...Masa lalu masih menjadi pemenang, kalau dikatakan seperti itu memang benar. Sampai sekarang, aku masih memikirkannya....
.........
July, 2018
Acara Penerimaan Murid Baru.
Hari pertama, diumur delapan belas tahun, aku menginjak kaki di halaman depan sekolah, bersama ayahku setelah cukup lama mengendarai motor.
"Aku masuk dulu," pintaku setelah menyalami tangan ayahku. Mengikuti beberapa siswa-siswi didepan, berjalan mengantri masuk.
"Iya," ayah menjawab pendek, lalu memutar motornya dan pergi bekerja. Tempat itu, jauh dari SMK ini.
Halaman depan, dengan hotel besar yang dibuat oleh sekolah, membuat Ratih,agak terkejut melihatnya. Sekolah ini, sepertinya mahal untuk membayar SPP bulanan. Ratih sedikit murung. Namun, ia harus bersekolah disini.
Halaman panjang, setelah aku memasuki dari gerbang kecil sekolah. Pohon-pohon menghiasi sisi-sisi kami semuanya. Padat merayap, aku harus berhati-hati melangkah.
Lamanya aku berjalan, tidak ada seseorang yang menjadi teman, aku melihat adanya parkir motor di belokan sebelum aku membelokkan diri ke lapangan sekolah didepan sana.
Riuh, bercampur berisik dari semua anak-anak baru. Kupingku tak kuat memuat semua obrolan mereka.
Ratusan murid, mengisi lapangan, tak begitu luas. Dan, aku terperangkap didalam. Tengah lapangan, bersama lainnya yang tak kukenal.
Sifatku pemalu, tak ada orang yang ingin berkenalan padaku. Aku menutup diri-mengatakan pada diri sendiri.
Sekolah ke jurusan ini, aku tak tau, apakah aku bisa bertahan selama tiga tahun ke depan, atau mungkin aku akan pindah seperti sebelumnya. Hari pertama, membuat energi Ratih mulai menurun.
Guru berkacamata, memberikan kalimatnya, menyentuh mikrofon itu,"semuanya harap diam. Silahkan berbaris sesuai jurusan masing-masing!"
Ibu yang belum memperkenalkan dirinya, berseru pada ratusan siswa-siswi baru. Dia berdiri dalam panggung. Mungkin dibuat tadi malam, sebelum kegiatan dimulai.
Atas suruhan itu, semuanya cepat-cepat mencari papan nama jurusan itu, yang dipegang oleh kakak kelas disini. Sebanyak empat kakak kelas, dengan nama "UPW,PH, BUSANA, KULINER," mengangkat masing-masing papan tulis kecil di kedua tangan, dan berteriak keras.
Ratih, dengan perasaan kuat, memulai perjalanan mencari jurusan yang nantinya akan ditekuni olehnya.
Kuliner. Jurusan yang diambil.
Badanku, mencari kakak kelas yang memegang papan tulis "kuliner" berdesakan, menyenggol lainnya.
Nafasku terengah, tapi masih bisa dikendalikan. Keringat mengucur pelan, sesekali mengusap dengan tisu.
Orang-orang, mulai berbaris. Lebih ramai, dibandingkan jurusan lain. Kuliner, lebih menjadi favorit murid-murid disini.
"Harap diam! jangan berisik!" Kakak kelas—tidak diketahui namanya, berseru.
Ratih, belum membuka mulutnya lagi. Kali ini, ia berdampingan dengan perempuan mengenakan kerudung, pipi tembam memerah. Alis hitam agak tebal, sedang melihat-lihat sekitar.
Dia.juga belum mengatakan sepatah kata-kalimat, padaku.
Di Depanku, antusias mengobrol dengan anak baru. Itu, membuat semangatku menurun, karena aku tertutup. Aku tak pandai, bergaul dengan orang. Ditambah lingkungan baru--masih asing, di mataku.
Sebanyak dua puluh pengajar, sekaligus staff sekolah, berkumpul di depan. Berjejer rapi, mengenakan seragam coklat muda, tampil keren dalam pembawaan.
Bercampur, antara laki-laki dan perempuan. Tertawa sebelum acara pagi ini, dimulai.
Petugas yang mengurusi menjadi sibuk berlari. Mengurus siswa-siswi baru, telat masuk. Baru saja datang dari sana. Mengarahkan dimana dia akan berbaris.
Selain itu, lainnya mengamati kami, dari belakang. Matanya teliti, melihat siapa saja yang berbuat nakal, mungkin dia bisa dibuang atau diancam tidak lulus sekolah. Aku hanya bisa berdiam.
Anak disamping, menanyakan padaku, "siapa namamu?"
"Aku Ratih." Aku canggung menjawab-tak terbiasa berbicara dengan orang lain.
Sejak kecil, orangtuaku selalu memotong pembicaraan jika aku sedang berbicara. Katanya, bicaraku ini tidak penting. Sejak saat itu, aku canggung dan takut, jika harus mengutarakan pendapat.
Perempuan tadi yang berbicara padaku, mengucap beberapa kata. "Salam kenal. Namaku Riana Ancara Tiara. Panggil Riana." Menodongkan tangannya, berkenalan padaku dan aku ikut menjabat tangan anak itu.
"Iya. Salam kenal juga, Riana."
Kami melanjutkan percakapan untuk pertama kalinya, sejak aku merenungi diriku. Dia, ternyata hangat. Aku sepertinya akan berteman dengannya untuk waktu yang sangat lama.
Perasaan canggung, lama-lama juga menghilang sendiri.
Ketika itu juga, guru berkacamata tadi mengajukan diri. Menyalakan mikrofon. Suara menggelegar sampai gerbang depan dan halaman parkir kendaraan, terdengar jelas.
Memberikan sambutan hangat, kepada guru,karyawan,maupun murid-murid baru, berkumpul menyaksikan.
"Selamat pagi,anak murid semuanya." Pintanya, ikut melambaikan salah satu tangan.
"Selamat pagi." Sorai, kami menjawab.
Guru berkacamata memberitahu namanya. Bu Arin, kepala sekolah yang saat ini memberikan pidato untuk semuanya.
Semenjak acara dimulai, dan bu Arin memberikan kata-kata, tiba saatnya ketua kelas mengarahkan adik-adiknya untuk berlari mendatangi aula di lantai dua.
Kami masih berbaris, dan aku mengikuti orang didepan, berjalan pelan menuju tempat itu. Menaiki tangga-tangga dekat kelas busana dan lorong panjang lantai satu. Lorong panjang di lantai dua, telah dipijak oleh Ratih, masih berbaris.
Langkah maju ke depan, sedikit-sedikit agar tidak mengenai sepatu orang.
Ruang guru, setelah barisan kami melewatinya. Sepi, dengan pintu tertutup rapat. Enam pilar menyanggah bangunan.
Aula terlihat jelas, di mata kepala Ratih. Sudah banyak orang duduk didalam saat Ratih ikut memasukinya. Riana, di sampingku ikut menyertai.
"Tempat ini, lebih parah daripada tadi. Mengapa harus disini,sih?"
"Itu benar." Ratih merenung.
Riana mengepakkan kerudung, merasakan seonggok udara yang bisa masuk kedalam dan membuat udara dingin yang dibuatnya.
Tempat ini, sangat pengap. Bau badan tercampur keringat, sangat memabukkan. Aku, menutup lubang hidungku agak rapat menggunakan kerudung yang kupakai hari pertama di lingkungan sekolahan baru.
AC ruangan tidak menyala, saat staff sekolah mencoba menekan tombol-tombol diremot kecil itu.
Hanya.lima kipas angin tertancap di langit-langit tembok. Memutar sesuai porosnya. Itupun, masih tidak efektif untuk mendinginkan ruangan.
Kakak kelas, turun tangan menata adik kelas. Sudah seperti keluarga. Semacam adik-adiknya, hanya saja, mereka sangat banyak. Tegas menyuruh-nyuruh.
Acara itu, dimulai lagi setelah lama mengatur lautan manusia, dalam ruang aula.
Aku menenangkan diri, setelah kemunculan beberapa guru, turut memasuki. Mengambil alih mikrofon, dan acara ini, dilanjutkan.
Gaung gong besar, diayunkan oleh Bu Arin, selaku kepala sekolah SMKN UNGGUL. Wajah bahagia, terpancar setelah menerima anak baru-sekarang menjadi murid sah di sekolah ini.
Aku menepuk tanganku,memeriahkan acara pagi ini. Menyenangkan, dapat menjadi bagian baru di lingkungan yang baru. Terutama, aku mendapat satu teman baru, yang kudapat.
Acara utama telah selesai. Bu Arin beserta empat guru lainnya, meninggalkan ruangan. Disusul kami semua, turut pergi dari sini.
Mereka diarahkan kepada acara selanjutnya mengenai perkenalan lingkungan.
Kami dibawa sesuai jurusan kami. Melihat fasilitas-fasilitas di sekolah ini, nantinya akan kami gunakan sebaik mungkin.
Tiba saatnya, satu per satu memperkenalkan diri mereka, masing-masing per individu. Perasaanku gelisah saat itu juga, mengingat sifatku yang tertutup.
Perlahan, nama-nama didalam buku absen, yang dipegang oleh kakak kelas kami, diucapkan lantang nan jelas.
Satu per satu, berdiri ditempatnya. Memperkenalkan diri semacam pidato singkat kepada puluhan orang-orang,menyaksikan apa yang dikatakan.
Sampai pada namaku, yang ditunjuk.
"Ratih Maheswari." Kakak kelas memberitahu. "Mana, nama anak yang bernama Ratih?" kepalanya asyik melihat-lihat wajah adik-adiknya.
Aku berdiri. Menyeimbangkan tubuhku, dan mengucap kata.
"S-saya, kak." Ratih menaikkan tangan. Berdiri dari tempat, ia duduk tadi.
"Coba, perkenalkan nama, umur, dan kota asal." Dia menyuruh.
"Iya kak." Ratih membalas, lalu menjawab suruhan darinya, "Selamat pagi, semuanya. Nama saya Ratih Maheswari. Umur, delapan belas tahun. Asal Yogyakarta. Terimakasih."
Duduk kembali dibawah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments