Rumah adalah tujuan akhir dari semua aktivitas hari ini. Layla bersama dengan Tante Tania juga melakukan itu.
Drrrttt...
"Hpmu tuh bunyi." Tante Tania menunjuk ke arah saku hoodie gadis itu.
"Papa," gumam Layla setelah melihat siapa yang menelponnya. Layla mengangkat panggilan itu. "Halo, pa."
"Bisa pulang sekarang?"
Layla menatap ke arah Tante Tania yang ternyata juga menatapnya. Wajah Layla terlihat bingung. Nada suara papanya terdengar sangat tegas dan cukup memerintah. "Ada masalah pa?"
"Bisa pulang sekarang?"
"Bisa." Akhirnya Layla menyanggupi.
"Ada masalah?" firasat Tante Tania mengatakan ada yang salah dengan melihat ekspresi wajah Layla tadi.
"Papa nyuruh pulang." Layla menghela nafas kasar. Bukan karena apa-apa. Tapi nada suara Papa Zack benar-benar membuatnya merasa ada hal buruk yang akan terjadi. Tidak biasanya papanya ngomong dengan nada seperti itu.
"Kita pergi sekarang?" Tanya Tante Tania.
"Up to you." Lalya menyandarkan kepalanya ke jok dan membiarkan tantenya yang akan membawanya entah kemana.
...****************...
"Non udah di tunggu di ruang keluarga." Itu bibi Ira, pembantu di mansion ini.
"Tan, perasaanku gak enak," bisik Layla kepada Tante Tania yang berdiri di sebelahnya.
"Aku juga," balas Tante Tania masih dengan berbisik.
Saat mereka tiba di ruang keluarga, ternyata bukan hanya ada orang tua Layla. Di sana ada semua keluarga. Ada orang tuanya, mertua Lina, suami Lina, juga anak dari mendiang kakaknya itu.
"Duduklah," titah Papa Zack.
Layla melihat kursi yang kosong tersisa dua. Satu kursi single tanpa penyangga dan satu lagi... di sebelah kakak iparnya, Alvano.
"Tan," lirih Layla kesal saat Tante Tania langsung menduduki kursi single yang dimaksudnya tadi. Tante Tania hanya tersenyum kecil.
"Duduklah, dek." Kini suara Mama Lady terdengar.
Tanpa banyak kata, Layla duduk di sebelah Alvano. Dia tetap menjaga jarak dengan kakak iparnya itu.
"Apa dia anak Kak Lina?" Tanya Layla dengan bayi di gendongan Mama Lady.
"Iya," jawab sang mama seraya beranjak dari duduknya dan memberikan bayi itu ke gendongan Layla. "Ini gendonglah."
Awalnya Layla takut, bagaimana jika dia salah gendong dan malah menyakiti bayi mungil ini? Tapi akhirnya dia terpukau juga dengan wajah imutnya. "Halo sayang, kamu cantik banget. Imutnya ponakan tante." Layla tersenyum gemas kala bayi mungil itu juga tersenyum.
Terdengar para orang tua menghela nafas lega dan membuat Layla mendongak dengan bingung.
"Ada apa?" Ternyata bukan hanya Layla yang bingung tapi Tante Tania juga.
"Sejak keluar dari rumah sakit dia menangis terus. Dan setelah Layla datang dia baru berhenti menangis," jawab Mama Hera, mertua Lina mewakili semua suara.
"Oh ya? Berarti kamu suka sama tante ya. Tante juga suka kamu." Layla berbicara sendiri.
"Kalau begitu jadilah ibu sambung untuk keponakanmu."
Deg
Senyum Lara hilang begitu saja setelah mendengar satu kalimat yang keluar dari mulut Mama Lady.
Lagi-lagi Lara dan Tante Tania menunjukkan ekspresi yang sama. Terkejut.
"Iya nak, tolong jadilah ibu untuk bayi ini. Dia sangat memerlukan peran itu. Kasihanilah cucu kami." Kini Mama Hera juga ikut-ikutan bicara.
Layla menatap kakak iparnya yang hanya diam. Kesal. Bagaimana bisa pria itu malah diam saja di situasi membingungkan ini?
"Apa... apa-apaan ini?" Jika tidak ingat ditangannya kini ada anak kakaknya mungkin Layla sudah berdiri dan menggebrak meja dengan keras.
