Waktu yang dilewati sudah beberapa hari, Velin belum juga sadarkan diri dari koma. Reydan yang tidak pernah lengah ketika menunggu istrinya di rumah sakit, berharap segera sadarkan diri dari koma, dan berharap semua akan baik-baik saja, kesehatan fisiknya, juga mentalnya.
Gezan yang tengah berdiri diambang pintu ditemani Tuan Dion dibelakangnya, hatinya Gezan begitu hancur ketika melihat kondisi mantan istrinya yang sangat memprihatinkan.
Tanpa disadari, Gezan menitikkan air matanya, dan teringat perjuangan Velin untuk bertahan hidup disaat mengalami insiden yang dibuang di jurang dan terluka parah. Bahkan, Velin harus kehilangan ingatannya. Kini, Velin mengalami hal yang sama, hanya saja berbeda kejadiannya. Entah akan kehilangan ingatannya, atau tidak, Velin masih belum sadarkan diri.
"Maafkan aku, Velin, maafkan aku yang sudah membuatmu menderita seperti ini. Andai saja aku lebih percaya denganmu, kamu gak akan mengalami penderitaan yang kedua kalinya. Velin, dengan cara apa aku menebus kesalahan ku, agar kamu tidak menderita seperti ini." Gumam Gezan yang tanpa disadari ada Tuan Dion dibelakangnya.
"Ini bukan kesalahan kamu, tapi Leya putri angkat kami. Kalau Leya tidak dikuasai emosinya, tidak mungkin Velin akan mengalami kecelakaan. Kamu jangan terus-terusan menyalahkan diri kamu sendiri, karena kamu tidak sepenuhnya salah atas kejadian yang menimpa Velin di rumah kami." Timpal Tuan Dion yang langsung menyahut.
Gezan langsung menoleh ke belakang, dan memutarbalikkan badan.
"Maafkan saya, Tuan, dulu saya sudah menyia-nyiakan Velin. Saya dulu tidak mau mempercayai penjelasan dari Velin, dan lebih memilih percaya dengan keluarga saya sendiri yang rupanya adalah dalang dari insiden yang menimpa Velin waktu dibuang di jurang. Memang saya yang salah waktu itu, tidak mencari bukti yang akurat, melainkan langsung percaya dengan keluarga. Meski mereka sudah saya jebloskan ke penjara, tetap saja saya tidak bisa memiliki Velin. Sekarang saya sadar, cinta tidak harus memiliki, meski rasanya sangat sakit, saya akan berusaha merelakan, asal Velin bahagia, itu sudah lebih dari cukup."
"Kami bangga sama kamu, rupanya kamu orang yang bertanggung jawab, dan tidak memandang siapa pelakunya. Terima kasih sudah memberi keadilan untuk putri kami, meski kamu harus merelakan keluarga kamu sendiri."
"Sama-sama, Tuan, saya tidak dibenci oleh keluarga Velin saja, saya sudah sangat bersyukur. Karena saya sadar, karena keluarga saya sudah melakukan kesalahan yang fatal, termasuk saya yang gagal menjadi suami yang baik."
"Masih banyak waktu untuk memulai dari nol, kamu pasti bisa. Ayo, kita duduk di sana, biar lebih enak ngobrolnya. Takutnya kalau disini nanti mengganggu Reydan, ayo."
Tuan Dion berusaha untuk menyemangati Gezan, meski orangnya masih saja tidak bersemangat, tetap memberi suport padanya.
Lain lagi dengan Reydan, dirinya rela tidak masuk kantor demi menunggu istrinya yang dirawat di rumah sakit, dan lebih mementingkan keselamatan istrinya ketimbang karirnya.
Merasa bersalah besar karena tidak bisa menjaga istrinya dengan baik, Reydan terus-menerus menyalahkan dirinya sendiri. Hampir saja frustrasi karena istrinya tidak juga sadar sudah beberapa hari lamanya, keluarganya maupun keluarga istrinya selalu menyemangati, meski hampir saja menyerah.
Reydan yang tengah ketiduran karena jarang istirahat, tiba-tiba ia merasakan ada sesuatu yang menyenggol jari jemarinya.
Reydan sontak kaget dan terbangun dari tidurnya.
"Velin, Velin, ini beneran tangan kamu yang bergerak?"
Reydan yang serasa seperti mimpi, dan seperti tidak percaya jika istrinya menggerakkan jari jemarinya, langsung menakan tombol agar Dokter segera datang dan memeriksa kondisi istrinya.
