TPSP - Bab 02

Arshala berjalan tengah malam dengan rambut terurai tanpa alas kaki. Hatinya yang hancur bersamaan hilangnya bagian hidup yang selalu terjaga. Air mata sudah tidak bisa lagi keluar, lukanya sudah menghalanginya.

Mata bengkak dan sembab, jalanan yang sudah sepi. Kakinya sudah lecet-lecet akibat terlalu lama berjalan. Tempat yang sudah dituju di depan mata, Arshala memejamkan matanya. Tangannya telentang, dinginnya malam ini akan menjadi kisah tragis untuknya.

Sedikit lagi, dia akan menjatuhkan dirinya di atas jembatan. Tiba-tiba saja, wajah sang ibu yang selalu memberinya semangat kala dunianya sedang tidak baik-baik saja terlintas dalam pikirannya. 

“Apa balasan paling tepat untuk pria tua itu? Kenapa aku yang harus menyerah? Ibu, aku harus bagaimana?” Audra meringkuk, pening rasa kepalanya seakan-akan sudah penuh muatannya.

“Tidak, aku tidak boleh meninggal seperti ini. Aku akan membalaskannya, meskipun aku harus membayar hutang kedua orang tuaku dengan nyawa. Aku akan membebaskan diriku yang selama ini sudah aku tahan lama,” ucap Arshala membulatkan tekadnya, tangannya terkepal kuat.

Arshala tidak tahu harus ke mana kelanjutan langkahnya. Tiada ojek maupun taksi yang melintas, kebetulan setelah kebejatan pria itu, dia memberi ongkos Arshala untuk pulang.

Tidak, dia tidak akan pulang tanpa melepaskan bebannya. Dia mengingat perkataan sahabatnya, ada suatu tempat yang harus dikunjungi. Sayang sekali, Arshala tidak membawa ponselnya.

Hampir 1 jam berlalu menunggu, akhirnya ada taksi yang melintas dengan kecepatan kencang. Arshala seperti menantang maut, melambaikan tangan sekuatnya. Sopir taksi tersebut menginjak pedal rem mendadak. Arshala berhasil mendapatkannya dengan berbagai negosiasi.

Tibanya di tempat tersebut, Arshala merasa ragu. “Ini hanya sekali, lepaskan semuanya di sini.” Arshala mulai masuk.

Suara dentuman hebat di dalam sana, Arshala baru saja memasukinya sudah menutup telinga. Butuh waktu untuknya bisa berbaur dengan suasananya. Ada beberapa pria yang menawarkan minuman untuk, Arshala yang masih waras pun menolak.

Dia hanya ingin menikmati musik keras itu, semua orang menggerakkan badannya mengikuti irama. Arshala hanya ikut-ikut saja, ada benarnya kata sahabatnya. Akan tetapi, pandangannya terganggu dengan pria yang menarik paksa seorang wanita.

Arshala masih memiliki keberanian, dia menyeka tangan pria yang tak dia kenal itu. Sang pria langsung menoleh, memberi tatapan sinis, dan menepis tangan Arshala.

“Lepaskan dia! Jangan kasar dengan wanita, bicara baik-baik!” ucap Arshala mengeraskan suaranya agar terdengar.

Pria itu tak mendengarkan ucapan Arshala, tetap menarik wanita itu keluar dari sana. Arshala tidak tinggal diam, dalam benaknya hanyalah ketakutan apabila ada wanita lain yang akan sama bernasib miris dengannya. 

Tanpa segan, Arshala menahan lengan pria itu. “Kamu mengenalnya?” tanya pria itu pada wanita yang digenggamannya.

Wanita itu menggelengkan kepalanya. “Jangan ikut campur urusan saya.” Pria itu tetap melangkah.

Emosi Arshala mencuat saat mendengar wanita itu minta dilepaskan. Arshala maju dan menamparnya, meskipun Arshala tak mengenalnya. Kejadian yang menimpanya sangat berpengaruh untuk Arshala.

“Kenapa kamu menamparnya?” ujar wanita itu.

“Dia memaksamu, kamu harus meminta pertolongan. Jangan sampai pria semacam dia merenggut apa yang seharusnya tidak kamu berikan,” balas Arshala.

“Dia Kakakku, dia melarangku bermain di dalam sana. Aku masih belum puas, makanya dia menyeretku,” jelas wanita itu, sontak Arshala terdiam tanpa kata.

Ponsel pria itu berdering, dia meninggalkan Arshala dan adiknya berdua. Tidak berlama-lama dia menerima panggilan singkat, namun bahasanya sangat berat.

“Kita harus cepat ke sana, Cely,” ucapnya terburu-buru.

Wanita itu terpaksa ikut, Arshala hanya bisa mengedipkan matanya berkali-kali. Dia menyesali perbuatannya tanpa bertanya. Niatnya hanya untuk membantu saja, bukan mencampuri permasalahan keluarga orang.

...***...

Dua hari berlalu, Arshala bolos kuliahnya. Pesan dan panggilan dari kedua sahabatnya tak dihiraukannya. Arshala sibuk dengan dirinya sendiri. Menyembuhkan luka hatinya sangatlah sulit, bahkan ayahnya yang katanya memberikan izin pria bejat itu belum menghubunginya.

Arshala tidak butuh penjelasan, tapi setidaknya kepedulian serta tanyakan keadaannya sudah membuat Arshala sedikit merasakan kelegaan. 

“Baiklah, aku sudah putuskan ini. Aku berjanji tidak akan menyesal, ini yang terbaik untukku. Aku tidak ingin mereka kesulitan selalu, aku akan bekerja penuh untuk membayarkan hutang tersebut,” ucap Arshala mantap dengan keinginannya.

Arshala berkemas, dia akan pulang ke rumahnya. Keputusannya sudah bulat, dia tidak bisa melanjutkan kuliahnya. Meskipun, langkahnya berat untuk melepas impiannya. Lulusan sarjana memang akan menjadi kebanggan tersendiri untuk setiap orang.

Jarak rumahnya dari kosan hanya memakan waktu 5 jam. Arshala memesan jasa mobil yang sering mengantar penumpang ke tempatnya. Dia sudah menghubungi ibunya, namun tidak ada balasan sama sekali.

Menjelang malam, Arshala sudah di depan rumah yang sangat sepi. Berkali-kali dia mengetuk pintu, tiada tanda-tanda ibu maupun ayahnya membukanya. 

“Ini pada ke mana? Masa iya sudah tidur?” gumam Arshala.

Arshala menunggu, ada seorang tetangga yang melintas. Wanita paruh baya itu mengatakan bahwa sudah dua hari ini tidak melihat kedua orang tuanya. Tidak ada yang tahu mengenai kepergian mereka, Arshala langsung cemas.

“Apa ini ada kaitannya dengan pria jahat itu? Apa maunya?” rintih Arshala, berkutat dengan ponselnya mencari nama-nama yang bisa dihubungi.

Dua tampak berjalan dari kejauhan, Arshala menyipitkan matanya karena sedikit gelap. Benar saja, kedua orang tuanya datang membawa dua tas ukuran sedang. Ibunya mengambil langkah besar, memeluk erat Arshala.

Kedua mata sembab, Arshala masih bingung dengan keduanya. Pelukan hangat seorang ibu memanglah dibutuhkan Arshala saat ini. Memandang ayahnya dengan sorot wajah kecewa. 

Mereka memasuki rumah tersebut, tanpa basa basi yang panjang. Kedua orang tuanya mendudukkan Arshala. Ibunya membawakan minum untuknya yang datang-datang jauh.

“Ada apa sebenarnya Bu, Pak?” tanya Arshala.

“Sebelumnya, Ibu mau minta maaf, Nak. Ibu benar-benar tidak tahu kemalangan yang menimpamu. Ayahmu bodoh, menyerahkan anaknya hanya untuk mendapat keringanan mengenai hutang kita.” Claudia tertunduk lemah.

“Mungkin ini proses untuk menguatkan mental Arshala yang lemah. Orang susah memang selalu diinjak. Berapa jumlahnya, Yah? Seberapa banyak?” tanya Arshala lagi.

“Jumlahnya 150 juta, Nak. Ayah tidak berdaya, kita sangat membutuhkannya kala itu. Hanya Pak Jamel yang bisa membantu kita,” jawab Juno, ayah Arshala.

“Sebanyak itu untuk apa, Yah?!” sahut Arshala terkejut dengan angkanya

“Ceritanya panjang, Nak. Kecelakaan yang menimpa saudara kita yang mengharuskan operasi secara tiba-tiba. Ayah bingung memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang sebanyak itu. Kamu tahu, pekerjaan Ayah hanya sebagai tukang kebun,” balas Juno menceritakan singkatnya.

“Ayah dan Ibu memiliki pilihan agar kita terbebas dari permasalahan ini. Apa kamu bisa memenuhinya?” lanjut Juno yang terlihat frustasi.

“Jangan bilang aku harus menjadi istri keempat pria itu?” tukas Arshala curiga memperhatikan gerak-gerik kedua orang tuanya ada kesedihan bercampur dengan kekhawatiran.

...----------------...

Mohon dukungannya dengan memberi like, komentar, vote, subscribe, dan beri ulasan💜

^^^Salam Hangat^^^

^^^-Cacctuisie-^^^

Terpopuler

Comments

roserossie

roserossie

jangan sampe Arshala jadi istri keempat

2024-01-10

2

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

Iklan sudah mendarat ya thor

2024-01-05

1

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

Bener itu

2024-01-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!