Sampainya di rumah, Rey buru-buru masuk ke kamar dan membersihkan diri, agar badan terasa segar dan biar tidak lesu. Saat mau menapaki anak tangga, rupanya Nyonya Weni menghentikan putranya.
"Kamu udah pulang, Rey? gimana dengan Velin, udah ada perubahan lagi?" tanya ibunya ingin tahu keadaan menantunya.
Rey menggelengkan kepalanya.
"Belum, Ma, Velin masih belum ingat apapun soal dirinya. Juga, Tuan Dion melarang Rey untuk selalu menemani Velin. Entah lah, apa maksudnya Tuan Dion, aku sendiri tidak mengerti."
Ibunya justru tersenyum mendengarnya.
"Kenapa Mama malah tersenyum, ada yang lucu kah?"
"Tidak ada yang lucu, karena tidak ada yang disembunyikan oleh Tuan Dion dan keluarganya kepada kita. Niat dari Tuan Dion itu, ya karena namanya orang tua, pasti ada perasaan takut jika terjadi sesuatu kepada putrinya. Tuan Dion hanya tidak ingin kamu dan Gezan menjadi musuh hanya karena persoalan asmara, dan dikhawatirkannya nanti yang jadi korban itu istri kamu. Makanya dari itu, Tuan Dion sengaja melarang kamu dan Gezan untuk menunggu Velin. Jadi, Tuan Dion menyarankan hanya waktu tertentu sebagaimana orang menjenguk orang sakit." Nyonya Weni berusaha memberi penjelasan kepada putranya, dan berharap dapat diterima dengan baik.
"Tapi, Ma, aku ini suaminya, sedangkan Gezan mantan suaminya. Kenapa harus diperlakukan sama, Ma?"
"Apa kamu udah siap jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terjadi kepada istri kamu, ha? atau, justru bahaya akan mengincar mu, gimana, kamu mau itu terjadi?"
"Ya enggak lah, Ma, mana ada sih, seorang suami tega membuat istrinya kenapa-kenapa, ya gak mungkin lah, Ma."
"Makanya itu, kamu tinggal nurut aja apa yang dikatakan mertua kamu. Yang dilakukan Tuan Dion itu ada benarnya, gak mungkin juga mau mencelakai kamu dan Velin."
"Yang dikatakan Mama kamu itu benar, kamu cukup menjadi anak yang nurut, itu semua juga demi kebaikan kamu dan istrimu. Sudah sana mandi, habis itu kita makan. Lihat tuh badan kamu, udah macam gak ke urus, sudah sana buruan mandi." Timpal Tuan Praja ikut berkomentar.
Di lain sisi, Gezan yang memilih untuk tidak pulang ke rumah, memilih bersantai di tepian danau untuk menenangkan pikirannya. Tetap saja, kenangan bersama Velin telah hilang begitu saja bak ditelan bumi. Sambil bersandar di bawah pohon besar, ingatannya kembali dengan masa masa bersama orang yang dicintainya, kini berakhir sudah hubungan sakral yang pernah diucapkannya.
"Aaaaaaa!" teriak Gezan dan dengan asal melemparkan batu kerikil ke sembarang arah.
"Aw! breng-s-ek! siapa sih ini yang melempari batu, oooo, dia rupanya."
Perempuan yang duduk tengah bersantai, tiba-tiba harus mendapatkan sial. Dengan penuh kesal, akhirnya segera menghampirinya.
"He! kamu ya, yang melempari aku batu, iya, ngaku deh. Sakit, tau."
"Aku?" Gezan langsung menunjuk pada diri sendiri.
"Ya iyalah kamu, memang siapa lagi kalau bukan kamu orangnya. Jelas-jelas di sini gak ada orang selain kamu dan diriku. Tuh lihat, yang lain aja jaraknya jauh jauh, mana mungkin mereka."
"Enak aja main nuduh, sok tau kamu ini," jawab Gezan tetap membela diri.
Saat itu juga, arah pandangannya tertuju ke tangan Gezan yang tengah memegangi banyaknya batu krikil di tangannya.
"Nah! itu apa ditangan kamu?"
Gezan pun kaget, ternyata benar di tangannya ada baru krikil. Karena malas berdebat dan tidak ingin emosinya tidak terkontrol, juga hanya akan membuang-buang waktunya, Gezan memilih pergi begitu saja ketimbang meladeni perempuan yang tidak dikenalinya.
"Yah kabur, gak bertanggung jawab banget sih itu orang," ucapnya penuh kesal.
Sedangkan Gezan sendiri segera masuk ke dalam mobil.
"Woi! awas kamu ya, kalau sampai kita ketemu lagi, bakalan aku balas kamu, ingat itu!" teriak dengan sekencang mungkin.
Gezan sendiri sama sekali tidak peduli, dirinya segera melajukan mobilnya agar tidak mendapat masalah yang hanya akan membuang waktunya dengan sia-sia.
Sedangkan Reydan yang baru aja selesai mandi, buru-buru mengenakan baju dan ikut makan bersama anggota keluarganya. Semua terasa berbeda saat istrinya tidak berada satu rumah. Meski waktu itu belum menikah, tetapi pernah tinggal satu rumah, juga mempunyai banyak kenangan bersamanya.
Tapi kini, semuanya seolah cepat berlalu, kenangan yang baru dilewati bersama, sekarang bagai terpenjara dalam sangkar.
Rey yang tidak ingin membuat kedua orang tuanya dan kakeknya menunggu lama, Rey segera keluar dari kamar, dan menuju ruang makan.
"Ayo kita makan, nanti keburu dingin kalau nunggu nanti dan nanti," ucap Nyonya Weni sambil mengambilkan porsi makan untuk putranya.
"Iya, Ma, habis ini aku mau langsung ke rumah sakit, semoga aja ada perkembangan, aku bawa ke luar negri aja apa ya, Ma."
"Makan dulu, dihabiskan dulu makanannya, habis itu baru boleh bicara, ya, ayo makan."
"Iya, Ma," jawab Rey yang tidak lagi melanjutkan obrolannya.
Sedangkan Kakek Derwaga sendiri merasa bersalah dan juga merasa kasihan mendapati nasib cucunya.
"Maafkan Kakek ya, Rey, gara-gara Kakek, kamu harus mendapat masalah seberat ini. Kakek janji, Kakek akan melakukan yang terbaik untuk kamu dan istri kamu. Jika jalan satu-satunya ke luar negri untuk melakukan pengobatan, Kakek yang akan menanggung semuanya. Sekarang kamu makan dulu, habiskan makanan mu. Setelah makan, Kakek mau ke rumah keluarga Adjimala untuk membicarakan soal pengobatan istri kamu." Timpal Kakek Derwaga ikut bicara.
"Iya, Kek, terima kasih banyak atas semuanya," jawab Rey sambil mengunyah makanan, dan suana kembali hening, sibuk dengan porsinya masing-masing hingga selesai makan.
Setelah makan, Rey segera kembali ke rumah sakit, yakni untuk menjaga istrinya walau dengan keterbatasan waktu karena permintaan dari ayah mertuanya, yakni Tuan Dion.
Sampainya di rumah sakit, Rey yang sudah tidak sabar untuk melihat keadaan istrinya, segera masuk. Nahas, rupanya Tuan Dion menghalanginya.
"Velin sedang ditangani Dokter, ayo duduk di sana, ada yang ingin kami sampaikan sama kamu, ayo."
Rey yang merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, berusaha untuk berpikiran positif.
"Duduklah,"
Rey duduk bersebelahan dengan Tuan Dion, juga disebelah Tuan Dion ada Nyonya Merlyn.
"Begini, karena Velin belum juga ada perubahan, kami akan membawanya ke luar negri. Tapi, kamu dilarang ikut, tidak apa-apa, 'kan?"
"Saya suaminya Velin, kenapa gak boleh ikut, kenapa, ada apa?"
"Demi keselamatan Velin, kami harus melarang kamu untuk ikut dengan kami. Percayalah, tidak ada sesuatu yang kami sembunyikan dari kamu. Kekhawatiran kami yaitu keselamatan Velin dan juga diri kamu, juga hubungan pernikahan kamu, hanya itu, tidak ada yang lain. Keadaan untuk saat ini benar-benar menyimpan trauma untuk kami. Bukannya kami berprasangka buruk, kami sebagai orang tua hanya berjaga-jaga demi keselamatannya Velin. Kamu bisa mengerti 'kan, maksud perkataan dari saya, Ayah mertua kamu."
Rey yang mendengarnya, pun serasa tidak rela harus berjauhan dengan perempuan yang dicintainya.
"Velin harus dilakukan operasi diwajahnya, juga akan dilakukan terapi rutin nantinya di luar negri demi kebaikannya, juga kebaikan kamu." Kata Tuan Dion memberi penjelasan sedetail mungkin.
"Mengantarkan sampai di luar negri juga tidak boleh kah?" tanya Rey berharap masih ada kesempatan meski hanya mengantarkannya sampai ke negri orang.
Tuan Dion menggelengkan kepalanya.
"Tidak bisa, apapun alasan kamu. Kalau sudah ada perkembangan, meski lupa ingatannya belum kembali, kami akan tetap membawanya pulang, dan kamu yang akan menjemput Velin." Timpal Nyonya Merlyn.
Rey yang tidak bisa berkata apa-apa lagi, hanya bisa pasrah dan memberinya doa yang baik untuk istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Anonymous
di lanjut lagi Thor 💪💪💪
2023-12-25
0
Novie Tanjung Novie Tanjung
lnjuuttttt....
💪🌹🌹🌹
2023-12-25
0
Isti Arisandi.
lanjut Kak
2023-12-25
0