Velin masih menggerakkan jari jemarinya secara perlahan, sedangkan kedua matanya masih terpejam. Reydan yang benar-benar menyadari tidak sedang bermimpi, pun mengusap lembut jari jemarinya untuk memberinya respon. Benar saja, Velin seperti mendapat sinyal ketika tangannya disentuh oleh suaminya.
Tidak lama kemudian, Dokter pun datang. Velin masih menggerakkan bagian anggota tubuhnya seperti ujung kaki, dan jari jemari tangannya. Juga, perlahan-lahan mencoba membuka kedua matanya.
Dokter yang sudah melihat perkembangan dari Velin yang sudah dapat menggerakkan bagian anggota tubuhnya, pun dapat bernapas lega, lantaran pasiennya sudah sadarkan diri dari koma. Karena harus dilakukan pemeriksaan, Reydan diminta untuk keluar.
Di luar ruangan rupanya sudah ada Gezan, kedua orang tuanya Velin, juga kedua orang tuanya Reydan sendiri.
"Gimana dengan Velin, udah sadar?" tanya Nyonya Merlyn yang begitu cemas memikirkan kondisi putrinya.
Reydan mengangguk.
"Iya, Nyonya, Velin sudah sadar, dan tadi saya lihat sudah membuka matanya, semoga beneran sadar dari koma," jawab Reydan meyakinkan ibu mertuanya.
"Syukurlah kalau sudah ada perubahan pada cucuku, maafkan Kakek mu ini, Nak, gak bisa menjadi Kakek yang baik, dan gagal menjagamu dari bayi," timpal Kakek Adjimala tampak bersedih.
Kakek Derwaga yang melihat teman akrabnya dikala masih muda, pun mengajaknya duduk dan menghiburnya.
Dengan jarak yang dekat, Gezan hanya menjadi pendengar setia. Mendengar Velin ada perubahan, Gezan ada rasa sedikit senang, meski belum tahu hasilnya nanti. Sedangkan Reydan sudah masuk kedalam ruangan untuk melihat kondisi istrinya, yang lainnya menunggu diluar agar tidak mengganggu pasien yang baru saja sadarkan diri dari koma.
Didalam ruangan, Velin yang sudah sadarkan diri dari komanya, Velin celingukan seperti orang kebingungan.
"Saya dimana?" tanya Velin sambil menahan rasa sakit di bagian kepalanya, Velin berusaha memeganginya agar tidak teramat sakit.
Reydan yang melihat kondisi Velin, sungguh sangat memprihatinkan, wajah yang cantik, kini penuh luka gores, dan lumayan sedikit menyedihkan. Tanpa disadari, Rey menitikkan air matanya, dirinya benar-benar menangis melihat kondisi istrinya. Berkali-kali Rey menyeka air matanya, berusaha untuk tidak ketahuan menangis. Tetap saja, Rey menangis sesenggukan.
"Dia siapa? kok dia menangis?"
Deg!
Detak jantung Rey seakan mendadak berhenti ketika istrinya tidak mengenali suaminya. Kemudian, Rey mendekatinya.
"Aku suami kamu, sayang, aku Reydan suami kamu. Kamu gak lagi bercanda, 'kan? Velin, jangan melucu didepan ku, aku ini suami kamu, sayang," ucap Reydan sambil menyeka air matanya.
Setelah itu, Rey duduk didekatnya, dan meraih tangannya.
"Kamu tidak sedang mengerjai ku, 'kan? aku Reydan, suami kamu, kamu ingat aku, 'kan?"
Velin menggelengkan kepalanya, dirinya benar-benar tidak tahu apa-apa, juga pandangannya terlihat kosong.
"Sudah dulu menjelaskannya, pasien butuh istirahat yang cukup, soalnya istri Tuan baru aja sadar dari koma. Doakan saja, semoga pasien hanya sedang lupa, bukan lupa ingatan. Tuan boleh keluar, biar perawat yang akan menjaganya, sesuai permintaan keluarga demi menjaga kesehatan pasien, silakan."
"Baik, Dok, tolong sembuhkan istri saya, Dok, saya takut masa lalu dia akan terulang kembali, saya tidak mau itu terjadi kepada istri saya," jawab Reydan dengan lesu ketika mendapati istrinya tidak lagi mengenal dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Novie Tanjung Novie Tanjung
kasihan velin lupa ingatan lgi dia...
jngan lma2 ya thorr lupa ingatan nya...
ksihan reydan...
lnjuuttttt...
💪💪💪🌹🌹🌹
2023-12-24
0
Anonymous
gezan yg ikhlas velin bukan milikmu lagi 🙏🙏🙏
lanjut lagi Thor 💪💪💪
2023-12-24
0