Aku pulang dengan tergesa-gesa sambil memacu motor matic berwarna ungu pucat yang aku miliki. Yeah, walaupun ayah dan ibuku menyuruh untuk memakai motor yang gagah dan tinggi seperti anak-anak sultan ,aku langsung saja menolak keras tawarannya. Aku sama sekali tak mau di anggap pamer atau sok berada ketika berniat mencari ilmu di sekolah.
Aku bergegas masuk rumah setelah memarkirkan motor kesayangan ku itu di garansi. Ada dua mobil serta dua motor ninja besar yang terparkir di sana, serta motorku tadi yang baru ku parkir-kan. Aku langsung masuk ke dalam kamar dan mencari benda yang ku butuhkan. Aku lupa menaruhnya dimana, karena aku masih belum bisa beradaptasi penuh dengan rumah baru ini.
Aku membuka lemari dan membolak balik tumpukan baju, ku cari di atas meja belajar sampai-sampai aku menilik ke bawah kolong kasur. Hingga aku temukan benda yang ku maksud ternyata tergeletak di dalam laci meja yang letaknya di samping kasur.
Lantas aku mengambil beberapa butir sesuai dosis yang tertulis di wadahnya lalu menaruhnya kembali takut benda ini dilihat oleh ayah maupun ibu. Sungguh, merepotkan sekali memang kalau punya penyakit migrain sampai harus minum obat seperti ini. Kadang sakitnya bisa terasa tiba-tiba seperti tadi, dan kebetulan aku lupa membawa obat-obatan ini ke sekolah. Mungkin kalau ibu tahu aku mengkonsumsi obat, dia akan marah besar padaku. Biarlah, selagi ia tak melihat maka semuanya akan aman.
Aku bergegas masuk ke dalam kamar mandi setelah membereskan perlengkapan sekolah ku. Baju putihku ini sudah bau kecut setelah ku hirup, mungkin karena tadi aku sempat berkeringat ketika mengambil Torso di ruang OSIS. Belum lagi karena di kerubuti para perempuan tadi, bahkan ketika aku ingin pulang masih saja mereka cegat hanya untuk meminta nomor telepon atau sekedar berfoto.
Aku mendesah kesal sambil mengunci pintu kamar mandi. Aku menatap cermin yang terpajang di sisi kiri bak mandi, sampai-sampai sesuatu membuat ku kaget tak menyangka ketika melihat pantulan ku sendiri disana.
"LAHH!? KOK GUE MASIH PAKE HELM SIH?" Aku menatap bingung diriku sendiri sambil menggerutu. Ku lepas helm bogo yang ternyata masih bertandar di kepala dari tadi dan kembali keluar kamar untuk menaruhnya di atas meja. Aku menjadi merasa sangat bodoh sekarang.
Aku menggeleng sambil berdecak lirih karena sungguh, aku tak menyangka aku bisa selupa itu sampai harus memakai helm ke kamar mandi. Apa gara-gara aku berteman dengan Iko sampai sifatnya menular? Haha itu tidak mungkin kan.
Akhirnya karena sudah tak nyaman dengan bau badan sendiri yang baunya sudah seperti bau ikan asin, aku mandi dengan air panas dari shower dengan basuhan di kepala hingga kaki. Hal tersebut aku ulang beberapa kali karena rasanya sungguh nikmat sekali.
Aku sengaja menggunakan air panas untuk mandi, karena badanku sedang terasa sedikit tidak enak. Rasanya seperti seseorang yang akan masuk angin. Perutku sedikit kembung hingga beberapa kali aku kentut. Hehe.
Beberapa menit kemudian, aku sudah menyelesaikan kewajiban mandiku. Aku menggosok gigi sambil menatap wajahku sendiri di dalam cermin. Aku mengenakan kaos oblong hitam dengan handuk yang ku lilitkan di pinggul.
Sedang asik menggosok area gigi yang sulit ku jangkau sambil bergumam, tiba-tiba saja aku teringat akan sesuatu yang tadi siang ku alami. Perempuan itu, kenapa ia tersenyum begitu aneh ketika melihat ku?. Itu bukanlah senyuman yang ramah, bisa ku simpulkan kalau itu senyuman yang mengerikan bagiku. Dan apa yang ia ucapkan tadi?
"Mikul nduwur, mendem jero..."
Aku mengernyit sambil memikirkan kalimat tersebut, apa ada maksud dari kalimat itu. Apakah ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, namun aku tak mengerti tentang bahasa jawa. Memang aku sendiri memiliki darah jawa dari ibuku, tapi aku tak bisa bahasa jawa karena dari kecil aku sudah hidup di perkotaan jauh dari budaya ngapak.
Aku mengakhiri gosokan gigi ini, ku ambil air yang mengucur dari kran untuk berkumur beberapa kali. Setelah nya, aku kembali menatap cermin di hadapan ku. Dan seketika saja aku langsung melompat ke belakang setelah menyadari ada sesuatu yang bisa membuat ku celaka. Lewat beberapa detik saja mungkin mukaku sudah hancur dengan potongan cermin yang menancap banyak di pipi.
Cermin ku pecah dan berhamburan kemana-mana, untung saja aku sigap melompat dan tak terpeleset setelah mengetahui kalau cermin ini akan meledak. Dadaku sedikit ngilu karena aku tak menduganya, lagian sedikit aneh mengapa cermin ini bisa pecah begitu saja sih. Padahal tidak ada benda yang ku tabrakan atau sengaja terpantuk. Atau mungkin karena faktor suhu karena tadi aku menggunakan shower air panas? Tetapi biasanya juga tidak seperti itu dan aman-aman saja ketika di rumah yang dulu-dulu.
Daripada energi ku habis untuk berfikir, akhirnya aku bergerak cepat untuk membereskan potongan kaca yang berhamburan di pojok kamar mandi menggunakan sorok dan sapu.
"Apa gue main aja ya ke rumah Iko?" Pikirku terbesit sambil mengambil beberapa potongan kaca.
"Ashhhh, shitt!!"
Tak sengaja, ternyata jari telunjuk ku terkena goresan tajam dari remukan kaca tersebut membuat ujung jarinya mengeluarkan cairan merah yang kental. Terasa sedikit perih ketika aku basuh dengan air.
.
.
.
^^^"Ik, share lock rumah lo dong. Gue otw kesono!"^^^
"Lah beneran?"
^^^"Yaiyalah, gue pengin main. Temenin gue cari jajan"^^^
"Emm, gue ga ada di rumah Yan"
"Lagi di rumah Kakek gue"
^^^"Oh gitu"^^^
^^^"Yaudah besok aja deh gue mainnya"^^^
"Okeyyy"
Aku kembali merebahkan tubuh, niatku ingin bermain ke rumah Iko menjadi urung. Mau bagaimana lagi, anak itu sedang di rumah kakeknya. Padahal aku hanya ingin keluar karena bosan di rumah dan ingin mencari jajanan, sekaligus melihat-lihat suasana baru di lingkungan ini. Pasti akan sangat enak sekali.
Ku lihat jam dinding yang ada di atas pintu kamar. Jarum jam nya menunjukkan angka delapan lebih tiga puluh menit. Aku bangkit dari tempat tidur dan menuju ke meja belajar, ku keluarkan sebuah buku bersampul merah dengan sebuah nama yang terletak di pojok bawahnya. 'Eiko Bagus Baskara'. Aku membuka satu persatu lembar buku itu dan mulai mencatat hal-hal yang penting. Iko mungkin memang anak yang rajin, dari tulisan dan kelengkapan catatan nya saja bisa ku pahami dengan jelas. Aku bahkan tidak menyangka kalau tulisannya bisa serapi dan sebagus ini.
Sembari menulis, aku cukup bertanya serta kebingungan, mengapa ayah dan ibu belum juga pulang. Padahal perutku sudah keroncongan menunggu ibu pulang dan masak dari sore tadi. Apa mungkin mereka ada lembur kah, tapi tidak mungkin jika waktunya bersamaan sedangkan perusahaan tempat mereka saja berbeda. Lagipula, mengapa mereka tidak memberikan kabar dulu padaku kalau ingin pulang selarut ini.
Tak lama, akhirnya dengan keadaan yang setengah sadar karena kelelahan setelah menulis, perlahan pandangan ku gabur sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya semua nampak hitam pekat. Aku melayang di ruang mimpi dan alam bawah sadar ku. Aku tertidur pulas dengan keadaan masih duduk di meja belajar dan dengan perut yang kosong melompong.
.
.
.
Paginya.
Aku sudah rajin dan rapi memakai baju seragam pramuka. Beberapa badge seperti nama Ambalan sekolah dulu dan beberapa TKK masih terpasang karena aku belum sempat mencopot nya. Aku berjalan ke arah motor sambil sesekali menengok ibu yang sedang menyiram bunga di teras.
"Mau berangkat nak?" Ia bertanya tanpa menoleh ke arahku.
"Iya Buu" aku menjawab se sopan mungkin, tentunya karena ia adalah wanitaku.
"Yaudah hati-hati ya Yan" ia tersenyum ke arahku. Tadi pagi buta aku sempat bertanya padanya mengapa ia pulang larut, ternyata mobil yang ia bawa mogok di jalan. Aku sedikit geram karena ibuku tidak memberi kabar padaku saat ia kesusahan, katanya ia tak ingin merepotkan ku yang sedang beristirahat setelah seharian sekolah.
Aku berjalan ke arahnya dan menyalimi tangannya. "Kalau ada apa-apa kabarin Iyan bu, jangan begitu lagi yaa? Apalagi pulang nya sampai pagi buta" ucapku sendu dan sedikit memelas. Jujur aku sangat tak tega pada ibu, mengapa juga ia harus kekeuh ikut banting tulang pergi bekerja.
Ibu hanya tersenyum sekilas. "Harusnya ibu yang minta maaf nak karena gara-gara ibu kamu ga sempet makan malam" pandangannya berubah menjadi sendu.
Aku tak kuasa melihat tatapan ibu yang begitu akhirnya aku mencoba mengganti topik lain. "Ah gapapa bu, udah biasa. Eh btw ayah belum juga pulang bu? Tumben" aku menangkap raut wajah ibu yang tak biasa. Ia terlihat sedikit kaget, bahkan ada raut bingung yang ia tampakkan.
Pertanyaan ku, mengapa ia terlihat begitu?
"Ah ayah, katanya dia menginap di kantor Yan. Ada deadline yang harusnya selesai hari ini. Makanya ayah gak pulang dan ijin sama ibu tuh tadi malem" ucapnya di sertai senyum manis yang ia punya.
Aku mengangguk memahami, ternyata benar kalau ayah itu lembur bahkan sampai tidak pulang ke rumah. Sungguh, aku sangat kagum pada lelaki yang ku anggap sebagai pegangan hidupku itu.
Akhirnya setelah berpamitan pada ibu, aku berangkat menuju sekolah menggunakan motor ungu kesayangan ku itu. Aku sengaja datang lebih awal ke sekolahan karena akan mampir ke sebuah tempat di sana. Aku harap waktu yang ku punya ini cukup untukku mendapatkan media yang aku inginkan.
Dua puluh menit setelah memacu kuda besi, akhirnya aku memasuki area parkir sekolah yang masih kosong hanya ada motorku dan satu motor lagi entah milik siapa. Aku memarkirkan motor di sebelah motor matic berwarna hitam itu. Aku rasa ini milik penjaga sekolah kalau tidak paling milik siswa lainnya.
Karena tak mau membuang waktu lagi, akhirnya aku berjalan mencari tempat yang akan aku datangi. Aku berjalan menuju aula sekolah, namun bukan tempat itu yang akan aku tuju. Melainkan ruang di sebelahnya lagi, dimana banyak sekali buku bertumpuk disana.
Aku membuka pintu bertuliskan 'PERPUSTAKAAN' itu. Awalnya aku kira pintu ini terkunci, namun setelah ku dorong sedikit keras ternyata pintunya bisa terbuka lebar. Nampak dari mataku ada lima lemari yang berbaris rapi di tengah ruangan. Aku mulai masuk ke dalam setelah mencari saklar lampu dan menyalakannya untuk mempermudah pandangan.
Aku sedikit terkejut, ternyata ruangan ini sedikit kotor dan bau tengik. Apa mungkin tempat ini sangat jarang di jajah para murid sampai terlihat seperti tidak terurus. Kalau memang iya sungguh memalukan, padahal tempat inilah yang bisa mereka andalkan jika pengetahuan mereka kurang.
Aku menutup hidung karena bau ruangan ini, ku ambil beberapa buku setelah ku lihat sampul nya, perlu ku kibas dulu sebentar karena hampir semua buku di sini terlihat usang dang berdebu. Dugaan ku, pihak sekolah sudah tak menghiraukan ruangan ini sampai-sampai bisa di bilang kalau perpustakaan ini sama hal nya dengan ruangan sanggar seni. Terbengkalai!.
Hanya buku materi kelas 11 saja yang ku ambil sebagai bahan aku belajar nanti. Mau bagaimana pun, materi yang harus ku pahami pastinya sangatlah banyak dan berbeda di sini. Serta, buku catatan Iko saja tidak cukup untuk ku tinjau. Apalagi itu hanya satu mapel saja.
Beberapa menit memilah, aku sudah membopong tiga buku tebal di tanganku, kurasa ini sudah cukup sebagai bahan acuan belajar. Meski sedikit kesal karena bau ruangan akhirnya aku keluar dari sana dan berjalan menuju kelas setelah memasukkan buku-buku ini, tak lupa juga aku menutup kembali pintu berderit itu. Akhirnya aku bisa menghirup nafas lega.
Kelasku tinggal beberapa langkah lagi, aku hanya perlu melewati tiga kelas yang berjejer dimana ada tangga menuju kelas lantai dua juga. Tapi kelasku tidak di lantai dua, hanya saja terletak di paling pojok sendiri dan sangat dekat dengan kantin.
Aku berjalan melewati anak tangga yang menuju lantai dua tersebut, namun setelah beberapa langkah dari anak tangga sebuah suara nyaring memekik keras membuaku terkejut dan penasaran. Aku menghentikan langkahku dan berbalik badan mencari sumber suara.
"Aaaaaaa....."
"Suara siapa tuh?" Aku mengedarkan pandang, suasana masih sepi karena tidak ada siapapun yang bisa ku lihat selain kelas dan bangku yang berjejer. Apa suara itu berasal dari kelas lantai dua?
Hingga kemudian, tak lama seseorang berlari menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Muka dan penampilannya yang mencolok bisa aku pastikan itu adalah teman sekelas ku. Aku mengernyit, bukankah suara tadi berasal dari lantai dua? Lalu mengapa dia berlari tunggang langgang begitu. Dan, kenapa ia berlari sambil menutup hidungnya?
Aku melotot melihat orang itu berlalu secepat kilat tanpa memperdulikan ku yang sudah ia tatap beberapa detik lalu, pandangan kami sempat bertemu. Ia berlari menuju gerbang sekolah, mau kemana dia? Apa dia kabur dari sesuatu kah. Aku berniat sekali untuk mengejarnya namun ada sesuatu yang menahan ku. Entahlah, hatiku tak merasa kalau aku harus melakukan itu. Aku tidak harus mengejar anak tersebut.
Perasaanku menjadi tidak enak hingga akhirnya lagi-lagi suara itu kembali bergema dengan sangat jelas, bahkan dadaku sampai bergetar ketika mendengar nya.
"TOLOOONGG"
Benar, suara itu berasal dari lantai dua. Aku langsung saja berlari menaiki tangga karena aku penasaran siapa yang berteriak meminta tolong sepagi ini. Apa yang orang itu butuhkan hingga ia berteriak histeris seperti itu. Apakah ia butuh bantuan, atau ia dalam kesulitan.
Sesampainya aku di atas dengan terengah-engah, aku menoleh ke kanan dimana tak jauh dari sana seorang perempuan dengan rambut yang terurai sedang duduk di lantai dan memeluk lututnya sendiri. Aku berlari ke arahnya secepat mungkin, namun semakin dekat dengan perempuan itu tiba-tiba bau busuk seperti bangkai tercium kuat dan sedikit mengganggu pernafasan ku. Aku berusaha tak menghiraukannya karena keadaan perempuan ini jauh lebih penting bagiku.
"Heh lo kenapa?" Tanyaku panik setelah menepuk pundak perempuan ini sambil berjongkok, nampaknya ia sedang sangat ketakutan pada sesuatu.
Tanpa adanya jawaban, tiba-tiba saja tubuhku ia sergap dengan kuat hingga aku jatuh terduduk dengan ia yang memelukku dengan erat. Mukanya ia sembunyikan di kerah baju pramuka yang ku pakai. Dan, apa ini? Ia menangis? Apa dia ketakutan?
"Hei lo kenapa?" Tanyaku panik, aku sebenarnya risih karena tak pernah dipeluk begini. Apalagi oleh seorang wanita yang tak ku kenal.
Ia menengok wajahku hingga pandangan kami bertemu, matanya merah padam dengan kondisi rambut yang acak-acakan. Ingusnya keluar dari hidung yang menunjukkan kalau ia benar-benar tidak baik-baik saja.
"Eve, dia- dia MATII DI SANAA!!!" Ia teriak sambil menunjuk ruang kelas yang pintunya sudah terbuka. Suaranya terdengar putus-putus, menurut ku suaranya hilang karena sudah habis ia gunakan untuk berteriak dan menangis.
Aku mengerjap cepat karena tak mengerti yang ia ucapkan. Meski begitu, hatiku sedikit ngilu mendengar kalimat tadi karena sungguh perasaan ku menjadi benar-benar tak enak.
Akhirnya dengan paksaan, aku melepaskan pelukan perempuan mungil ini dan berniat masuk ke dalam kelas untuk mengetahui apa penyebab ia menangis sampai begitu. Perempuan berbadan kecil ini meraung-raung kencang sambil memeluk lutut nya lagi sama seperti yang ia lakukan sebelumnya.
Aku berhenti menghiraukannya, kini aku sudah melangkah masuk ke dalam kelas yang sedikit remang-remang pencahayaannya. Bau busuk yang tadi sempat ku hirup kini menjadi semakin kuat setelah aku memasuki kelas ini
"Bau apa sih ini?"
Aku mengedarkan pandangan untuk mencari saklar, sambil menutup hidung karena tak tahan dengan baunya. Ku tekan saklar berwarna putih setelah ku temukan ia berada dekat sekali dengan pintu. Lampu pun menyala dengan cepat membuat ku langsung dapat menangkap apapun yang ada di ruangan itu.
Dadaku berdebar dengan sangat kuat sampai aku sendiri bisa mendengar debarannya, ada rasa takut, merinding, kasihan sekaligus iba yang bercampur menjadi satu. Lihatlah, di salah satu bangku yang terletak di pojok aku bisa melihat sesosok badan yang tengah duduk dengan badan bagian dada yang ia tidurkan di meja. Kedua tangannya ia luruskan dengan posisi kepala menghadap ke kiri. Dengan jelas aku bisa melihatnya dari kejauhan.
Aku memberanikan diri untuk mendekat ke arahnya, meski bau ini masih saja mengganggu ku. Badanku gemetaran hebat melihat ini semua, kulitnya terlihat sangat pucat dan kekuningan. Mata yang ia tampilkan hanya menyisakan putihnya saja dengan mulut yang ia buka lebar. Dan yang lebih membuat ku merinding setelah ku perhatikan, perempuan ini adalah perempuan yang kemarin aku lihat. Dia adalah perempuan yang masuk ke dalam ruang Sanggar Seni kemarin siang.
Aku tak yakin bahwa itu adalah dia, namun setelah ku perhatikan itu memang dia. Lihatlah, ia meninggal dengan menyunggingkan senyumnya, persis seperti yang kemarin ia lakukan padaku. Aku melongo hingga akhirnya aku lunglai dan terjatuh.
Aku tersungkur menabrak kursi karena begitu takut dan merinding, sekujur tubuhku terasa panas dingin bahkan mau pingsan rasanya karena lemas. Sampai sesuatu mengalihkan fokusku. Tanpa sengaja ku lihat tangan mayat perempuan ini karena terselip sebuah kertas di sana,aku cukup penasaran.
Hingga beberapa detik kemudian beberapa orang muncul dari luar, kurang lebih ada enam orang yang masuk ke dalam kelas dengan nafas ter engah-engah. Dan, dua di antaranya bisa aku kenali dengan baik siapa mereka.
"Iyann??" Salah satunya memanggil namaku. Ia langsung berlari ke arahku dan merangkul keluar. Sedangkan kelima orang lainnya malah mual-mual di dalam sambil mengamati mayat perempuan itu. Namun karena tubuhku yang sudah begitu lemas, akhirnya aku kembali tersungkur pingsan dengan rangkulan Iko yang masih ku gunakan.
...Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
🌺Mamie Ericka🌺
Ini ceritanya berlanjut kan? Kalau boleh kasih saran sedikit, sebaiknya bab diakhiri dengan kata Bersambung aja yah.. Jangan End, kata End sendiri itu mengartikan bahwa cerita tersebut sudah tamat atau selesai. Biar pembaca tidak bingung.
Kecuali jika tiap bab memiliki jalan cerita yang berbeda, tidak masalah. Semangat nulis yaaa, Fhigthing! /Determined//Determined/
2024-01-29
3
A. Nusantari
keren keren ... semangat updateny thorr
2024-01-24
2