Beberapa hari kemudian
Hari ini Layla baru saja menyelesaikan kelasnya. Dia bersama dengan temannya, Maria memilih untuk pergi ke kantin kampus. Jika dilihat-lihat sekarang juga sudah waktunya makan siang.
"Lay, maaf nih ya. Tapi gue pengen nanya ke kamu," ucap Maria yang sebenarnya sudah sangat akrab dengan Layla. Mereka berteman dari awal masuk dan karena dari kota yang sama mereka akhirnya jadi lebih dekat daripada dengan yang lain.
"Tanya aja." Layla memegang menu dan melihat daftar makanan yang ada. Dia ingin sesuatu yang berbeda dari biasanya yang dia makan.
"Aku dengar kakakmu meninggal. Iya?" Tanya Maria.
Dahi Layla mengernyit. Dia bingung darimana Maria bisa tahu. Perasaan dia tidak pernah cerita dengan siapapun dan dia tidak pernah mengepost hal-hal yang bersangkutan dengan kematian kakaknya. "Tahu darimana?"
Maria menghela nafas. Temannya yang satu ini pikun atau bagaimana sih. "Kamu lupa atau apasih? Kakakmu itukan mantan ar--- mmmph."
"Diamlah," lirih Layla yang refleks membekap mulut Maria. Setelah Maria diam barulah Layla melepaskan mulut Maria.
"Sorry sorry, aku lupa kalau cuman aku yang tahu itu," jujur Maria merasa bersalah.
Lina Retara, artis terkenal pada masanya. Kakak Layla itu memutuskan untuk berhenti disaat kariernya sedang ada di atas hanya karena akan menikah dengan kakak iparnya. Layla tidak mau orang lain mengetahui bahwa dia adik Lina. Dia tidak mau mencari perhatian dengan nama kakaknya dan juga dia tidak mau dikenal karena nama kakaknya.
"Beritanya lama juga keluar. Ternyata mereka tidak secepat itu berburu informasi," ucap Layla mengingat ini adalah hari ke sepuluh sejak kematian kakaknya.
"Kapan meninggalnya?" Tanya Maria. Dia pernah menjadi salah satu fans dari Lina Retara.
"Udah mau dua minggu yang lalu."
"Meninggal karena apa?"
Layla tidak menjawab. Gadis itu diam. Pandangannya mengarah ke bawah. Gejolak kesedihan yang selama ini dia tekankan untuk disembunyikan seakan mencuat ke permukaan.
"Maaf, aku gak bermaksud." Maria merasa bersalah setelah menyadari ucapannya yang tanpa sadar membuat Layla menjadi sedih.
"Nih, tulis pesananmu terus kasih ke mbaknya" Layla menyerahkan kertas serta pen untuk diisi oleh Maria. Maria mengangguk tanpa banyak bicara.
Selagi Maria pergi mengantarkan kertas pesanan mereka ke mbak kantin, Layla memainkan ponselnya.
Ting...
Ada notifikasi pesan yang dia dapat dari Tante Tania.
"Apa dia udah di parkiran ya? Tapikan aku nyuruhnya jemput sore," lirih Layla bingung. Dia jelas-jelas ingat pesannya tadi kepada Tante Tania agar dijemput sore karena ada keperluan yang membuatnya harus menetap di kampus, lebih tepatnya di perpustakaan.
Layla, anak Lina sudah keluar dari rumah sakit hari ini. Mau pergi untuk melihatnya?
Layla menatap pesan itu sambil berpikir. Dia ingin sekali melihat putri mendiang kakaknya. Tapi sepertinya tidak bisa hari ini. Tugas kuliahnya menumpuk setelah ditinggalkan selama satu minggu.
^^^Nanti saja, Tan. Tugas aku numpuk banget. Mungkin minggu depan aja kita balik. Kalau kamu mau pergi sendiri ya gak papa^^^
Gaklah. Mana mungkin aku pergi tanpamu. Minggu depan aja deh
Layla tersenyum kecil melihat balasan Tante Tania. Perempuan itu memang tidak akan mau meninggalkannya sendirian. Mereka selalu bersama sejak Layla memutuskan kuliah di Bandung dan tinggal berdua bersamanya.
"Ngapain senyum-senyum? Baru dapat pesan dari Lio?" Tebak Maria yang baru saja datang dengan membawa pesanan makan siang merek berdua.
Lio itu mood boster bagi seorang Layla. Walau hanya dengan sebuah kehadiran, Lio bisa membuat Layla senyum-senyum seperti orang gila walau dari jarak jauh sekalipun.
"Mudah-mudahan terjadi," balas Layla asal dengan hati penuh harap.
"Haha... Jangan aneh-aneh deh. Lio udah punya pacar."
"Kamu yang mulai." Layla mendengus kesal dengan kenyataan satu itu. Sedih sekali kisah asmaranya. Setiap dia menyukai lawan jenis pasti mereka akan selalu bersama perempuan lain. Sedangkan Layla, gadis itu hanya bisa diam dan melihat saja.
"Seandainya Lio belum punya pacar gimana, Lay?" Tanya Maria.
"Mana aku tahu."
"Kamu gak bakal berusaha dekatin gitu?" Maria bertanya lagi.
"Gaklah, ntar dia malah ilfeel kan makin parah urusannya." Pikiran inilah yang membuat Layla selalu tertinggal di belakang.
Maria menghela nafas. Asal kalian tahu saja. Layla ini cantik, pintar lagi, banyak pria yang mengejarnya juga. Tapi sayangnya otak temannya yang satu ini sedikit lelet jika berhubungan dengan percintaan. Dia selalu merasa tidak menarik hingga sering berkata bahwa tidak ada orang yang menyukainya. Dan prasangka itu yang selalu membuat Lara tidak berani menunjukkan bahwa dia menyukai pria pujaannya.
"Terserah." Maria tidak ingin membahas lagi yang ujung-ujungnya malah dia sendiri yang akan kesal karena mendengar ribuan kata insecure dari mulut Layla.
Akhirnya mereka berdua duduk diam dengan tenang sambil menikmati makan siang masing-masing.
"Aku langsung balik ya. Kamu masih mau disini?" Tanya Maria.
Layla mengangguk. "Kamu tahu sendiri aku banyak ketinggalan. Skripsi ini itu aja belum ada yang kupersiapkan. Jadi, ya memang harus ke perpus."
Selepas kepergian Maria, Layla melangkahkan kakinya menuju perpustakaan.
"Kenapa sih perpustakaan harus ada di dekat fakultas hukum?" gumam Layla yang berbicara pada dirinya sendiri.
Layla tidak masalah sebenarnya dimana letak perpustakaan. Yang dia permasalahan adalah seseorang yang belajar di fakultas dekat itu. Ya, dia sudah memutuskan untuk melupakan Lio setelah kabar pria itu memiliki pacar. Tapi tahukah kalian? Move on itu tidak segampang membalikkan telapak tangan. Susah.
"Dia pasti tidak ada di perpustakaan. Pasti. Lagian dia sudah mau wisuda pasti tidak ada urusan lagi dengan perpustakaan." Layla sangat optimis dengan hal itu, mengingat sang doi yang bulan depan akan segera wisuda.
Hingga pada akhirnya dia harus terdiam saat kenyataan tidak seindah ekspetasi. Di depan perpustakaan itu ada Lio dengan seorang gadis. Mungkinkah itu pacarnya?
"Aku gak mau tahu. Pokoknya kakak harus temani aku ke mall malam ini. Titik." Gadis yang bersama Lio itu langsung pergi setelah mengucapkan keinginannya.
"Eh, maaf." Layla kikuk saat Lio menyadari bahwa dia mendengar sedikit ucapan gadis yang dia yakini sebagai pacar Lio. "Aku gak sengaja dengar."
"Gak papa." Lio tersenyum ramah.
Oh Tuhan, tidakkah Lio tahu sekarang jantung Layla berdebar kencang. Jika saja Lio tidak di depannya sudah dipastikan dia akan nge-reog dengan bahagia.
"Layla kan? Mahasiswi kedokteran?"
"Iya," jawab Layla dengan menahan senyuman lebarnya. Lio mengingatnya. Lio mengingatnya!!!
"Sorry kalau ucapan adikku malah buat keributan tadi." Wajah Lio terlihat menyesal.
"Adik!?"
Lio bingung dengan ekspresi Layla yang terkejut.
"Maksudku. Dia adikmu? Aku pikir... pacar." Layla melirih di dua kata terakhirnya.
"Pacar? Aku belum punya pacar."
Layla tersenyum senang tanpa sadar. Sepersekian detik kemudian dia langsung mengontrol ekspresinya dan berdehem.
"Kalau gitu aku masuk ke perpus dulu ya."
Lio mengangguk dengan senyum manis tetap dia tunjukkan.
Tahukah kalian seberapa salah tingkahnya Layla sekarang? Dirinya seakan-akan ingin menghilang dari muka bumi sangking senangnya. Lio tidak punya pacar. Dan masih ada kesempatan untuknya. Yes!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments