Bab 5. Home Meeting

Setelah berbincang cukup lama mengenai sekolah ku, aku beranjak pamit menuju ke kamar untuk belajar. Padahal sebenarnya, aku hanya ingin menghindari pertanyaan mereka yang bisa membuat ku keceplosan mengenai peristiwa di sekolah tadi. Ku harap mereka tidak tahu kalau aku baru saja menemukan mayat di sekolah tadi pagi, bisa geger nanti seisi rumah.

Aku duduk di meja belajar sambil mulai membuka buku materi yang ku pinjam tadi pagi di sekolah. Aku mencoba memahami beberapa materi yang mulai ku tinjau. Meskipun sedikit, setidaknya aku bisa tahu tentang materi-materi di sekolah baru ini. Ada beberapa materi mata pelajaran matematika dan fisika yang belum aku pahami, mungkin besok bisa ku tanyakan pada Iko.

Ngomong-ngomong soal Iko aku jadi teringat Hans. Dia menyuruhku dan Iko untuk datang ke rumahnya jika ingin mengetahui tentang asal usul ruang sanggar Seni. Aku mengernyit, apa besok aku akan ke rumah nya saja? Lagian tidak ada kegiatan lain juga.

Sebenarnya aku tidak begitu peduli pada ruang sanggar seni itu sih, karena menurut ku itu cuma mitos belaka yang di besar-besarkan. Namun aku lebih penasaran dengan mayat Eveline yang kutemukan tadi pagi. Apa memang benar ada hubungannya dengan ruang sanggar seni? Atau cuma kebetulan belaka.

Aku meraih ponsel yang ku letakkan di atas kasur, ku cari nomor Hans yang aku minta dari Iko untuk meminta share lock-an rumahnya. Beberapa detik setelah aku mengirim pesan, akhirnya ia balas singkat dengan sebuah kiriman lokasi rumahnya. Baiklah, besok pagi mungkin aku akan kesana bersama Iko.

.

.

.

Aku keluar dari rumah setelah mendengar bunyi berisik motor Iko yang terparkir di depan pagar. Yeah, aku meminta anak ini menjemput ku agar kita bisa pergi ke rumah Hans bersama. Kita membagi tugas, ia yang menyetir dan aku yang memantau handphone melihat petunjuk lokasi rumah Hans.

Kami berdua berpamitan pada ibu yang sedang menyiram tanaman hiasnya. Ibuku memang sangat menyukai bunga, apalagi bunga melati. Lihatlah, baru saja pindah rumah seisi pojok halaman sudah rimbun oleh bunga melati.

"Nak Iko ga mau sarapan dulu?" Ibu tersenyum manis ke arah Iko yang sedang cengengesan di atas motor. Ia masih mengguyur bunganya dengan penyiram.

"Ah ndak usah Tante, Iko udah makan hehe" ia menolak halus. Iko memang anak yang sopan dengan tutur bahasanya.

"Ah ya sudah, hati-hati di jalan ya... Lagian kenapa juga sekolah di liburkan haduh" ibu mengeluh. Aku hanya bisa menahan senyum, mungkin ibu sedikit kesal karena pihak sekolah yang meliburkan murid selama tiga hari. Ia pikir hal itu akan membuatku sedikit malas karena pergi bermain, padahal tidak sama sekali.

Iko mulai melajukan motor matic putih pucat nya, aku menyalakan share lock yang diberikan Hans agar tidak salah jalan. Namun, aku merasakan sesuatu yang aneh setelah beberapa meter menaiki motor ini.

Aku menepuk pundak Iko beberapa kali. "Ik ban lo kempes ya?" Aku menepuk pundaknya dengan lebih keras karena anak ini belum juga sadar.

Aku turun setelah Iko menarik rem. Ku lihat ban motor yang ku naiki ini. Zonk. Ban belakang maupun depan masih aman dan tidak ada lecet. Aku mengernyit heran, pasalnya tadi aku merasa dudukku tak nyaman karena terasa sedikit bergerenjol.

"Aman kan?" Iko menatapku bingung.

Karena tak mau menambah bingung, aku mengangguk dan langsung duduk kembali memulai perjalanan. Rasanya sedikit aneh, namun dudukku kali ini rasanya sudah lebih nyaman dari yang sebelumnya.

"Motor lo udah di servis kan Ik?" Aku random bertanya.

"Udah dong, tiga hari yang lalu malah" Iko menjawab dengan sedikit berteriak karena melawan kencangnya angin yang menabrak helm kami. Aku menjadi tenang dengan jawabannya.

Dua puluh menit kemudian, setelah melewati jalan besar dan masuk perumahan akhirnya kami berdua sampai di depan rumah besar ber cat biru. Aku dan iko bingung saling memandang, lantaran takut salah alamat karena rumah ini tidak seperti dugaannya.

"Bener ini ngga sih? Lo udah pasti titiknya bener ga Yan?" Iko menggerutu.

"Iya bener ini jirr, noh" aku memperlihatkan layar handphone yang ku pegang.

Iko nampaknya masih tak percaya, sebenarnya aku pun sedikit ragu dengan titik ini namun ku rasa ini sudah benar. Ku lihat gerbang rumah ini terbuka dan terlihat beberapa motor besar dan gagah terparkir di halamannya.

"Kita masuk aja Ik, kita pura-pura nanya" pintaku membuat iko mengangguk paham apa yang aku ucapkan. Ia segera melajukan motornya untuk ia parkirkan di dekat motor-motor besar tersebut.

Belum selesai Iko memarkirkan motornya dan aku juga belum sempat turun, tiba-tiba sebuah suara menghentikan kami. "Eh eh jangan disitu goblok!"

Hans datang dengan muka panik, ia menatapku yang kini sudah turun dari motor dengan jengah.

"Parkir di sana Ik" ia menunjuk sebuah pintu lebar yang di atapnya terdapat tutup atau payon dalam bahasa jawa.

"Loh kenapa?" Iko kebingungan.

"Biar ga kehujanan, lagian kasian motor lo kalo di situ. Kaya jigong gigi" ucap Hans membuat Iko nyengir lebar. Maksud Hans ia tak ingin membuat motor Iko tenggelam karena dijejerkan dengan motor-motor gagah. Namun menurutku kalimatnya itu begitu kasar.

"Ga sopan amat lu" aku akhirnya menegur orang cuek ini. Tapi lihatlah, dia hanya memutar bola matanya begitu saja seolah tak peduli. Membuat ku geram saja.

"Masuk" ia mendahului kami, seraya memberikan perintah untuk mengikutinya. Aku dan Iko hanya membuntutinya.

Kami bertiga masuk kedalam rumah dengan pintu masuk yang cukup besar, pintu ini sejenis gerbang yang bisa di buka kedua sisinya. Hiasan artistik dan kuno terpampang di pintu serta kayu pembatasnya. Terlihat seperti ukiran naga yang saling berhadapan. Cat yang dominan biru muda yang bercampur dengan warna putih menambah kesan seperti langit-langit di sudut pintu masuk ini.

Aku masuk setelah mengucapkan salam bersama Iko. Aku terperangah ketika melihat isi rumah ini, begitu besar dan mewah bak rumah kerajaan. Ada tangga besar bercabang yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua di tengah-tengah. Nampak banyak vas dan lukisan abstrak yang terpajang di setiap sudut pagar.

Saking kagumnya aku, aku baru menyadari sesuatu setelah beberapa menit. Bangku yang berjejer di ruang tamu besar ini ternyata ada beberapa pasang mata yang sedang melihat ke arah kami. Ku hitung, ada enam orang di ruangan ini, dan satu diantaranya aku dapat mengenali orang tersebut.

"Nah ini dia kak anak-anak yang gue maksud, Iyan akan jadi kandidat bersama Iko" ucap Hans tiba-tiba ketika kami masih kebingungan. Aku melirik kaget ke arahnya, begitu juga dengan Iko di sampingku.

"Anak baru ini?" Seorang lelaki berkemeja putih memandangku dengan remeh, tubuhnya terlihat lebih pendek dariku serta sedikit kurus. "Kenapa ga Rio aja sih Hans kaya omongan pak Bhasit?" Ia menyelis, nampaknya ia tak suka denganku. Lagian, apa yang akan mereka lakukan sih?

"Rio gak bakal masuk dalam tipe orang yang gue pilih. Karena kalian ga tau dia aslinya gimana kak" Hans berkata datar. "Sekarang terserah kalian, inilah keputusan gue terserah kalian mau pakai pilihan gue atau kalian buat pilihan kalian sendiri" Hans nampak dingin, mukanya terlihat kesal dan menahan emosi. Aku bisa melihatnya walau tertutup topeng cuek yang ia miliki.

