Chapter 02

Pukul 20.05 WIB.

Ayesha berlari dengan cepat menuju pintu dengan kepala sesekali menoleh ke belakang. Setelah dirasa aman, Ayesha menekan kenop pintu dengan gerakan cepat.

Ceklek.

Ayesha terlonjak kaget saat ia mendapati 3 orang asing berada di depan rumahnya. Yang jelas, Ayesha belum pernah bertemu dengan ketiganya sebelumnya.

Masih dengan keterkejutan, netra Ayesha tanpa sengaja bertemu tatap dengan netra tajam milik seorang lelaki. Mata itu menyorot tajam ke arahnya, tatapan itu seakan-akan mengatakan kalau dia adalah maling yang baru saja ketauan mencuri sesuatu. Ayesha berdecak.

Sedangkan lelaki itu berusaha menutupi keterkejutannya dengan memasang ekspresi datar. Jujur saja, ia benar-benar tidak menyangka dengan baju kurang bahan yang perempuan itu kenakan.

Terdiam sejenak. Seorang wanita paruh baya kemudian membuka suara.

"Assalamu'alaikum."

"Kumsalam," jawab Ayesha acuh.

Wanita itu hanya menggeleng pelan mendengar jawaban dari calon menantunya itu. "Ini yang namanya Ayesha, ya?" tanyanya basa-basi. Padahal tanpa bertanya pun dia sudah tahu.

Ayesha yang masih fokus kepada lelaki di depannya mengalihkan pandangan, menatap wanita setengah baya yang terlihat cantik dengan balutan gamis dan juga jilbab panjangnya. Ayesha menduga dia adalah ibu dari lelaki yang ada di depannya.

"Ya," jawab Ayesha singkat. Ia bersedekap dada melihat penampilan wanita itu yang hampir sama dengan sang mama.

"Maa syaa allah, calon mantu kita cantik banget, ya Pa," ucap wanita itu sembari tersenyum menatap suaminya yang tampak mengangguk mengiyakan.

Ayesha membolakan matanya. Apa-apaan wanita di depannya ini? Calon menantu? Cih, jangan harap!

"Maaf, Tante. Tapi saya udah punya pacar," ucap Ayesha. Ia kemudian menelisik penampilan lelaki di hadapannya dengan tatapan meneliti. "Lagian ... anak Tante bukan selera saya banget."

"Anda fikir anda adalah selera saya?" Sahut Arafka sinis.

Pertanyaan itu sontak membuat Ayesha menatap lelaki di depannya dengan tatapan tajam. Sedetik kemudian, Ayesha mengibaskan rambutnya. "Ya jelas, dong! Siapa sih yang nggak suka sama cewe cantik kaya gue?" ucapnya dengan sangat percaya diri.

"Saya."

Ayesha melototkan matanya. "Lo buta apa gimana, sih?!"

Arafka menyorot datar ke arah Ayesha, sebelum berkata, "Saya tidak buta. Saya tau apa yang saya lihat adalah benar. Karena cantik di mata saya adalah wanita yang mampu menjaga kehormatannya sebagai seorang muslimah."

"Jadi Lo pikir gue wanita murahan, gitu?!" tanya Ayesha nyolot.

"Saya tidak bilang begitu. Tapi yang harus anda tau, penampilan anda saat ini sama saja merusak kehormatan seorang wanita sebagai muslimah. Cantiknya wanita adalah wanita yang tertutup. Wanita yang mampu menjaga Izzah dan marwahnya. Wanita yang mampu menahan dirinya dari perbuatan buruk. Apalagi berpacaran."

"Raf udah," lerai Alifa sembari memegang lengan sang anak. Arafka menghela napasnya dalam.

Sedangkan Ayesha, ia melayangkan tatapan tajamnya ke lelaki itu. Saat akan membuka suara, handphonenya tiba-tiba berdering membuat Ayesha segera mengangkatnya.

"Halo? Kamu udah selesai belum, by. Aku udah di depan, nih." Suara di ujung telepon membuat Ayesha melihat jam tangannya. Ia berdecak kesal saat jam sudah menunjukkan pukul 8 lewat 20 menit.

Ayesha menatap lelaki di depannya dengan tajam. Ini semua karena dia.

"Eh, iya by. Maaf, maaf. Aku udah selesai kok. Tunggu bentar, ya, aku keluar. Miss you, by," ucap Ayesha sembari memutus sambungan telepon.

Saat Ayesha hendak melangkah pergi dari sana. Suara papanya terdengar menginterupsi. "Mau kemana kamu Ayesha?"

Gagal.

Satu kata itu yang terbayang di kepala Ayesha. Semuanya gagal, dan itu semua karena lelaki di depannya.

****

Ayesha duduk dengan dengan malas. Matanya sedari tadi tidak lepas dari lelaki yang ada di seberangnya. Semakin menatap lelaki itu, Ayesha semakin dibuat kesal.

"Papa kalau ada janji sama client sebaiknya jangan di rumah!"

"Dek." Fia berusaha menegur sang putri yang berada di sampingnya. Mulut Ayesha memang tidak bisa dikontrol, kalau dia tidak menyukai sesuatu. Refleks saja, semuanya langsung keluar.

"Mereka bukan client papa," ucap Farhan.

Ayesha memutar bola matanya malas. Sebenarnya ia sudah sangat jengah berada di sini. Coba tadi tidak perlu meladeni, pasti ia sudah berada di tempat balap sekarang.

"Iya. Bukan rekan kerja papa, tapi calon mertua aku. Gitu?"

"Nah, itu kamu tau," jawab Farhan.

Spontan mata Ayesha melotot. "Ck, enak aja. Nggak mau banget aku punya suami kek ni cowok. Yang ada nggak punya masa depan yang cerah nantinya."

Ucapan Ayesha membuat Fia menyentuh lengan sang anak.

"Jangan gitu, dek." Ayesha tidak menghiraukan.

"Maaf. Tapi menurut saya jika anda menikah dengan saya, saya bisa memastikan anda akan bahagia hidup bersama saya." Arafka menyahut tiba-tiba. Mulutnya sudah tidak tahan lagi untuk menjawab ucapan yang terlontar dari mulut pedas Ayesha.

"Dih, ogah banget gue. Dari pada nikah sama Lo, lebih baik gue nikah sama Abang penjual bakso depan kompleks, noh!" Jawab Ayesha nyolot.

"Oh ... jadi, anak Papa mau jadi istri ke-3 si Abang itu?" ucap Farhan tiba-tiba. Ayesha membuka mulutnya tak percaya. "Oke deh, nanti papa coba tanyain sama si Abangnya, mau nggak sama putri papa."

Ucapan Farhan sontak membuat mata Ayesha melotot. Kenapa dibawa serius?! Sedangkan Arafka mengulum bibirnya.

"Y-ya! Itu lebih baik daripada sama dia!" Ayesha menunjuk ke arah Arafka membuat sang empu menaikkan sebelah alisnya.

Ayesha berdecak kesal.

"Gue tabok juga Lo lama-lama! Bikin kesel sumpah!"

"Udah, dek. Depan calon suami sama mertua nggak boleh gitu," tegur Farhan.

"Papa bercanda mulu deh, dari tadi."

Farhan mengeryit, "siapa yang bercanda? Papa serius."

"Astagfirullah! Papa niat banget jodohin Ayesha sama ni cowok? Nggak mau ah!"

"Papa nggak minta persetujuan dari kamu. Mau atau nggak, semuanya tetap pada keputusan yang telah papa tentukan."

Ayesha berdecak kesal mendengarnya. Tanpa kata, ia beranjak pergi meninggalkan ruang tamu. Ayesha melangkah cepat menaikki undakkan tangga menuju kamarnya.

"Dek!"

Fia menghela napasnya. Ia menoleh ke arah Farhan saat tangannya terasa digenggam oleh sang suami. Farhan tersenyum sembari mengusap punggung tangan Fia. Farhan jelas tahu apa yang dikhawatirkan istrinya itu.

Farhan kemudian menatap Arafka dengan serius. "Boleh saya bertanya beberapa, hal?" tanyanya yang diangguki Arafka dengan tersenyum.

"Apa alasan kamu menerima perjodohan ini? Sementara perjodohan ini terjadi tidak memaksa kamu untuk menerima, dalam artian lain, boleh menolak."

Arafka tersenyum tipis. "Karena saya mendapat jawaban dari istikharah saya beberapa hari kemarin yang membuat saya yakin untuk menerima perjodohan ini."

"Apa kamu benar-benar yakin?" tanya Farhan lagi.

Dengan mantap, Arafka berkata. "Insha Allah, saya yakin."

Farhan menghela napasnya. "Pikirkan baik-baik Raf. Putri saya bukan orang yang baik. Bahkan jauh dari ketaatan." Ia tidak ingin jika nanti setelah menikah, hubungan keduanya tidak berjalan dengan baik.

Arafka tahu, karena sebelum menerima perjodohan, semua sifat Ayesha yang kedua orangtuanya tahu sudah diceritakan kepadanya. Ayesha memang belum menjadi wanita muslimah sesungguhnya. Tapi bukan berarti tidak bisa berubah, kan?

Tanggung jawab seorang lelaki yang sudah menjadi suami sangat besar. Tanggung jawab imam kepada makmum dalam menjalankan rumah tangga yang perjalanannya akan dibawa ke mana. Dalam kemaksiatan, atau pahala. Kehidupan indah di surga atau malah kebalikannya hidup sengsara di neraka. Dan Arafka juga tahu, kalau menikah dengan seorang wanita yang tidak dicintai itu susah. Namun bukan berarti tidak bisa.

"Insha Allah, saya siap menerima semua prilakunya, maupun itu baik ataupun buruk saya akan bertanggung jawab sepenuhnya atasnya nanti. Menjaganya dari bahaya, dan saya akan membimbingnya dengan syariat, agar dia menjadi wanita yang lebih baik lagi."

Farhan mengangguk-angguk, mendengarnya. Sebuah pertanyaan kembali dilayangkan kepada Arafka. "Tapi, jika kamu menemukan wanita yang lebih baik dan sempurna dari putri saya bagaimana, apa kamu akan meninggalkannya?"

"Insha Allah, tidak akan." Arafka menjawab dengan tegas.

"Kenapa? Coba berikan alasannya."

Arafka tersenyum, sebelum kemudian ia menjawab. "Tidak ada alasan bagi saya untuk meninggalkannya jika permasalahannya di situ. Sebab, jika saya sudah menjatuhkan pilihan, Insha Allah itu adalah pilihan terakhir saya. Dan saya memiliki prinsip, menikah hanya sekali dalam hidup, sebisa mungkin saya akan menghindari perbuatan yang diperbolehkan oleh syari'at namun sangat dibenci oleh Allah. Dari kecil saya sudah diajarkan untuk memuliakan wanita agar tidak bertindak seenaknya."

"Saya juga percaya, Allah menciptakan sepasang manusia untuk saling melengkapi satu sama lain, karena tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Saya siap menerima semua konsekuensi yang akan saya dapat setelah menikah nanti Insha Allah, saya ikhlas dalam menerima dan menjalaninya."

Farhan tersenyum mendengarnya. Rasanya ia tidak salah pilih pendamping untuk sang anak.

"Alhamdulillah," ucap Farhan.

Ia kemudian menatap Rizal. "Gimana, Zal, udah siap jadi besanan?" ucapnya sembari terkekeh.

"Siap dong!" jawab Rizal sembari terkekeh kecil.

Fia dan Alifa hanya tertawa kecil melihatnya. Di dalam hati, Fia terus berdo'a semoga ini adalah yang terbaik untuk anaknya. Tidak ada yang membahagiakan selain kebahagiaan Ayesha, kebahagiaan putrinya adalah satu-satunya yang Fia inginkan. Dan Fia juga yakin, Arafka adalah pemuda yang tepat, Fia yakin Arafka bisa membimbing Ayesha untuk menjadi muslimah yang sesungguhnya.

...-TBC-...

Terpopuler

Comments

Monkey D. Luffy

Monkey D. Luffy

Terasa banget hidup tokoh-tokohnya, thor. Salut!

2023-12-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!