Bab 2

Ujung bibir Aruni tertarik lebar, melihat dua karyawannya yang menatap dirinya dengan tatapan tajam. Dia menyadari kalau dirinya salah, sudah terlambat selama setengah jam.

“Nggak usah manyun gitu, baru juga setengah jam.” Aruni membuka kunci gerbang toko miliknya.

Aruni membuka toko milik neneknya yang sudah tutup semenjak meninggal dunia. Aruni tidak mau menyia-nyiakan aset yang sudah ada. Sehingga dia menghidupkannya dengan versi yang lebih modern.

“Gimana mau sukses, datang aja molor.” Bayu mendorong pintu bagar besi berwarna biru.

“Lihat ini make up gue luntur.” Novia memutar wajah dengan jari telunjuknya.

“Maaf, mama gue ini pagi-pagi ceramah,” jawabnya sembari membalik tulisan close menjadi open.

Bayu dan Novia adalah karyawan yang juga merangkap sebagai sahabat Aruni. Mereka kenal semenjak kelas XI. Jadi mereka bicara santai selayaknya sahabat meskipun notabenenya Aruni adalah bos mereka.

“Menurut kalian kalau gue tiba-tiba menikah gimana?” tanya Aruni dengan santai.

“Apa?” Bayu yang sedang mengangkat kertas hvs, menjatuhkan begitu saja.

“Gue nggak salah dengar?” Novia membawa tumpukan kertas di etalase dekat Aruni berdiri.

“Kalian berdua nggak usah lebay deh, kan seandainya.” Aruni duduk menghidupkan dua komputer yang dia gunakan untuk mengedit, print dan lain-lain.

“Memangnya lo punya pacar?” Bayu kembali mengangkat kardus hvs yang sudah dia jatuhkan.

“Nggak ada,” jawabnya tanpa beban.

“Terus?” Novia penasaran, dia tahu sahabatnya itu selama ini jomlo. Dan memang susah untuk didekati cowok. Dia masih ingin bersenang-senang.

“Gue dijodohin.” Aruni menaruh tanganya di puncak kursi. Dia menatap kedua sahabatnya dengan wajah biasa saja. Tanpa beban sedikit pun, malah cengar-cengir.

“Lo terima?” Bayu mendekati Aruni.

“Nggak, makanya gue mau minta saran sama kalian. Cara untuk membatalkannya?”

“Tua ya cowoknya?” terka Novia.

“Bukan tua lagi keknya Nov, aki-aki bau tanah kayaknya,” ledek Bayu.

“Sembarangan kalian ya, cowoknya masih muda ganteng. Lo lihat pasti klepek-klepel,” papar Aruni.

 Novia mengerutkan keningnya. “Terus, kenapa lo tolak?”

“Nggak suka, masih belum kenal.”

Dengusan keluar dari Bayu dan Novian mendengar curhatan pagi ini. Mereka meninggalkan Aruni meneruskan aktivitasnya yang tertunda.

*****

Aruni menatap mesin foto kopi yang bekerja dengan gesit. Cahaya lampu scanner berkedip saat menyalin setiap detail kertas yang di masukan.

Meskipun tangannya sibuk memasukan kertas demi kertas tapi otaknya kembali tertuju dengan ucapan mamanya sebelum berangkat kerja.

“Heh! Malah melamun. Lihat noh banyak orang antre.” Bayu menepuk pundak Aruni sampai dia kaget.

 Aruni mengambil kertas hasil foto kopi, segera memberikan ke pelanggan. Hari ini pelanggan lumayan banyak, melebihi hari biasanya. Meskipun baru buka dalam satu bulan ini tetapi pelanggannya sudah banyak.

Aruni jongkok saat melihat cowok yang semalam dikenalkan oleh kedua orang tuanya. Lalu berjalan jongkok masuk ke gudang.

“Lo kenapa?” Novia ikut jongkok.

“Nov, lo layani pelanggan dulu,” bisik Aruni.

“Ada apa sih? Gue jadi takut?” Novia masih belum mau berdiri.

“Heh! Kalian pada ngapain. Itu pelanggan sudah banyak yang antre!” seru Bayu.

“Nov, lo layani dulu itu cowok yang pakai seragam. Kalau sudah selesai gue keluar,” pinta Aruni.

“OK.”

Setelah lima belas menit Panji selesai belanja, Aruni langsung keluar membantu Bayu dan Novia. Toko alat tulis Aruni memang strategis. Dekat dengan sekolahan, kantor Balai Desa dan tepi jalan raya. Ditambah itu toko ATK satu-satunya diareanya.

“Uni, kenapa lo ngumpet?” tanya Novia yang masih sibuk menghitung belanjaan.

“Cowok tadi yang bakalan dijodohin sama gue,” ucapnya tanpa memindahan pandanganya dari komputer.

“Heh! Mas Panji!” jerit Novia.

Aruni menaruh jari telunjuknya di bibir agar Novia menurunkan nada suaranya. Karena teriakannya itu sudah menyita perhatian para pelanggan yang datang.

“Lo harus cerita detail sama gue.”

*****

Aruni menaruh kepalanya di meja sebelum makanan yang di pesan datang. Dia mendadak pusing, orang yang dijodohkan ternyata perangkat desa yang dekat di tokonya.

“Beneran lo dijodohin sama Mas Panji?” tanya Bayu.

“Kalau Mas Panji memang ganteng. Kalau gue jadi lo nggak bakalan menolak. Tapi yang jadi masalah Mas Panji sudah punya pacar,” tandas Novia.

“Dan pacarnya itu anaknya Pak Lurah. Nggak main-mainkan,” imbuh Bayu.

Aruni melipat kedua tangannya di dada, memutar bola matanya untuk mendapatkan ide yang cemerlang untuk membatalkan perjodohan konyol orang tuanya itu.

“Gue nggak peduli dia pacarnya siapa, yang jadi masalahnya sekarang. Gimana caranya gue buat menolak. Kasihan kan gue kalau nantinya dituduh pelakor,” cicit Aruni.

“Baru denger ada orang cerita mengasihani dirinya sendiri karena jadi pelakor. Biasanya kasihan sama orang lain, yang jadi pacarnya, atau istrinya.” Bayu menggelengkan kepalanya. Memang selalu beda pemikiran sahabatnya yang satu ini.

“Ya kan gue nggak ada niatan buat jadi pelakor. Wajarlah gue mengasihi diri gue sendiri,” Aruni membela dirinya sendiri.

“Btw, lo kok bisa kenal dijodohkan sama Mas Panji?”

“Itu karena orang tua kita sahabatan. Alasanya dijodohkan karena sebatas janji mereka. Kalau anaknya beda jenis, mau dijodohin. Konyol nggak meraka?” ucap Aruni dengan dengusan yang keras.

“Emang diluar BMKG tante Tuti sama om Dwi, pantes turun ke anaknya.” Bayu tidak heran lagi kalau Aruni suka aneh, toh orang tuanya juga seperti itu.

“Atau gue minta di masukin lagi aja ya, biar gue bisa daftar jadi istri Rafathar atau Rayyanza.” Aruni menatap Bayu dan Novia sambil senyum-senyum.

“Tuh kan baru dibilangin sudah kumat.” Bayu menggelengkan kepala, sering kali mengelus dada gara-gara tingkahnya yang unik.

Novia menyenggol-nyenggol lengan Aruni, lalu menunjuk ke pintu masuk rumah makan. Segerombolan perangkat desa yang mulai antre memesan menu untuk makan siang.

“Ya Allah, gue baru saja menghindar kenapa harus ketemu lagi di sini.” Aruni menutup wajahnya dengan tangan kanannya.

Aruni mendadak mengibaskan rambut coklat sebahunya, bahkan dengan berani Aruni memandang cowok jangkung yang berekspresi datar saat diajak bicara temannya.

“Uni, lo punya berapa kepribadian sih. Bisa-bisanya lo sekarang kayak terbar pesona setelah tadi ngumpet-ngumpet.” Novia terheran-heran melihat perubahan sikap Aruni.

“Emang otaknya gesrek, Nov.”

Aruni mengangkat tangan setinggi dadanya. “Gue baru sadar, kemarin di pertemuan dia cuma datang kira-kira nggak lebih dari lima menit. Pastinya nggak kenal gue dong,” ucapnya sambil cengar-cengir.

Namun, dugaan Aruni salah Panji mengenali wajah cewek yang dibencinya dalam waktu sekejab.

“Sepertinya dia kenal sama lo, lihat tatapannya?” bisik Novia. Tatapan Panji tajam, sampai membuat Novia bergidik.

Aruni memalingkan pandangannya. “Sepertinya. Sudah yuk balik kerja.”

Aruni mencoba mengabaikan, dia mencoba untuk menjalani hidupnya seperti biasanya. Dia tidak mau terkecoh karena perasaan yang tidak pasti.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!