"Oke oke Hans, kita percaya sama lo. Sekarang Iyan sama siapa tuh temennya-" seorang perempuan yang nampaknya kaka kelas kami pun bicara.

"Iko..." Iko menyambung ucapannya.

"Yah Iko, duduk dulu gih" ia mempersilakan kami duduk. Perempuan ini nampak lebih ramah dari temannya tadi.

Karena tak mau terlihat bodoh, aku dan Iko berangsur duduk di tempat yang kosong. Aku melihat mereka sambil tersenyum ramah, walau beberapa dari mereka terlihat tak suka akan kedatangan ku dan Iko.

Aku rasa mereka ini satu tahun lebih tua dari angkatan ku, bisa di bilang kaka kelas karena sempat ku dengar Hans memanggil mereka dengan sebutan 'Kak'. Namun apa yang mereka lakukan di sini?

Tak lama, Hans yang tadinya masuk ke dalam dapur kini kembali membawa dua gelas jus jeruk yang ia hidangkan untukku dan Iko. Iko terlihat grasak-grusuk, nampaknya ia ingin mengeluarkan sesuatu dari dalam tas namun tak jadi.

Aku duduk di sebelah perempuan yang kemarin sempat aku lihat. Aku meliriknya, begitupun ia yang sedang melirikku dengan malas.

"Lo ngapain disini?" Bisikku.

"Tau tuh, temen lo bikin gue pusing" Dea membalas ketus sambil menunjuk Hans dengan lirikannya. Yeah, gadis jutek ini yang ku lihat di dalam UKS. Ia sempat ribut dengan Hans yang menulis namanya di buku harian anak itu.

Aku terdiam sejenak, apa mungkin ini ada hubungannya dengan organisasi? Pasalnya Hans menulis namaku untuk di jadikan kandidat yang ia katakan kemarin.

"Nah sekarang, kakak paparkan hasilnya. Nomor urut satu dipegang Hans dengan wakil Dea. Nomor urut dua dipegang Iyan dengan wakil Iko. Dan nomor urut tiga-" tiba-tiba lelaki bermuka sinis tadi membaca tulisan di sebuah kertas dengan suara yang sengaja ia lantangkan.

"Tunggu tunggu, siapa nomor tiga nya?" Hans terlihat kebingungan. Aku yang masih tak mengerti hanya bisa diam dan masih mencoba memahami.

"Rio dan Chika" sambung lelaki tadi.

"Ini adalah keputusan kita dan pembina Hans, lo ga boleh membuat keputusan sendiri. Lo cuma di tugaskan mencari 3 orang yang emang layak di angkat, bukan mengubah!" Perempuan dengan senyum ramah tadi melanjutkan topik.

Aku melihat Hans yang dari tadi berdiri di belakang ku dan Iko. Mukanya nampak merah padam, ku lihat ia mengepalkan tangan sampai urat tangannya terlihat jelas. Apa ia marah?

"Maaf kak Gio, ini maksudnya apa yah?" Iko membuat penasaran ku hilang, ia bertanya hal tersebut membuat mereka semua menatap kami.

"Kalian di calonkan menjadi ketua OSIS dan wakil ketua OSIS masa jabat selanjutnya, menggantikan gue dan Ana. Hasil akhirnya udah gue kirim ke pembina dan seksi acara untuk di proses"

Deg..

Apa-apaan itu, apa yang mereka lakukan? Mengapa mereka bertindak tanpa persetujuan ku dan juga Iko? Mengapa mereka seenaknya sendiri. Belum tentu aku mau dan ingin menuruti apa yang mereka mau.

Aku kesal dalam diam seribu bahasa. Aku menggebrak meja seraya berdiri. Ku tatap kaka kelas yang satu tingkat lebih tinggi dariku satu persatu dengan dingin. Nafas yang ku hembuskan membuat mereka diam seperti patung.

"Apa ga ada orang lain selain kita?" Aku bertanya dengan suara berat. Mereka nampak menciut melihat ku, apa mereka takut?

"Ga ada, dan lo sudah terdaftar" bukannya jawaban dari kaka kelas songong ini yang ku dapat, justru Hans yang menjawab. Aku menoleh ke belakang.

"Kenapa kita?" Aku membalikkan badan.

"Karena kalian layak" ia menjawab yakin, tatapannya seperti tulus dan ikhlas.

"Banyak yang lebih layak dari gue" aku menunduk geram.

"Dari semua siswa angkatan kita, cuma lo dan Iko yang bisa gue percaya. Kalo lo mau angkatan kita hancur, pergi sekarang dan jangan balik ke sekolahan. Semuanya di tangan lo!" Hans menatapku tajam.

Dan entah kenapa, tiba- tiba dadaku bergetar. Semua yang di ucapkan Hans membuat hatiku tertusuk dan membeku. Aku terdiam cukup lama memikirkan jawaban Hans barusan. Apa yang ia maksud kan tadi aku tak memahami. Namun entah apa yang terjadi padaku, aku seolah menyetujui dan pasrah setelah Hans mengucapkan kalimat itu. Aku mengiyakan perkataannya bak terhipnotis.

Ku lihat Iko yang sedang tersenyum, ia nampak baik-baik saja sepertinya. Ia menoleh ke arahku dan memegang pundakku.

"Gue bareng lo Yan" lirihnya namun terdengar yakin.

Tiba-tiba aura dingin menyelimuti otak, namun terasa menenangkan pikiran ku yang sempat acak-acakan tadi. Aku berbalik badan dan menatap lelaki sinis tadi.

"Baiklah" aku mengangguk.

Setelah aku mengucapkan kalimat itu, tiba-tiba saja semua orang yang tak ku kenal itu tersenyum sumringah. Hal itu membuat ku sedikit curiga, namun aku mengabaikannya. Mungkin mereka lega karena aku tak jadi memberontak.

Tak lama, pembahasan itu di lanjutkan dengan kepala dingin. Banyak hal yang mereka jelaskan padaku, tentunya karena aku murid baru dan pastinya kaget harus di hadapkan dengan hal seperti ini. Aku di perintahkan untuk sarasehan atau sekedar berkumpul bersama bapak pembina yang bahkan tak ku kenal. Tak lupa juga mereka menyuruhku dan Iko mempersiapkan visi dan misi yang akan kami bawa nanti sebagai acuan pemilihan.

Aku berada di calon nomor dua, di urutan satu ada Hans dan Dea. Sedangkan nomor tiga ada Rio dan Chika, aku tak mengenal mereka. Katanya mereka tak bisa datang karena berhalangan hadir.

Aku mulai mencoret kertas yang Hans berikan untuk ku tulis rancangan visi dan misi yang ku buat. Aku berkolaborasi dengan Iko yang menurut ku sangat membantu, tentunya karena dia pintar.

"Kalian ga bakal bisa ngalahin kita, iya gak De?" Hans tersenyum remeh sambil menyenggol Dea yang ada di sampingnya.

"Lu aja ah gue males!!" Dea nampak masih kesal mendarah daging. Ku rasa dia ini juga korban dari Hans. Anak itu memang aneh, dia yang memasukkan ku menjadi kandidat namun dia juga yang tak mau kalah. Hadeh...

Selesai merancang apa yang kami butuhkan nanti, kami melanjutkan membuat jadwal terdekat. Karena meeting yang mereka lakukan ini sangat mendadak membuat ku sedikit frustasi dan keteteran. Akan ada kampanye dan juga Pemilos yang nantinya menunggu kami beberapa Minggu lagi.

Namun akhirnya, selang beberapa jam, kami selesai membahas tentang kegiatan yang akan dilakukan. Kami semua berpamitan pada Hans untuk pulang, karena hari juga sudah sore dan kami merasa tak enak hati terlalu lama di sini. Kalau kata Iko, ia tak mau merepotkan para bibi pembantu yang bolak-balik ke dapur hanya untuk memastikan cemilan kami selalu ada.

Aku menaiki motor yang sudah Iko nyalakan.

"Ayok gas" ucapku.

"Kalian lupa tujuan kalian kesini?" Hans tiba-tiba berdiri di depan motor kami.

Aku mengernyitkan dahi, apa yang kami lupakan?

"Bodoh!!" Aku menggerutu sambil menepuk jidat. Iko malah kebingungan menatapku dan Hans secara bergantian.

"Cepet masuk lagi" Hans beranjak masuk ke dalam rumah meninggal kami yang akhirnya mengintil.

...Bersambung....

Terpopuler

Comments

Aku suka karyamu thor..../Rose/

2024-02-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!