"kuat bukan berarti tidak pernah rapuh, tegar bukan berarti tidak pernah patah. Tetapi, menangis terkadang bisa membuat sesak di dadamu sedikit berkurang."
"Bunda gak jadi pulang?"
" Aku udah nungguin loh dari tadi, mana udah sengaja banget gak ikut main basket sama temen-temen, malah bunda gak jadi pulang."
beberapa pesan yang telah di kirim dalam chat pribadi nya, dan dengan pelan Nisa menarik nafas nya kasar.
Tadinya, dia sudah berencana untuk pulang, dan dia bahkan sudah bersiap tinggal on the way saja. Namun, entah mengapa, seseorang yang kini menjadi suami dadakannya menahannya dengan keras. Dan membuatnya tertahan, bersama dirinya saat ini. " sejak kapan aku perduli padanya?" batin Nisa dengan heran.
"Kenapa aku menuruti keinginan nya?"
"Dan sejak kapan aku mengabaikan Abi?"batin Nisa lagi bermonolog sendiri, dirinya merasa terheran seketika, dia bahkan baru saja menyadari perbuatan anehnya kali ini.
Ketika dia baru saja menyadari, apa yang sedang terjadi kepadanya, Nisa mendadak di kagetkan dengan suara isakan seseorang, yang kini berada di sampingnya. Dan memeluk pinggangnya yang ramping dengan erat, dengan pelan dia menunduk, sambil menyatukan kedua alisnya seketika.
"dia menangis?" isi kepalanya penuh dengan pertanyaan sejak tadi.
"Kenapa?"
"Hah, ini beneran ?"
"Dia menangis begini kenapa bisa?"
"Pasti sesuatu menyakitinya dengan dalam, sampai harus nangis begini." batin Nisa dengan mencoba menerka apa hal yang bisa membuatnya menangis seperti ini, bahkan dia menangis dengan memeluk Nisa, dan ini untuk pertama kalinya.
"untung saja, aku tidak sejahat itu, meskipun kamu selalu menyebalkan." batin Nisa dengan tetapi membiarkan dia menangis.
"aku sedikit merasa aneh sih, sudah lama sekali aku tidak pernah melihat pemandangan seperti ini, apa aku terlalu lama sendiri?" batin Nisa lagi, dengan diam.
"tetapi, tidak papa kali ini aku sedang berbaik hati, sehingga menemani mu seperti ini. aku baru menyadari kalau aku mengabaikan anak ku sendiri karena menemani mu, dan ini tidak pernah terjadi selama ini." batin Nisa lagi, dia justru sibuk bermonolog sendiri sejak tadi, meskipun dia sangat penasaran. Tetapi, Nisa membiarkan Albert untuk menikmati sedihnya sebelum dia bertanya.
"Aku yakin, Abi juga merasa aku benar-benar melupakannya. Ah, bisa-bisanya." batin Nisa lagi, merasa menyesal karena mengabaikan Abi, sebab baru kali ini juga dia mengabaikan anak semata wayangnya.
Karena selama ini, sesibuk apa pun dia, jika anaknya satu ini memintanya untuk segera menemuinya, maka dia pasti akan segera meluncur, apa pun keadaannya. Dan kali ini, cukup berbeda, dia justru menemani seorang pria dewasa, yang seperti sedang patah hati di tinggal kekasihnya pergi.
"ha benar juga, bisa jadi dia di tinggal pergi kekasih nya mungkin, maka nya dia kembali lagi kesini. Selama bertahun-tahun, dia pergi kenapa dia justru kembali." batin Nisa lagi. Masih mencoba menerka, penyebab Albert menangis.
Merasa tidak nyaman, dan juga risih, akhirnya dia memutuskan untuk bertanya lebih dulu, karena selain penasaran dia juga mulai merasa kesemutan karena sudah lumayan lama Albert berada di tubuh nya.
"hei sudah belum menangisnya?" ujar Nisa akhirnya, mencoba memecahkan suasana. Tidak mungkin dia membiarkan Albert menangis terus menerus tanpa melakukan apa pun.
"jangan lama-lama dong, aku pegel nih."kata Nisa dengan mencoba menjauhkan dirinya dari Albert.
"kamu kenapa malah menangis begini sih?"
"Sesuatu menyakiti mu?" tanya Nisa lagi tak sabaran, karena dia tak kunjung menjawab pertanyaannya juga.
Alih-alih menjawab, Albert justru kembali melempar tubuhnya dengan memeluk Nisa sekali lagi. Membuat Nisa semakin sebal.
"kamu malah diem aja sih! Aku jadi bingung nih. Aku bahkan sudah lama sekali tidak menangis, dan tidak sempat menangis. Aku tidak mengerti kalau kamu tidak cerita."ucap Nisa lagi dengan mencoba menarik tubuh itu dari tubuh nya. Sehingga membuat Albert melepaskan dekapannya, dan berbaring di ranjang dengan tetap berada di sisi Nisa.
"iya-iya sabar dong!" jawabnya dengan berlahan bangkit dari tidurnya, dan menjauh dari tubuh Nisa yang tadi digunakan olehnya untuk menutupi wajahnya yang sudah tak tahan ingin menangis.
"aku juga tidak tahu, tetapi sesuatu yang besar seperti menghimpit dada ku dan terasa sesak," ujarnya pelan, mencoba memulai ceritanya.
"sebenarnya, aku sudah memendamnya sangat lama, dan juga bertahun-tahun lebih tepatnya." kata Albert pelan, dan mencoba mengatur nafasnya lebih dulu, hidungnya meler, karena dia sungguh menangis. Dan ekspresi itu membuat Nisa ingin tertawa saat itu juga.
"Namun, saat bersama mu beberapa saat lalu, entah mengapa aku bisa menangis, dan sekarang aku merasa lebih baik, dan juga merasa sedikit lega." kata Albert lagi, sembari mencoba mengatur nafasnya yang tidak beraturan.
"walaupun masih sedikit sesak, tetapi seolah beban yang tadinya terasa, sekarang sedikit berkurang." sambung Albert lagi, dengan mencoba mengatur deru nafasnya yang masih juga akan sesenggukan. Pemandangan seperti ini, sungguh Nisa tidak tahu, akan mendapatkan lagi atau tidak, tetapi Nisa cukup merasa tersentuh. Ketika Albert mengatakan bahwa dia merasa nyaman saat bersamanya.
"kamu ini laki-laki, yang kuat dong. Jangan loyo, tapi gak papa sih, menangis bukan hal buruk juga. Aku juga dulu bahkan sering, eh aku malah lupa kapan terakhir aku menangis, kalau tidak salah kamu juga yang menemani ku saat aku menangis waktu itu " ucap Nisa dengan mencoba mengingat beberapa kejadian di waktu yang lalu.
"iya, asal kamu tahu. Ini pertama kalinya aku menangis di hadapan orang lain." kata Albert dengan jujur.
"rasanya, ada begitu banyak sakit di sini. Tapi, aku tidak tahu, mengapa bisa sakit." ujar Albert dengan menepuk dadanya kuat, bahkan suaranya terdengar jelas di telinga Nisa.
"kamu tidak terlihat seperti itu," ujar Nisa mencoba menangapi ungkapan Albert.
"karena, segalanya memang sandiwara kan?" jawab albert, namun dia justru memberi pertanyaan balik pada Nisa.
"ada benarnya, tapi menurutku, tidak semua hal itu sandiwara. Beberapa orang, terkadang memang tulus." kata Nisa dengan menerawang jauh. Tiba-tiba saja, dia teringat pada mendiang suaminya, yang terlalu sempurna untuk dirinya yang serba tidak bisa. Namun, siapa sangka, setelah kepergiannya, Nisa tumbuh menjadi wanita yang mandiri seperti saat ini.
Kadang-kadang, Nisa tidak habis pikir, dewasa membuat segalanya benar-benar di luar kendali. Tetapi, satu hal yang pasti, Nisa tidak pernah menyesal atas apa yang sudah terjadi.
"karena, semua hal selalu datang sesuai dengan porsinya masing-masing. Jadi, kalau hal buruk sedang menimpa diri kita, anggap saja itu memang bagian dari kita."
"begitu juga dengan bahagia, nikmati saja selagi ada. Terkadang, karena tidak sempat, kita justru menyia-nyiakan hal yang berharga." ujar Nisa lagi, dengan mencoba tersenyum.
"aku boleh peluk sekali lagi?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments