Bisma sekilas menatap wajah teduh Maesaroh. Kini ia hanya berdua di dalam ruang rawat itu. Sejak sadarnya Maesaroh, Bisma belum bicara secara personal dengannya.
"Bagaimana keadaanmu, nona?" tanya Bisma.
"Seperti yang anda lihat, keadaan saya masih sakit terutama saya harus menerima jika tulang kaki saya tak bisa normal kembali. Saya harus menyiapkan diri menjadi orang cacat" jawab Maesaroh dengan air mata menggenang.
"Apalah kamu akan menuntut saya?" tanya Bisma memastikan.
Maesaroh langsung tersenyum, tetapi Bisma menangkap senyuman itu sebagai tanda kegetiran.
"Tidak!! Anda jangan takut tuan, saya tidak akan meminta apapun pada anda. Ini sudah menjadi takdir saya, sehingga anda tidak perlu takut" jawab Maesaroh yah tahu bahwa pria di hadapannya takut pada apapun.
Dalam hati Bisma mengucap syukur karena sesudah ini, ia tidak perlu lagi berhubungan dengan gadis cantik di hadapannya.
"Kalau anda mau pulang, silahkan tuan. Pulanglah" Maesaroh mengusir Bisma secara halus, karena ia tahu pria di hadapannya cukup tersiksa berada lama di rumah sakit.
"Dia mengusirku!" ucap Bisma dalam hatinya.
"Menunggu orang yang terbaring sakit itu membosankan ya tuan" sindir Maesaroh.
Bisma hanya diam, ia begitu tertampar dengan ucapan Maesaroh. Padahal dia lah penyebab Maesaroh sampai seperti ini.
Tiba-tiba ponsel Bisma bergetar, ia melihat Clara menghubunginya.
"Permisi!" Bisma meninggalkan Maesaroh sendirian.
Maesaroh menghela nafas berat ke udara. Entah bagaimana kedepannya ia menghadapi kondisinya yang cacat seperti.
"Siapa yang akan menerima orang cacat untuk bekerja? Ya Allah, aku akan selamanya menjadi beban untuk kedua orang tuaku" Maesaroh menangis terisak.
Kemudian ia mengambil tasbih pemberian dari Rini. Ia sempat meminta Rini mengambilkan tasbih dirumahnya.
Dalam lantunan dzikir nya, Maesaroh hanya meminta dirinya untuk secepatnya di berikan kesembuhan agar bisa bekerja membahagiakan orang tuanya.
Sementara kini Bisma sedang bertengkar hebat di telepon dengan Clara.
"Mana janji kamu Bisma? Bohong kamu" Clara menangis saking kesalnya.
"Maafkan aku, tapi aku sedang ada hal yang lebih penting dari anniversary kita, sayang" balas Bisma.
"Apa, hal yang lebih penting? Sepenting apa kamu bisa mengabaikan acara kita? Aku kecewa padamu, Bisma" pekik Clara.
"Clara dengar, Aku baru saja kena musibah. Aku nabrak orang, aku harus tanggung jawab Clara. Belajar mengerti situasi. Nyawa orang lebih penting di banding pesta ecek-ecek kita" Bisma benar-benar kesal pada sang kekasih.
"Astaga sayang, maaf aku tak tahu. Tapi kamu bisa pulang kan lanjutin acara kita. Gampang saja kasih duit, beres urusannya!" Clara masih saja mementingkan acara yang tidak seberapa penting itu.
"Diam!! Perkataanmu semakin membuatku pusing. Clara, dengar jika itu bisa ku lakukan, aku sudah lakukan itu dari tadi. Tapi tidak sesimpel itu Clara. Semuanya tidak bisa di selesaikan dengan uang dan uang" bentak Bisma lalu mematikan teleponnya.
Clara mendengus kesal mengetahui Bisma mematikan teleponnya.
Lalu sang papa yang bernama Wiguna menghampirinya.
"Sudah sejauh mana kamu bergerak?" tanya Wiguna.
"Pa, nanti dulu bertanya nya. Aku sedang pusing" Clara langsung menjauhi sang papa membuat Wiguna geleng-geleng kepala.
Keesokan harinya, Maesaroh belajar berjalan di bantu oleh Rini. Ia merasakan sakit di kakinya tak kunjung sembuh.
"Kalau sakit jangan di paksakan, Mae" ucap Rini.
"Aku ingin segera sembuh, Rin" balas Maesaroh.
"Sabar ya Mae. Aku yakin kamu bisa normal kembali. Sementara kamu jalannya pakai tongkat dulu ya" ucap Rini.
Maesaroh hanya mengangguk lirih saja.
Tak lama, Lukman dan istrinya datang kembali ke rumah sakit membawa satu keranjang buah.
"Bagaimana keadaanmu, nak?" tanya Lukman.
"Puji syukur sedikit lebih baik dari kemarin pak" jawab Maesaroh.
"Syukurlah jika begitu" balas Lukman.
Ambar tidak bicara apapun, hanya ia memandang pada gadis di depannya.
"Pa, boleh mama bicara sebentar berdua dengan dia?" tanya Ambar.
Lukman mencium aroma-aroma tidak sedap dari gelagat sang istri.
"Awas jika kamu bicara yang tidak-tidak pada gadis ini" ancam Lukman.
"Tidak, pa. Mama hanya ingin mengobrol saja" balasnya.
Lukman dan Rini pun meninggalkan Mae berdua dengan Ambar.
Tampa basa-basi, ambar mengeluarkan cek dari tasnya.
"Tulis nominal yang kamu mau! Saya yakin orang seperti kamu hanya ingin uang kan?" Ambar berkata dengan kejamnya.
Sontak membuat hati Maesaroh seakan ditikam ribuan jarum.
"Kenapa Nyonya berbicara seolah saya ingin kemalangan ini dan di tukar dengan uang?" Miris rasanya melihat wanita yang terlihat terhormat, tetapi etika nya sungguh nol besar.
"Jangan basa-basi. Cepat tuliskan!" geram Ambar.
"Simpan saja uang anda, Nyonya. Karena itu semua tidak akan membuat kaki saya kembali normal. Saya sudah menganggap ini takdir" balas Maesaroh.
"Jangan munafik kamu. Saya yakin, kamu melakukan ini sengaja kan? Agar anak saya memberikan uang yang banyak? Akal bulus kamu sudah terbaca" maki Ambar sembari menunjuk wajah Maesaroh.
"Kenapa anda bisa mudah memfitnah orang lain seperti itu, Nyonya? Jika saya mau uang anda atau pun uang anak anda, sudah dari kemarin saya memintanya. Tolong Nyonya, saya ini sedang di timpa musibah, di timpa kemalangan, jangan membuat hati saya tambah sakit lagi" Maesaroh berkata dengan deraian air mata.
"Susah memang bicara dengan orang melarat" ucap Ambar dengan hati yang dongkol.
Ia langsung menghentakkan kakinya dengan kesal lalu berjalan ke arah pintu keluar.
Lukman lalu melihat sang istri dengan wajah kesal, ia sudah dapat menduga jika Ambar berbuat ulah lagi.
"Bicara apa kau dengan gadis itu?" tanya Lukman dengan wajah menyelidik.
"Tidak!" kilah Ambar.
"Aku bisa melihat ketidak benaran di wajahmu, Ambar. Kau bicara apa dengannya?" tanya Lukman dengan sorot mata marah.
"Aku hanya memberikan ia cek kosong supaya urusan kita dengan dia selesai. Tapi si@lnya dia menolak itu" geram Ambar.
"Hanya itu? Yakin kau hanya memberikan cek kosong pada gadis itu, tampa intervensi lainnya? Aku tahu sifatmu, Ambar. Dan aku kecewa padamu" bentak Lukman.
"Kenapa kau gemar sekali menuduhku, lukman? Aku tidak seburuk itu" teriaknya.
"Karena aku tahu. Lihatlah, tak mungkin gadis itu menangis di pelukan temannya jika tidak merasakan sakit hati oleh ucapanmu. Sudah berapa kali aku katakan, agar kau sedikit saja bisa berbicara dengan orang lain lebih baik? Kenapa tidak paham juga!" Lukman sungguh muak dengan sifat sang istri.
Jikalau ambar tidak memberikan dua anak pada Lukman, mana mungkin ia bisa lama bertahan dengan wanita yang buruk sekali perangai nya. Bahkan Ambar pernah bertengkar hebat dengan ibu Lukman. Hingga Lukman di jauhi oleh semua keluarganya di Yogyakarta sana.
"Pulang saja kau ke vila sendiri. Renungkan ucapanku jika kau masih sayang pada diri sendiri" ucap Lukman lalu kembali ke ruang rawat Maesaroh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
emang klo orang kaya boleh sombong yah...😁
2024-04-22
2
Mr.VANO
mampir dl,masih dlm pengamatan
2024-01-23
1
Ma Em
jangan terlalu sombong nyonya Ambar tidak semua orang tergiur dengan uangmu meskipun orang itu orang yang ga punya atau orang susah.
2023-12-29
1