TPSP - Bab 03

“Apa, Yah?! Jadi, Arshala mempunyai saudara perempuan dari wanita lain. Sebelumnya Ayah sudah menikah, lalu kenapa nggak kasih tahu Arshala sejak awal? Ibu tahu kalau Ayah sudah pernah menikah?” ucap Arshala tak habis pikir dengan cerita ayahnya.

Arshala bingung harus memberikan ekspresi dan reaksi apa. Mendengarnya saja seperti ketidakmungkinan, selama itu dia tidak mengetahui adanya saudara. Terlebih lagi, kesuciannya harus direnggut lantaran hutang ayahnya untuk membiayai biaya rumah sakit saat saudaranya kecelakaan.

Kecewa untuk kedua kalinya, Arshala yang ingin terlihat tegar pun harus berkali-kali menyeka air matanya. Ini benar-benar tidak adil untuknya. Rasanya meluapkan kemarahan pun tiada merubah apapun yang telah terjadi.

Andai sejak awal tak ada yang ditutupi, Arshala rela tidak melanjutkan pendidikannya untuk berkuliah. Perjuangannya cukup berat, ibunya sampai menjual perhiasan yang dia pakai, dan simpanannya habis untuk membayar biaya kuliahnya. Lebih baik, Arshala bekerja keras setelah lulus sekolah.

“Nak, Ibu dan Ayah minta maaf. Ibu baru tahu saat pulang kalau kamu … kamu harus menyerahkan diri pada Pak Jamel. Kalau bisa, Ibu saja yang menggantikanmu, Nak. Ibu, Ibu sangat terpukul mendengarnya langsung dari lisan ayahmu,” tutur Claudia yang terus menangis tersedu-sedu seraya memegangi dadanya yang semakin menyesakkan.

‘Andai ibu tahu aku akan mengakhiri hidupku hari ini, ibu pasti akan lebih terpukul. Aku akan menyimpannya sendiri saja,’ gumam Arshala dalam hati.

“Jangan menyalahkan diri, Bu. Arshala tadinya juga merutuki nasib menyedihkan ini. Akan tetapi, Arshala sudah putuskan menghentikan langkah untuk menjadi sarjana. Sekarang, katakan Ayah apa yang bisa Arshala lakukan supaya keluarga kita terbebas dari jeratan pria tua itu?” tanya Arshala dengan tegasnya kali ini.

Juno menarik napasnya, ini juga berat untuk dia katakan. Entah berapa kali Arshala harus merelakan dirinya berkorban untuk saudaranya. Namun, Juno yakin ini akan merubah hidup anaknya yang malang ini.

“Lanjutkan saja kuliahmu, Nak. Keputusan yang sebenarnya Ayah tidak ingin kamu melakukannya. Menikahlah dengan suami kakakmu. Tepatnya kemarin, dia menghembuskan napas terakhirnya setelah melahirkan. Bayinya butuh sosok ibu, apa kamu bersedia?” tutur Juno tidak berani menatap Arshala.

Lega memang, Arshala sudah menunggu permintaan semacam apa yang akan ayahnya ucapkan. Dia sangat takut apabila masih berhubungan dengan Jamel. Namun, masalah menikah dengan suami kakaknya? Arshala masih terkejut dengan perkataan ayahnya. Dalam benaknya, kenapa selalu untuk kakaknya?

“Bagaimana denganku? Seberapa banyak lagi menahan sabar, hanya Ibu yang saat ini aku perjuangkan. Jika tidak sebesar itu jumlahnya, aku bisa menolaknya. Aku bisa memeras keringat untuk mencari uang,” batin Arshala.

Dalam diamnya, Arshala dipenuhi dengan tanda tanya yang mengganggu. Niat untuk tidak mengenal pacaran, sekarang dia malah harus menikah dengan pria yang tak dikenal dan parahnya atas dasar paksaan keadaan. 

Arshala benar-benar sibuk dengan pikirannya sendiri. Bagaimana jadinya pernikahan tanpa adanya cinta? Menikah karena anak, apa itu mungkin bisa menjadikan rumah tangganya berhasil? 

Claudia selaku ibunya tak berdaya untuk membela Arshala. Setelah pemakaman kakaknya, permohonan bertubi-tubi dari pihak keluarga sang pria agar adiknya bisa menikah dengan anaknya. Bayi mungil yang kerap kali mengeluarkan suara sedihnya, Claudia juga tidak tega dengannya.

Satu hal yang pasti, Juno benar-benar mengambil kesempatan ini untuk melunasi hutangnya. Arshala tak pernah tahu keegoisan ayahnya. Logikanya juga, bagaimana bisa seorang ayah membiarkan anaknya dilecehkan? Jika Arshala tidak kuat mental, bisa saja di hari yang sama Juno kehilangan kedua anaknya.

“Apa keluarganya benar mau memberikannya lunas, Yah?” tanya Arshala serius.

