Chapter 04

Ayesha keluar dari ruangan Aydan dengan kesal. Semua orang punya tujuan masing-masing, tapi untuk Ayesha? Jelas ia tidak memiliki harapan pada pendidikannya. Apa yang harus Ayesha harapkan, kalau kuliah bukanlah keinginannya.

Ayesha masih mengingat dengan jelas perkataan Aydan di dalam tadi.

'Kalau tidak memiliki tujuan, untuk apa kamu kuliah? Membuang uang saja, lebih baik uangnya digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat.'

'Jika kamu hanya ingin terlihat keren, pendidikan bukan untuk itu. Tapi tempatnya menuntut ilmu.'

"Dasar tu, dosen. Tadi apa katanya? buang-buang duit? Emang siapa juga yang mau kuliah, orang di sini gue juga terpaksa!" Ayesha mendumel sepanjang langkah kakinya yang terus berjalan.

"Lagi? Emang gue pernah bilang kalau kuliah tujuannya supaya kelihatan keren? Nggak ada kali! Lagian tanpa itu gue juga udah keren dari sananya."

Sepanjang langkah kakinya, Ayesha terus saja mendumel. Tak sedikit juga umpatan ia keluarkan dari mulutnya saking kesalnya.

Langkah kakinya terhenti saat pandangannya tertuju ke parkiran. "Itu bukannya ..." Ayesha berdecak pelan melihatnya. "Ck. Bilangnya nggak mau pacaran, tapi ternyata dia juga sama. Dasar munafik! Semua cowok sama aja, nggak ada yang setia."

Ayesha dengan langkah kesal kembali melanjutkan langkah kakinya. Mengingat kesialannya hari ini benar-benar membuat Ayesha kesal. Belum lagi tadi pagi ia mendapatkan kiriman yang berhasil membuatnya naik pitam.

"By."

Ayesha menghentikan langkahnya. Mendongak, menatap orang yang baru saja menghadang langkahnya hingga terhenti.

****

Resa turun dari mobil terlebih dulu diikuti oleh Arafka. Tadi saat Arafka hendak menuju kampus dia tidak sengaja bertemu dengan adik tingkatnya di jalan yang kesulitan mendapatkan kendaraan, sedangkan kelasnya tidak lama lagi akan di mulai. Kalau masih menunggu mungkin akan telat, mengingat betapa macetnya jalanan.

Keduanya berjalan bersama sampai pertigaan koridor, Resa dan Arafka menghentikan langkah. Kelas Resa dan ruang bimbingan Arafka berlawanan arah.

Resa menatap kakak tingkatnya itu sejenak sebelum kemudian kembali menundukkan kepalanya. "Kak Rafka, Makasih ya tumpangannya. Kalau gak ada kakak tdi mungkin saya udah telat," ucap Resa.

Arafka tersenyum tipis kemudian mengangguk, "sama-sama," ucapnya.

Rasa menatap Arafka sebentar. "Emh ... kalau gitu, aku duluan ya, kak. Assalaamu'alaikum. Sekali lagi terima kasih tumpangannya."

Arafka tersenyum sembari mengangguk, "wa'alaikumussalaam warohmahtullah," jawabnya.

Setelah Resa pergi, Arafka membalikkan badannya hendak melangkah menuju ke ruang dosen pembimbingnya. Namun langkahnya harus urung saat melihat adegan yang terjadi tidak jauh di depannya.

"By, kamu kenapa nggak angkat telfon aku tadi pagi? Aku ada salah apa?" tanya Riza, ia menatap Ayesha meminta penjelasan.

Ayesha menatap Riza dengan datar. Sebelum kemudian memilih pergi, melangkah meninggalkan Riza, tapi Riza kembali menahan tangannya, menatap dengan serius seolah menuntut penjelasan.

"By kamu kenapa, sih?" Riza kembali bertanya, berusaha menahan Ayesha yang berusaha melepaskan tangannya.

"Lepas!"

"Ayesha!" Riza memperkuat pegangannya pada tangan Ayesha membuat sang empu meringis. "Kalau aku ada salah tu ngomong! Bukannya kaya gini! Aku juga manusia nggak bakal tau semua kesalahan yang bikin kamu kesal atau marah sama aku! Jangan kaya bocah!"

Ayesha membolakan matanya. Apa katanya? Kaya bocah. Ayesha menatap netra lelaki yang berstatus 'pacar' nya itu dengan bola mata yang berkaca-kaca.

"Lo sadar nggak sih?! Sadar nggak apa kesalahan Lo!" Emosi Ayesha kali ini seakan meluap-luap. Seakan ingin meledak.

Riza terdiam menatap bola mata berkaca-kaca dari wanita kesayangannya itu. Tapi terlanjur emosinya yang sudah terpancing. Riza menjawab tak kalah keras dengan suara Ayesha.

"Ya apa?! Makanya ngomong! Jangan nyalahin orang aja taunya!"

Ayesha menggeleng tak menyangka. Ia menepis tangan Riza dengan kasar. Mengeluarkan handphone di dalam tasnya. "Ini apa?! Apa?!!" Tanya Ayesha dengan nada bergetar diiringi air mata yang menetes di pipinya.

Deg.

Tubuh Riza menegang. Ia menatap Ayesha dengan kepala menggeleng cepat. "Enggak. Itu salah paham. By, aku, aku bisa jelasin-"

"Apa?! Jangan kasih alasan, kalau semua itu cuma omong kosong!"

Riza mendekati Ayesha, berusaha meraih tangannya. Namun Ayesha selalu menghindar.

"Sayang ... dengerin aku dulu. Itu semua nggak kaya apa yang ada dipikiran kamu. Aku, aku di jebak."

"Dijebak?" Riza mengangguk membuah Ayesha berdecak. "Ck, omong kosong. Lo tau Riza. Lo tau gue paling benci sama yang namanya pengkhianat. Gue kasih seluruh kepercayaan gue sama Lo, tapi Lo menghancurkan semua itu!"

"Enggak sayang ..." Riza berusaha menyangkal.

"Mau kasih pembelaan lagi? Udah cukup, Za. Gue benar-benar kecewa sama Lo!"

Riza yang sudah berusaha sabar kembali emosi. Pembelaannya sama sekali tidak didengarkan oleh Ayesha. Ucapannya bahkan selalu dipotong oleh Ayesha, membuatnya benar-benar kesal.

"Gue selama ini kurang apa! Gue selalu nurut sama Lo, Za. Bahkan ketika papa nggak ngebolehin gue pergi keluar, gue tetap pergi. Dan Lo tau itu karena apa?" Ayesha berusaha menekan suaranya agar tidak terdengar keras. Tapi sepertinya sia-sia. "Itu karena lo, Za! Karna Lo!! Hiks."

"Gue tau Ayesha! Gue tau!"

"Terus kenapa Lo selingkuh?!" Tanya Ayesha tak kalah keras. Untung saja koridor lumayan sepi, hingga keduanya tidak menjadi tontonan para mahasiswa.

"Gue ngga-"

"Lo selingkuh Riza ... lo selingkuh!"

"Kalau gue selingkuh kenapa?! Itu semua karena Lo yang gak pernah ada waktu ketika gue ajak jalan!"

Ucapan Riza berhasil membuat emosi Ayesha meledak.

PLAK!

"BRENGSEK," maki Ayesha. Ia kemudian melangkah pergi dari sana. Meninggalkan Riza yang saat ini meringis karena tamparan Ayesha.

"Ayesha! Gue belum selesai bicara!"

"Sial!" Umpatnya pelan sembari menyeka ujung bibirnya yang mengeluarkan darah. Tamparan Ayesha tidak main-main. Riza dapat merasakan betapa marahnya wanita itu saat mendaratkan tangan di pipinya.

Ayesha sudah tidak peduli. Riza keterlaluan. Selama ini Ayesha selalu menuruti apa yang diinginkan Riza. Ayesha selalu menurut, bahkan ia meminta izin terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu di luar rumah. Sedangkan ucapan papanya ia lawan. Itu semua demi Riza!

Ayesha mengusap air matanya. Ia melangkah cepat meninggalkan Riza, namun langkahnya terhenti ketika melihat orang yang berdiri tidak jauh di depannya.

Arafka terpaku di tempat. Ia menatap Ayesha, melihat netra wanita itu yang terlihat berkaca-kaca. Ia kemudian membuang pandangan.

Ayesha tidak peduli dengan tatapan lelaki di depannya, ia segera melalui Arafka tanpa kata.

"Allah menunjukkan semuanya bukan karena tidak sayang pada hambanya, tapi Dia ingin memperlihatkan bahwa jalan yang dipilih hambanya selama ini adalah salah." Kata-kata Arafka berhasil membuat langkah Ayesha terhenti. Ayesha menoleh menatap Arafka dari samping. "Bukti hubungan sebelum halal akan meninggalkan jejak luka di dalam hati," ucapnya.

"Tinggalkan sesuatu yang buruk. Niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik."

...-TBC-...

Terpopuler

Comments

Em không đanh đá chỉ hay phá người ta

Em không đanh đá chỉ hay phá người ta

Aku ngerasa terhibur dan tidak sendirian setiap membaca cerita ini.

2023-12-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!