TPSP - Bab 05

Arshala mengetuk pintu kamar Nahed, pria itu sibuk dengan laptopnya. Sudah ada pekerjaan yang harus dia kerjakan, Arshala yang tak mendapat jawaban pun membuka pintu dengan celah kecil.

“Hm … apa boleh aku masuk?” tanya Arshala.

“Aku belum mau tidur, kamu lupa obrolan kita tadi. Aku masih kerja, jangan ganggu waktuku. Selagi Mama dan Papa masih di sini, kita tidak bisa pisah ranjang. Jadi, tunggu sampai aku selesai,” balas Nahed tatapannya masih di depan laptopnya.

Tanpa mereka sadari, Clara tak sengaja mendengar ucapan anaknya. Clara merasa kesal dengan ucapan pedas anaknya yang entah dari mana asalnya. Clara menerobos masuk, mengambil langkah besar memukuli bahu Nahed.

Nahed yang belum pernah mendapat pukulan sekencang ini mengaduh kesakitan. Arshala hanya menyaksikan dengan bibir yang terbuka, tak menyangka pandangan di depannya akan seperti ini.

“Pisah ranjang? Kamu ini kenapa Nahed? Siapa yang mengajarimu menjadi pria dingin tak berperasaan? Kalian sudah menikah, tidur harus bersama. Perkara melakukan hubungan layaknya suami istri atau tidak, itu urusan kalian. Bagaimana kalau keluarga Arshala tahu? Mereka pasti sedih,” ucap Clara dengan wejangan panjangnya.

“Nahed nggak mau satu ranjang dengannya. Biarkan saja dia tidur bersama bayi itu. Pernikahan ini memang khusus untuknya, kan?” balas Nahed.

Clara menekan dadanya yang terasa sesak, Nahed sontak meletakkan laptopnya di atas meja. Nahed menuntun mamanya untuk duduk terlebih dahulu. Arshala tidak tinggal diam, dia mengusap-usap punggung mertuanya.

Dengan keberanian dan kesempatan, Clara menarik kedua manusia itu. Tidak diragukan lagi akting Clara, dia menaruh tangan tersebut agar saling bertemu. Arshala merasakan kehangatan, padahal pria itu sangat ketus saat bicara.

“Kamu kalau mau Mama panjang umur, jangan terus-terus membantah. Benar, kalian menikah untuk anak yang belum kamu beri nama, Nahed. Akan lebih baik, kalian juga bisa membangun hubungan yang baik. Untuk kamu Nahed, pelan-pelan pasti kamu bisa menerima Arshala. Kata ibunya juga, Arshala belum pernah menjalin hubungan dengan pria selama ini, maklum jika tak memiliki pengalaman,” tutur Clara.

Nahed mendelik, telinganya seakan salah mendengar perkataan mamanya. “Dia tidak sepolos itu, Ma. Dia pernah …,” ucap Nahed menggantung kalimatnya.

“Pernah apa?” tanya Clara penasaran.

Saat ini, Arshala tertegun menanti kelanjutan perkataan Nahed yang membuatnya takut. “Pernah bilang kalau dia menyukai seorang pria. Iya, ‘kan?” jawab Nahed mencoba mencari alasan.

“Benar, Ma. Itu sudah sangat lama, cinta Arshala bertepuk sebelah tangan,” balas Arshala.

“Bagus kalau begitu. Ingat! Kalian berdua akan Mama pantau melalui bantuan Bi Isum. Kalian berbohong akan ada konsekuensinya, nggak ada drama pisah kamar maupun tidur di lantai. Nahed, jangan cengeng menangis sepanjang malam. Mama tahu kamu masih beduka, Mama juga sama. Mama yakin, Cilla tidak ingin kamu terpuruk terlalu lama,” kata Clara seraya meminta keduanya menuruti perintahnya.

...***...

Pagi itu, Arshala sudah menggendong bayi yang sudah dianggap anaknya sendiri. Untuk menarik perhatian Nahed, Arshala membawanya ke kamar. Dia tahu bahwa Nahed sama sekali tidak menginginkan anak perempuan ini. Namun, siapa yang ingin terlahir menjadi pria atau wanita?

Meskipun begitu, Nahed tetap menyangkal mengakui anaknya. Beralasan kelahirannya berdampak buruk bagi kehidupannya, dia harus kehilangan istri tercintanya.

“Kenapa kamu membawanya masuk? Keluarkan!” bentak Nahed sedang bersiap-siap hendak ke kantor.

“Kamu itu boleh kasar sama aku, tapi jangan sama anak kecil ini,” jawab Arshala kesal.

Bayi dalam gendongan Arshala itu pun menggeliat gelisah. “Aku mencintai ibunya, bukan menginginkan anaknya!,” bentak Nahed mulai mendengar tangisan bayinya, kemudian dia melewati Arshala.

“Aku akan membantumu agar diinginkan seorang Ayah, Nak. Aku sebagai Bunda dadakan akan memastikannya,” ucap Arshala meyakinkan diri.

Bayi itu menangis semakin kencang, Arshala mengingat ajaran ibunya. Saat dia meletakkan bayinya di atas kasur dan memeriksa sesuatu. Ternyata benar. dia menangis karena buang air besar.

“Aduh, ternyata beneran. Mari kita bersihkan di kamarmu, Nak.” Arshala kembali mengangkatnya untuk membersihkan kotorannnya.

“Kenapa menangis terus, Nak? Apa pupnya sakit? Apa aku kurang bersih membersihkannya?” gumam Arshala seperti mengajak bicara.

Arshala bingung, dia berjalan mencari keberadaan ibunya. “Ibu … bayinya nangis terus padahal sudah Arshala ganti. Coba Ibu periksa dulu, apa karena ada yang salah sama perutnya?” ucap Arshala yang khawatir.

Claudia berhasil menenangkan cucunya. “Memang tangan Ibu ajaib, kayaknya dia belum menemukan kenyamanan bersamaku, ya, Bu,” papar Arshala.

“Kuncinya tenang dan jangan panik. Kamu jadi hari ini keluar?” tanya Claudia.

“Tentu, Bu. Kalau bisa Arshala mau banget melemparkan uang itu ke mukanya yang jelek itu,” jawab Arshala.

“Bareng ayahmu saja, ya. Ibu mengkhawatirkan kamu,” tutur Claudia lirih.

“Ibu tenang saja, Arshala bisa mengatasinya. Ini berada di rumahnya, pria itu tidak akan berani macam-macam, Bu,” balas Arshala.

...***...

Clara sudah menyiapkan kebutuhan Arshala, bahkan dia meminta Cely untuk mengantarkannya. Beruntungnya memiliki mertua yang sangat baik dan terbuka. Arshala tak bisa menolak, paksaan yang harus dihargai.

Sore ini, kedua pasangan orang tua itu akan kembali ke rumah masing-masing. Kesempatan Arshala keluar bebas. Dia sangat mengingat tempat di mana ibunya bekerja.

“Aku tunggu sini saja, Kak. Berani, ‘kan?” tanya Cely.

“Seharusnya kamu nggak perlu repot, kalau mau duluan gak papa, Cely,” sahut Arshala.

“Sebenarnya aku paling malas menunggu, hubungi saja nomorku. Kak Arsha sudah simpan, ‘kan?” balas Cely.

Arshala mengangguk, akhirnya mereka berpisah. Matanya mengedarkan pandangan, bersiap untuk mengontrol dirinya. Ketukan pintu beberapa kali dia lancarkan. Tepat sekali, Jamel yang membuka pintu.

Senyuman menyeramkan bak iblis, Arshala sangat mengingatnya jelas. Jamel menoleh ke belakang, menurutnya aman saja.

“Baru beberapa hari tidak bertemu, sudah mengunjungiku saja, sayang,” ucapnya percaya diri.

“Ingat umur, Pak. Saya ke sini bukannya ingin, tapi keharusan yang harus segera diselesaikan,” celetuk Arshala.

Dia pun masuk, mereka duduk di ruang tamu. Arshala tidak ingin basa-basi, Arshala memberikan kotak yang berisi uang ke arah Jamel.

“Saya melunasinya, sekarang semuanya selesai. Ibu dan Ayah saya juga tidak akan bekerja dengan Bapak. Selain itu, saya tidak akan ikhlas atas perbuatan keji kemarin. Semoga keluarga anda bisa merasakan hal yang sama sakitnya.” Arshala hendak beranjak pergi setelah mengatakan itu.

Tiba-tiba saja seorang pria yang kemungkinan anak Jamel berpamitan. Wajahnya yang tidak terlalu jelas Arshala lihat, namun cukup menarik untuknya.

“Saya juga pamit, terima kasih atas pinjamannya.” Arshala sudah berada di halaman rumah.

Dia menoleh ke rumah besar itu. “Suamiku pasti tidak peduli. Ini akan menjadi permainan yang seru kalau aku membalikkan kepedihan pada pria tua itu,” gumam Arshala sambil tersenyum miring.

...-------------...

Mohon dukungannya dengan memberi like, komentar, vote, subscribe, dan beri ulasan💜

^^^Salam Hangat^^^

^^^-Cacctuisie-^^^

Terpopuler

Comments

R.F

R.F

2like hadir semangat kak
mampir y

2024-01-11

0

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

1 iklan dulu ya thor

2024-01-05

0

虞书欣 Vííҽ🦂

虞书欣 Vííҽ🦂

mantappp baguus😁

2024-01-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!