"Gantikan kakakmu, dek" pinta Papa Zack yang terlihat lemah.
Layla menggeram.
"Hey, kau mencintai kakakku kan? Bicaralah. Jangan diam saja." Layla emosi dengan kenyataan kakak iparnya yang tidak mengatakan apapun.
Alvano, pria itu diam saja. Bahkan dia hanya menunjukkan wajah datar yang membuat Layla membencinya seketika.
"Ambil anakmu ini," suruh Layla yang tidak berani bergerak karena takut menyakiti bayi itu. "Tan, ambil anak ini." Karena Alvano tidak merespon akhirnya Layla menyuruh Tania.
"Aku?" Tante Tania kebingungan. Ayolah dia sama dengan Layla. Mereka berdua sama-sama tidak ada pengalaman sama sekali.
Bukan Tania, Mama Hera yang mengambil cucunya dari tangan Layla. Daripada Layla berbuat yang aneh-aneh karena dia tahu saat ini Layla sedang marah.
"Ma, Pa, kalian semua. Dengarkan aku baik-baik. Aku tidak akan menikah dengan kakak iparku sendiri. Aku masih kuliah, umurku juga masih muda, dan yang paling penting aku sama sekali tidak berpengalaman menjaga anak." Layla berkata seperti itu dengan berdiri di hadapan semuanya.
"Kami akan mengajarimu, dek. Tolonglah sekali ini saja. Jadilah anak baik dan gantikan peran kakakmu," ucap Mama Lady.
"Kenapa tidak kalian saja yang merawatnya? Kenapa harus aku? Kalau mau mencari ibu untuk anak itu, nikahkan saja ayahnya dengan wanita lain. Kenapa harus aku?" Tanya Layla dengan menggebu-gebu.
"Wanita lain pasti akan menyakitinya, Layla. Hanya kamu yang bisa dipercaya karena kamu memiliki ikatan darah dengan bayi ini."
Layla mengepalkan tangannya erat. Dia tahu kekhawatiran keluarga ini. Tapi bisakah mereka melihat bahwa Layla tidak mau berkorban.
"Kalau begitu buat saja Tania yang menikah dengan Kak Alvano."
"LAYLA!?" Semua orang terkejut dengan ide Layla sehingga membuat suara Papa Zack menggelegar
"Apa yang salah dengan itu? Dia adik mama. Belum menikah. Usianya juga sudah matang. Dan dia pasti lebih bisa memiliki naluri keibuan dibandingkan aku." Suara Layla lantang walau sejujurnya dia sedikit takut dengan pandangan Papa Zack. Jika papanya sudah memanggil dengan nama itu artinya pria itu sedang marah.
"Berhenti Layla. Kau harus menikah. Ini perintah bukan permintaan Papa. Ingatlah selama ini kami sudah sangat menyayangimu bahkan menghidupimu dengan harta yang lebih dari cukup. Setidaknya balas budilah untuk itu. Menikah dan jaga cucuku. Ingat Layla, ini perintah bukan permintaan. Kalian akan menikah besok!" Papa Zack menatap Layla dengan tegas dan terlihat keras.
Mata Layla berkaca-kaca dengan perlakuan papanya saat ini. Kenapa rasanya sakit sekali jika kedua orang tuanya meminta balas budi untuk semua kasih sayang mereka selama ini? Bukankah orang tua memang sudah seharusnya melakukan itu.
"Layla kecewa. Padahal tanah kuburan Kak Lina saja belum kering, pa. Kalian semua benar-benar. Brengsek," umpat Layla tanpa memikirkan yang namanya sopan santun dan langsung berlari ke kamarnya. Namun sayang langkahnya terhenti ketika mendengar suara tangisan bayi. Layla menggeleng berusaha menampik niatnya untuk kembali. Dia kembali berlari dan masuk ke dalam ruangan pribadinya itu.
"Kak," Tante Tania mendekati kakak kandungnya. "Boleh jelaskan kepadaku?"
"Kamu mau kemana Al?" Tanya Mama Hera saat putra tunggalnya itu akan segera pergi.
"Semuanya sudah selesaikan, Ma? Aku harus menyelesaikan sesuatu."
Semuanya menghela nafas kecuali Tante Tania yang memang tidak tahu apa-apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments