu yang terbaik. Jangan memaksa Allah, karena Kak Yuna sudah punya takdirnya sendiri. Silla tahu ini berat buat Mas Gilang, tapi jika Mas Gilang memaksa seperti apa yang Mas Gilang mau. Dan ternyata tidak sama dengan takdir yang sudah Allah buat untuk Kak Yuna, Mas Gilang nanti down.
Ingat Mas! Ada anak-anak Mas Gilang yang butuh Mas Gilang, bukan hanya Mas Gilang yang membutuhkan Kak Yuna." hibur Silla panjang, sembari mengingatkan Gilang.
Ucapan Silla justru membuat Gilang semakin sedih.
Senyum lemah Yuna sebelum akhirnya Yuna minta tidur karena lelah, terus membayang di pelupuk mata Gilang. Setelah itu keadaan Yuna justru kritis dan kehilangan kesadarannya.
Saat itu Gilang menyalahkan dirinya sendiri. Andai saja dia tidak mengizinkan Yuna tidur, pasti keadaan Yuna tidak koma seperti ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Sabiya
namax jga musibah siapa yg bakal tahu Lang
2024-01-06
0
Sabiya
penyesalan emang ada di belakang Yas
2024-01-06
0