PETUALANGAN AWAL

Hari Minggu yang dijanjikan akhirnya tiba. Matahari bersinar cerah, dan Ferdy merasakan getaran semangat di dalam dirinya. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu Rian dan Ayla di depan Jalan Bawean, tempat yang dijanjikan untuk memulai petualangan mereka. Dengan mengenakan kaos dan celana pendek, Ferdy melangkah cepat menuju tempat pertemuan.

Sesampainya di sana, dia melihat Rian sudah menunggu, memainkan ponselnya sambil sesekali melirik jam.

“Lama banget, Ferd!” seru Rian sambil beranjak berdiri.

“Gua baru juga, cobalah sabar dikit,” jawab Ferdy dengan nada santai. “Lagi nunggu Ayla, nih.”

“Dia pasti dandan dulu. Cewek memang selalu gitu,” Rian mencibir, meski senyumnya menunjukkan bahwa dia tidak terlalu serius.

Tak lama kemudian, Ayla muncul dengan gaya casual, rambutnya diikat rapi, dan senyum ceria menghiasi wajahnya. “Maaf, guys! Kira-kira sepuluh menit lagi mau jadi ratu, kan?”

“Ratu? Yang ada malah jadi penguasa waktu. Kita udah nunggu setengah hari,” Ferdy menyahut, disertai tawa.

“Eh, jangan protes. Kalo gua nggak dandan, kalian juga pasti protes,” jawab Ayla, pura-pura kesal.

“Udah, udah. Yang penting kita jalan sekarang. Basecamp Gusipala nunggu!” Rian mengajak, sedikit tidak sabar.

Ayla mengangguk, “Betul! Yuk, kita berangkat!”

Setelah memastikan mereka sudah siap, ketiga remaja itu berjalan menuju basecamp Gusipala. Jalan menuju basecamp tidak jauh, tetapi ada sesuatu yang spesial dari perjalanan ini bagi Ferdy. Dia mengingat masa-masa kecilnya saat sering bermain di area tersebut. “Oh ya, rumah gua lewat sini,” ucap Ferdy tiba-tiba.

“Rumah lu? Di mana?” tanya Rian.

“Tak jauh dari sini, deh. Nanti gua tunjukkin,” jawab Ferdy sambil mempercepat langkahnya.

Mereka berjalan melewati gang kecil yang dipenuhi pepohonan rindang. Di sepanjang jalan, Ferdy mengenang kembali kenangan indahnya saat masih SMP. Dulu, meskipun dia belum diizinkan untuk mendaki, dia sering menghabiskan waktu di basecamp, belajar tentang navigasi, survival, dan etika pendakian.

“Eh, Ferd! Lu pernah cerita tentang masa lalu lu di sini, kan?” tanya Ayla sambil menelusuri jalan setapak.

“Iya, dulu gua sering main di basecamp. Belajar ini itu sama kakak-kakak yang udah sering mendaki,” Ferdy menjelaskan. “Tapi gua belum pernah diizinkan buat ikut mendaki. Orang tua gua sangat protektif.”

“Kenapa bisa gitu? Kan keren bisa mendaki gunung!” Rian bertanya.

“Ya gitu deh. Orang tua gua pikir mendaki itu berbahaya. Makanya, gua cuma bisa belajar tentang navigasi dan survival dari mereka,” jawab Ferdy dengan nada sedikit kecewa.

“Eh, tapi sekarang udah bisa! Kita bisa ikut Gusipala dan jadi pendaki beneran,” Ayla memberikan semangat.

“Iya, semoga saja,” Ferdy tersenyum, merasakan kembali semangat yang membara di dalam dirinya.

Akhirnya, setelah berjalan sekitar sepuluh menit, mereka tiba di depan basecamp Gusipala. Terlihat papan nama besar dengan tulisan “GUSIPALA (Gunung Simping Pencinta Alam)” terpampang di dinding. Suasana di sekitar basecamp terasa hangat, banyak anak muda berkumpul, bercanda tawa, dan berbagi cerita.

“Wah, ramai juga ya!” seru Ayla, matanya berbinar melihat keramaian.

“Iya, biasanya memang gini. Kita harus langsung daftar biar bisa ikut kegiatan,” Rian menjelaskan.

“Yuk, kita masuk!” Ferdy mengajak, semangat memancar dari wajahnya.

Begitu mereka masuk, suasana semakin ramai. Di dalam basecamp, ada beberapa meja yang dipenuhi brosur dan informasi mengenai kegiatan Gusipala. Mereka melihat banyak anggota lain sedang sibuk mempersiapkan kegiatan.

“Eh, Ferdy! Sudah datang!” seorang kakak dengan kaos Gusipala menghampiri mereka. “Kamu sudah daftar?”

“Belum, Kak. Ini pertama kali kami datang,” jawab Ferdy.

“Wah, selamat datang! Kami sangat senang ada pendatang baru. Kita akan mulai pendaftaran sebentar lagi. Jangan khawatir, semua orang disini ramah,” kata kakak itu, lalu menunjukkan tempat pendaftaran kepada mereka.

Sambil menunggu antrian, Ayla memperhatikan sekeliling. “Keren ya, banyak banget orang-orang di sini. Mereka semua terlihat bahagia.”

“Yah, memang seperti itu. Semua orang di sini punya satu tujuan — mencintai alam dan berbagi pengalaman,” jawab Rian.

Setelah beberapa saat, giliran mereka untuk mendaftar. Ferdy, Ayla, dan Rian mengisi formulir dengan semangat. Setelah selesai, mereka mendapatkan pin Gusipala sebagai tanda bahwa mereka resmi menjadi anggota.

“Selamat! Sekarang kalian sudah resmi jadi anggota Gusipala!” kata kakak pendaftar dengan antusias.

“Wah, keren!” Ferdy bersorak, sambil menunjukkan pin baru di bajunya. “Akhirnya, kita resmi!”

Ayla menari kecil kegirangan. “Gua excited banget! Kapan kita mulai kegiatan?”

“Kita mulai kegiatan minggu depan. Untuk hari ini, kita hanya ada perkenalan dan ngobrol santai dengan anggota lain,” jawab kakak pendaftar.

Mereka berkeliling basecamp, bertemu dengan banyak anggota lainnya. Ada yang berbagi pengalaman mendaki, ada yang berbagi tips survival, dan ada pula yang berbagi cerita lucu tentang pendakian mereka.

“Gua dengar lu pengen ikut mendaki?” tanya seorang kakak bernama Dika, seorang pendaki senior yang terlihat ramah.

“Iya, Kak! Ini pertama kalinya gua ikut Gusipala,” Ferdy menjawab penuh semangat.

Dika tersenyum. “Bagus, lu akan mendapatkan pengalaman yang sangat berharga. Jangan khawatir, kita akan saling bantu. Pastikan lu siap mental dan fisik!”

“Siap, Kak!” Ferdy mengangguk mantap.

“Gua mau tanya, Kak,” interupsi Ayla. “Ada persiapan khusus sebelum mendaki? Apa yang harus kami lakukan?”

“Banyak hal, Ayla. Mulai dari persiapan fisik, peralatan, hingga pengetahuan tentang rute yang akan dilalui. Kita juga akan belajar tentang etika pendakian dan pentingnya menjaga alam,” jawab Dika.

“Wah, gua penasaran!” kata Ayla, matanya bersinar. “Gua siap belajar semuanya.”

Setelah cukup lama berada di basecamp, Ferdy dan teman-teman merasa lelah namun bahagia. Mereka telah bertemu banyak orang baru dan mendapatkan banyak informasi tentang kegiatan mendatang.

“Gua merasa kayak hidup baru, deh,” Ferdy menghela napas, merasa ringan.

“Iya, gua juga. Seneng banget bisa bergabung,” Ayla menyetujui.

“Yuk, kita pulang. Nanti kita bisa kumpul lagi di sini minggu depan!” Rian mengajak.

“Setuju!” jawab Ferdy dan Ayla serempak.

Mereka pun berjalan pulang sambil berbincang tentang rencana-rencana mendaki yang akan datang. Di sepanjang jalan, Ferdy mengingat kembali kenangan indah di basecamp yang sempat ia lupakan. Sekarang, dia merasa mendapatkan kesempatan kedua untuk mengejar impian yang tertunda.

“Gua suka banget sama suasana di sini. Rasanya kayak rumah,” Ferdy berkomentar.

“Ya, gua juga. Semoga kita bisa sering ke sini,” Ayla menambahkan.

“Jadi, minggu depan kita mulai mendaki, ya?” Rian bertanya untuk memastikan.

“Pastinya! Gua nggak sabar!” jawab Ferdy, semangat membara.

Setelah sampai di rumah, Ferdy langsung menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Dia merasa capek, tapi capek yang menyenangkan. Hari itu adalah langkah awal yang sangat berarti. Akhirnya, dia bisa mewujudkan mimpi-mimpinya bersama dua teman baru, Rian dan Ayla.

Malam itu, Ferdy merenungkan semua yang telah terjadi. “Semoga ini bukan mimpi,” bisiknya, sebelum terlelap dalam tidur yang nyenyak.

---

Terpopuler

Comments

Kem mlem 🍨🍨🍨

Kem mlem 🍨🍨🍨

Suka banget sama karakter dalam cerita ini, semoga thor selalu terinspirasi untuk menulis.

2023-12-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!