Bab 5

Novia melirik  jam tangan lalu ke arah Aruni yang sudah hampir setengah jam berpangku tangan dengan tatapan kosong. Jam sudah menunjukkan pukul 19.00 harusnya mereka sudah tutup toko. Namun,  pemilik toko malah asyik bengong.

“Bos, mau buka 24 jam?” tanya Banyu, membuyarkan lamunan Aruni.

Novia menunjuk jam ditangannya. “Kita belum pembukuan, nyonya.”

“Ya udah pembukuan deh, Bay tolong tutup saja pintu takut ada yang datang lagi,” pinta Aruni. Bayu mengangkat jempol, dan segera menutup pintu besi.

Mereka bertiga langsung duduk menghitung pendapatan dan pengeluaran hari itu. Namun, lagi-lagi Aruni bengong.

“Uni, lo kenapa sih bengong mulu dari tadi?” Novia menutup buku batik ukuran folio.

“Seminggu lagi kan gue mau nikah, kita pesta yuk. Anggap saja ini acara bridal shower.” Aruni menatapa Bayu sama Novia.

“Nggak besok kerja, capek.” Novia menolak.

“Gue liburkan, ya,ya,” bujuk Aruni.

Novia menatap Bayu. “Oke deh, nggak apa-apa. Kasihan kan sebentar lagi kan dia nggak akan bebas.”

“Ok, kita cari makanan dulu yuk.”

Aruni dan Novia  mencari makanan di mini market terdekat. Dia mengisi keranjang belanjaannya penuh, dia ingin pesta sampai subuh. Kalau perlu pagi sampai malam lagi.

Aruni mengeluarkan ponsel lalu izin kepada mamanya kalau malam ini tidak pulang. Dia beralasan mau menginap ke rumah Novia.

“Uni, itu kan Mas Panji,” Novia menunjuk ke kaca.

“Mana?” Aruni mengarahkan tatapanya ke kaca, dia menarik tangan Novia agar tidak  terus menunjuk takut ketahuan kalau mereka sedang memperhatikan mereka.

“Cantik ya ceweknya,” Aruni memajukan wajahnya agar melihat lebih jelas melihat Desti.

“Heem, lo tahu kan alasan dia menolak perjodohan sama lo. Karena lo kalah cantik sama dia,” ejek Novia.

“Kurang ajar lo ya!” Aruni menabok pundak Novia sampai dia nyengir karena sakit.

Panji berhenti mendadak saat melihat Aruni di depan kasir.

“Mas Panji,” sapa Novia.

“Iya,” jawab Panji dengan wajah datarnya.

“Kalian kenal?” Desti menunjuk ke arah Panji lalu Novia.

“Iya mbak, kita yang kerja di toko ATK dekat balai desa,” jelas Novia.

“Oh.”

“Jangan cemburu mbak, kita hanya sebatas kenal kok,” Novia meringis takut ada kesalahpahaman.

“Ayo.” Aruni menggandeng tangan Novia setelah selesai membayar.

“Kita permisi dulu ya mbak, mas,” pamit Novia. Yang mendapat jawaban anggukan dari Panji dan Desti.

“Uni, lo kok nggak menyapa Mas Panji,” bisik Novia.

“Memangnya gue kenal sama dia?” ucap Aruni tepat saat melewati Panji.

Seperti yang dikatakan Panji di perjanjian, kalau tak perlu menyapa saat di luar. Anggap saja mereka tidak pernah kenal.

Bibir Panji menyeringai, dia senang kerja sama dengan Aruni. Dia langsung paham dengan penjelasannya.

*****

Aruni mendorong pintu, lalu membiarkan Novia yang membawa dua kantong plastik masuk lebih dulu.

“Uni, Mas Panji kan calon suami lo. Bisa-bisanya lo bilang nggak kenal sama dia?” celoteh Novia.

Aruni tidak menjawab, dia sibuk mengeluarkan isi kantong plastik yaitu beberapa teh dengan merek yang berbeda, fanta, cola dan cemilan.

“Gue pikir minuman yang agak pahit, manis semua ternyata.” Bayu mengambil botol teh memutar-mutar membaca tulisan yang tertera di botol.

“Ini agak pahit, lo nggak bisa baca.” Aruni menunjukkan tulisan less sugar di botol.

“Susah ngobrol sama anak lugu.” Bayu duduk beanbag warna abu-abu.

“Lo mau di gorok sama nyokap, bokap kalau ketahuan minum begituan!” hardik Aruni. Bayu merenges.

Aruni membuat tiga lantai di bangunan tokonya. Lantai satu toko, lantai dua ada tiga kamar, satu kamar mandi, dan ruang untuk mereka meeting. Dan untuk lantai tiga tempat nongkrong.

“Uni, lo yakin mau menerima perjodohan ini. Apa lo nggak sakit hati?” Novia kembali ke topik perjodohan Aruni dan Panji.

“Sebenarnya gue nggak menerima, tapi keadaan yang buat gue sama dia tidak bisa menolak,” ucapnya dengan dengusan yang keras.

“Apa lo baik-baik aja nantinya, kalau Mas Panji tetap berhubungan sama Desti?”

“Tenang, gue sama dia hanya nikah kontrak. Dan akan berakhir dalam setahun.”

Minuman yang ada di mulut Novia menyembut keluar karena kaget. “Nikah Kontrak!”

“Gue nggak salah dengar kan Uni?” Bayu meluruskan duduknya.

“Nggak, karena kita tidak bisa menolak jadi kita rancang saja kontrak.”

“Aruni, pernikahan itu sakral loh. Kenapa lo buat main-main?” Novia tidak setuju dengan nikah kontrak yang dijalani Aruni.

“Benar kata Novia, dalam pernikahan ini lo nanti yang bakal dirugikan,” ujar Bayu.

“Tenang, dalam perjanjian sudah adil kok. Kita tetap menjadi orang asing, menjalani hidup masing-masing. Hanya saja status ktp yang berbeda.”

“Maksud lo?” Novia tidak mengerti.

“Kalian bakalan hidup beda rumah?” Bayu mengernyitkan kening.

“Sepertinya tidak, hanya beda tempat tidur saja. Dan kita tidak saling melayani.”

“Wah, gila,” Novia menggelengkan kepala.

“Kalian jangan kasih tahu mama sama papa gue.” Aruni mengingatkan kepada teman-temannya agar mereka bungkam.

“Siap, apa pun keputusan lo. Kita bakalan dukung, selama masih positif dan baik untuk lo. Ya nggak Nov?” Bayu menatap Novia.

“Iya, sabar ya.” Novia mengusap lengan Aruni.

“Udah jangan dibahas lagi, malam ini gue mau senang-senang.” Aruni membuka cola lalu mengajak tos Bayu dan Novia.

Malam ini seperti malam-malam terakhir status dirinya lajang. Meskipun nikah kontrak dia tetap saja terikat, harus hati-hati melakukan sesuatu.

Aruni menaiki tangga menuju ke lantai tiga, dia ingin menenangkan pikirannya. Melihat cincin yang masih melingkar di tangan, mendadak kesal.

“Kenapa lo harus terlahir sebagai laki-laki sih, kan jadinya gue repot.” Aruni memutar cincin agar terlepas.

Namun, cincin itu sangat pas lebih tepatnya agak sempit karena tidak bisa dia lepaskan. Beberapa kali dia berusaha memutarnya tapi tak bisa keluar.

“Mama pinter banget sih mengukurnya, tahu saja anaknya suka berulah,” dengus Aruni.

“Jangan-jangan itu sebagai tanda Uni,” kata Novia.

Aruni menoleh. “Tanda apa?”

“Tanda kalau kalian itu bakalan berjodoh.”

“Nggak usah ngaco, besok gue kasih air sabun juga bakalan bisa dicopot,” katanya dengan berpikir realistis.

Aruni tidak mempercayai sesuatu yang bersifat tahayul. Dia selalu menggunakan logika-logika, sehingga tidak terpengaruh dengan hal-hal seperti itu.

“Uni, lo percaya nggak kalau perempuan dan laki-laki yang tidak kenal bisa saling suka kalau terus bersama. Seperti peribahasa jawa witing tresna jalaran saka kulina?”

“Fifty-fifty,” jawabnya santai.

“Alasanya?”

“Kalau jodoh bakalan jadi, kalau nggak jodoh bakalan selesai.” Aruni selalu memberikan jawaban realistis, dia tidak menyangkal jika hal itu bakalan terjadi. Atas kehendak Yang Maha Kuasa.

“Begitu juga sama pernikahan lo sama Mas Panji.”

“Tapi kalau ini gue sudah pastikan 100% tidak berjodoh,” ucap Aruni dengan keyakinan  penuh.

“Lo bisa seyakin itu?”

“Karena gue berada di jalan yang salah. Gue telah merampas kebahagiaan orang lain.”

Aruni sadar pernihakan yang dia jalan itu berada di atas penderitaan seorang perempuan lain. Pasti dia sekarang sedang sedih, mungkin saja mengumpat, memaki mendoakan hal buruk untuk dirinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!