Juno mengangguk cepat. “Biarkan Arshala memikirkannya, Yah, Bu. Meskipun, pada akhirnya penolakan tidak berarti apa-apa. Arshala izin ke kamar.” Arshala meninggalkan kedua orang tuanya.

...***...

Di lain tempat, rumah megah yang kelihatannya penuh dengan kesempurnaan. Sudah dua hari ini menebarkan hawa kegelapan. Terlebih seorang pria yang merasakan dunianya sedang hancur. Kehilangan istri tercintanya.

Dia, Nahed Jazlin, pewaris keluarganya. Keterpurukannya, membuatnya enggan melakukan apa-apa selain memeluk foto sang istri yang sudah berbeda alam. Air matanya sudah keruh, tersisa mata sembab, dan tatapan datar.

Makanan yang di sampingnya tak tersentuh. Dia sudah seperti orang yang berpuasa, namun tanpa berbuka. Mahanta Jazlin, papanya yang terus mendesaknya untuk menikah dengan segera. Anaknya yang baru lahir itu membutuhkan belaian kasih sayang dari seorang ibu. Menurutnya yang paling tepat yakni Arshala. Itupun terlepas dari hasutan Juno yang sudah membutuhkan uang sebagai balasannya.

“Bagaimana keputusanmu, Nahed? Kasihan anakmu, Mama memang bisa menjaganya. Namun, kamu tidak iba melihatnya harus berjaga tiap malam? Membayar orang tidak menjamin tanggung jawabnya mengurus bayi,” ucap Mahanta yang ikut duduk di pinggir ranjang.

“Sekali tidak, selamanya tidak. Aku juga tidak membutuhkan anak itu. Papa bisa letakkan saja dia ke panti asuhan, aku tidak sudi memegangnya,” timpal Nahed yang tetap kekeh pendiriannya.

Pekerja di rumahnya berlari memasuki kamar Nahed tergopoh-gopoh. “Pak, Maaf Bibi tidak sopan. Ibu jatuh saat membuat susu untuk adik bayi,” ucap Bi Isum.

Sontak Mahanta dan Nahed berlari melihat keadaan Clara. Kejadian ini memang disengaja, ini hanyalah usaha kedua orang tua Nahed supaya anaknya mau menerima perjodohan paksa ini.

Clara terduduk di kursi, sedangkan Bi Isum membersihkan susu yang tumpah di lantai. Masing-masing dari mereka memerankan perannya agar terlihat nyata di pandangan Nahed.

“Ma, apa yang sakit?” tanya Nahed.

“Punggung Mama rasanya kayak mau lepas, Nahed. Kaki Mama juga kayaknya terkilir,” jawab Clara.

“Pa, tolong bawakan cucu mama ke sini. Kasihan dia masih merengek dari tadi. Nasib buruk cucuku, kasihannya tanpa ibu sejak lahir,” lanjut Clara memijat pucuk kakinya.

Nahed mengambil alih pijatan mamanya. Dia belum mengambil hati saat mamanya menyinggung anaknya. Mahanta pergi ke kamar cucu kecilnya, membawanya dihadapan Nahed agar mau melihatnya.

“Sayang, ternyata sudah tidur. Kenapa sangat rewel sekali kamu, Nak? Apa yang membuatmu gelisah?” tutur Clara menggendongnya.

“Lihatlah, dia membutuhkan sosok ibu, Nahed. Mama sangat yakin, kalau istrimu masih ada tidak akan membiarkannya seperti ini. Coba kamu lihat dengan benar, dia sangat mirip dengan istrimu.” Clara memampangkan wajah cucunya pada Nahed yang masih acuh.

“Kalau kamu egois terus, bagaimana Mama bisa tenang? Sampai kapan Mama dan Papa menjalani masa tua melihat anak kamu tanpa ibu. Coba bayangkan, kalau kamu berada di posisinya. Menyakitkan, Nahed,” kata Clara mencoba membuka hati Nahed.

Helaan panjang terdengar melelahkan untuknya. Anak yang menyebabkan kematian ibunya sendiri dalam hati Nahed. Tetapi, menggantikan posisi istrinya juga sulit untuk Nahed. Terlebih lagi, hanya istrinya yang mau mempertahankan kehamilannya meski tahu akan melahirkan anak perempuannya ini.

“Sampai kapan kita akan membahas pernikahan? Bagaimana jika Cilla sedih mengetahui Nahed akan menduakannya? Cukup, buang saja anak ini!” ujar Nahed memegangi kepalanya, berdiri hendak beranjak pergi.

“Nahed! Berhenti atau kamu akan menyesalinya!” bentak Mahanta yang sudah habis kesabarannya.

...------------...

Mohon dukungannya dengan memberi like, komentar, vote, subscribe, dan beri ulasan💜

^^^Salam Hangat^^^

^^^-Cacctuisie-^^^

Terpopuler

Comments

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

Whattt?

2024-01-05

0

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

Sabar nggeh😪

2024-01-05

0

虞书欣 Vííҽ🦂

虞书欣 Vííҽ🦂

jangannn😭

2024-01-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!