Mengulang Kembali Cerita

Entah ini hanya sekadar perasaan biasa atau memang ada sesuatu yang sedang terjadi, Lareina merasa kalau saat ini Narendra sedang memperhatikannya yang sedang makan sembari berbisik-bisik dalam hati.

Dia tidak berani untuk mengungkapkannya karena mungkin akan membuat Narendra tidak nyaman dan tidak melanjutkan makannya kembali. Jadi, sebaiknya Lareina tidak usah mencari perkara dalam acara makan ini.

‘Sekarang malah aku yang merasa tidak nyaman. Kenapa Narendra terus memperhatikanku sembunyi-sembunyi begitu?’ batin Lareina bertanya.

Perasaannya ini tidak mungkin salah. ‘Tapi, bagus juga kalau memang itu yang Narendra mau. Dia bisa melihatku sebagai wanita di hatinya.’

‘Kamu mungkin membenciku yang terlihat menyusahkan untukmu, tapi aku bisa membuatmu mencintaiku dalam sekejap mata, Narendra.’

Lareina tersenyum kecil. Pikiran licik terkait apa yang dia bicarakan barusan membuatnya berkelana ke sana kemari dengan tujuan untuk memperbesar perasaannya kepada sang suaminya. Cintanya sudah hampir membesar.

TRING!

Suara ponsel yang berada di dekat Narendra kemudian berdering nyaring memudarkan khayalan Lareina. Pria itu segera mengambil ponselnya untuk mengetahui siapa yang memberinya pesan malam-malam begini.

“Ada apa, Tuan? Kenapa wajah Anda memerah begitu?” tanya Nova mengerutkan alis. Merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh tuannya.

“Diam. Jangan ikut campur.” Narendra tidak mau memberi tahu Nova dan Lareina terkait pesan itu. “Aku sudah selesai makan. Aku mau pergi dulu.”

“Kamu sudah selesai makan? Kamu mau pergi ke mana? Ajak aku juga, Narendra. Aku juga mau jalan-jalan bersamamu,” pinta Lareina ingin ikut.

Tidak pernah sekalipun Narendra mengajaknya jalan-jalan dan itu membuat Lareina merasa sesak terus berada di rumah. Apakah kali ini Narendra akan membawanya keluar? Yakin, Narendra mau mengajaknya?

“Untuk apa memintaku seperti itu? Aku bukan ayahmu! Kau pergi jalan-jalan saja sendiri, untuk apa ingin ikut denganku?” bentak Narendra.

Pria itu melangkah keluar setelah menyelesaikan makan malamnya. Itulah sebabnya hingga saat ini Lareina masih belum bisa mengajak komunikasi suaminya dengan baik atau bahkan sampai membawanya keluar.

“Tuan mungkin memiliki urusan penting di luar, Nyonya. Atau mungkin Tuan ingin mengobati tangannya lagi? Tadi, 'kan, sempat terluka,” katanya.

Masuk akal juga. “Iya, kamu benar. Aku sebaiknya tidak membuatnya pusing oleh keinginanku. Aku harus sabar kalau mau Narendra membawaku.”

Hanya kesabaran yang sudah menjadi makanan sehari-hari Lareina yang biasa dia makan meskipun tidak mengenyangkan. Beban suami itu sangat besar karena harus menafkahi istrinya yang ada di rumah.

“Nyonya, orang yang diduga terluka di kamar Tuan Narendra sudah kembali untuk bekerja lagi. Anda mau bertemu dengannya?” tanpa Nova.

“Tolong pertemukan kami.”

“Baik. Saya akan mengantar Anda dulu ke kamar.” Lebih nyaman kalau membicarakan masalah itu di kamar Lareina saja agar tidak kedengaran.

Karena Lareina tidak tahu seberapa banyak orang yang memasang telinga mereka untuk menguping pembicaraannya dengan pelayan itu. Berani juga si pelayan kembali bekerja setelah insiden buruk terjadi.

.

.

.

Di dalam kamar yang merupakan kamar Lareina dan Narendra berada, di situ sang Nyonya sedang menunggu kedatangan seseorang yang sudah diperintahkan untuk menemuinya selepas makan malam selesai.

Sudah beberapa menit si pelayan tidak ketemu-ketemu. Apakah ia takut untuk memasuki kamar itu lagi karena sebelumnya pernah mengalami insiden buruk yang tidak disadari orang lain? Apa ia trauma?

‘Kalau dia tak mau datang kemari, apa sebaiknya aku mendatangi kamarnya saja? Itu pasti akan membuatnya merasa terkejut,’ gumam Lareina berkata.

CEKLEK!

Pada saat Lareina hendak berdiri, terdengar suara pintu yang terbuka tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Apakah itu Narendra? Ia pulang secepat itu? Tidak biasanya suaminya itu pulang cepat setelah dari luar.

“Nyonya. Ini saya.”

‘Rupanya itu bukan dia. Hampir saja aku ingin bertanya padanya.’ Lareina merasa terkejut oleh kedatangan pelayan itu. Ia saja tidak mengetuk pintu.

“Iya, kemarilah. Kamu duduk di sini.” Lareina menepuk-nepuk tempat tidur yang ada di sampingnya menyuruh pelayan untuk di sana.

Tetapi, sang pelayan justru hanya diam mematung seolah tidak memiliki kesempatan untuk duduk bersanding bersama nyonyanya. Jadi, dia memilih untuk duduk di atas lantai yang dingin daripada harus berada di atas kasur.

“Saya duduk di sini saja, Nyonya. Saya tidak berani untuk duduk bersama Anda di atas kasur. Saya takut mengotori tempatnya,” ucapnya sangat lirih.

“Dengan hanya kamu mendudukinya saja tidak akan membuat kasur ini menjadi kotor. Kamu kemarilah dan kita mengobrol bersama,” desaknya.

Menggeleng. Pelayan itu bersikeras menolak apa yang diperintahkan oleh nyonyanya kalau menyangkut soal itu. Tangannya terlihat gemetaran tanpa bisa diketahui oleh Lareina di hadapannya. Dia sungguh tak bisa.

“Baiklah kalau begitu. Aku takkan memaksamu lagi untuk duduk di sini. Tapi, apa kamu nyaman duduk di atas lantai?” Itu pasti dingin sekali.

“Sangat nyaman, Nyonya. Pelayan rendahan seperti saya memang sudah seharusnya berada di posisi ini. Terima kasih sudah mengkhawatirkan saya.”

Lalu melanjutkan, “Saya mendengar kabar kalau Anda mencemaskan keadaan saya waktu itu. Saya sungguh sangat berterima kasih sekali.”

Sudah seharusnya seorang Nyonya lakukan. “Itu sudah menjadi kewajiban kita sebagai manusia untuk saling mengkhawatirkan satu sama lain.”

“Kamu juga sudah banyak bekerja di rumah ini dan sudah sepantasnya untuk dikhawatirkan. Syukur kalau kamu sudah bisa pulang.”

Pelayan itu tersenyum manis setelah mendengar bahwa nyonyanya sangat menyayanginya bahkan sempat-sempatnya mengkhawatirkan orang lain. Dia sungguh sangat terharu dan membuatnya menangis.

Walaupun Lareina tidak tahu orang di depannya itu sosok yang seperti apa namun tidak ada salahnya untuk saling mengkhawatirkan, 'kan? Selain itu, dia juga sangat penasaran mengapa hal itu sampai terjadi.

“Apa aku bisa bertanya sesuatu padamu? Aku tidak tahu kalau ini akan menyakitimu, tapi apa yang sebenarnya terjadi waktu itu?” Mulai bertanya.

Sejenak terdiam seakan tidak tahu harus mengatakan apa. Pelayan itu mencoba mengingat-ingat semuanya tanpa ada satu pun yang harus ditutupi. Namun, dari mana dia harus memulai semua obrolan itu?

“Waktu itu ... ”

.

.

.

[DI WAKTU KEJADIAN]

PRANG!

Narendra melempar sebuah gelas sampai membuat pecahannya berserakan di mana-mana. Pelayan itu terkejut setengah mati bahkan hampir pingsan kalau pecahan tersebut sampai melukai tubuhnya.

Dia berkata, “Alih-alih menyentuh sepatuku, kau bersihkan saja pecahan gelas itu sampai bersih dan keluarlah dari kamar ini.”

“Baik.”

Pelayan itu memulai tugasnya dengan membersihkan pecahan tersebut secara teliti agar Narendra atau siapa pun tidak terluka karena menginjak pecahan gelas. Kalau sampai hal itu terjadi, bisa saja dia diusir dan dipecat.

Sedangkan Narendra santai-santai saja sembari meminum segelas red wine di tangannya sambil memperhatikan pelayan itu bekerja. Dengan tatapan datar, hati yang kejam, dia menyuruh si pelayan untuk berhenti.

“Hey, hentikan. Kau mengganggu pemandanganku.” Diri setengah sadar karena pengaruh alkohol. “Aku bosan. Mainkan sesuatu yang bisa membuatku terhibur.”

“S, saya harus melakukan apa, Tuan? Saya tidak pandai dalam hal menghibur. Apa Anda membutuhkan seseorang untuk menghibur Anda?”

Raut wajahnya jelas sangat ketakutan. Narendra menjawab, “Hanya kau yang ada di sini, untuk apa menyuruh orang lain yang melakukan tugasmu?”

“Apa pekerjaanmu selama ini mengalih-alihkan tugasmu kepada orang lain dan kau bisa bersantai tanpa mengkhawatirkan apa pun?” lanjutnya.

Sontak hal itu membuat sang pelayan mendongak. “Tidak! Saya tidak pernah melakukan itu, Tuan! Saya bersumpah! Saya tidak melakukan itu!”

Permainan ketakutan yang sedang dimainkan oleh Narendra ini bisa menyembuhkan rasa bosannya. Apalagi yang bisa membuat pelayan itu ketakutan? Narendra membutuhkan sesuatu yang lebih ekstrem.

‘Bunuh dia, bunuh dia, bunuh dia, bunuh dia .... ’ Pikirannya terus menggumamkan kata-kata itu. Seperti ada hasrat ingin membunuhnya.

“Ukh ... ”

“Tuan? Anda baik-baik saja?”

Kondisi Narendra tampak tidak sehat sekarang atau mungkin karena pengaruh alkohol yang membuatnya seperti itu? Bagaimana pelayan itu harus membantu? Apa sebaiknya dia memanggil Lareina untuk datang?

“S, saya akan memanggil Nyonya Lareina untuk membantu Anda! Saya akan segera kembali, Tuan!” Pelayan itu bergegas berdiri untuk keluar.

“Hey.”

Pada saat hendak membuka pintu, si pelayan mendengar suara Narendra yang teramat sangat lirih dan kemudian membalikkan tubuhnya. Dia melihat pria itu berdiri dari tempat duduknya dan anehnya menuju padanya.

“T, Tuan?”

“Kalau kau berusaha keras untuk memanggilnya, aku bersumpah akan membunuhmu dan mencabik-cabik isi dalam tubuhmu,” ancam Narendra.

GLEK!

Dan tentu saja itu menjadi sebuah ancaman yang sangat besar bagi orang yang tidak mau mati di tangan majikannya. Kehidupan pelayan itu masih sangat jauh bahkan kesuksesan pun belum sempat didapat.

“Saya tidak akan memberi tahu Nyonya. Saya akan diam dan menuruti apa yang Anda katakan pada saya.” Tunduk pelayan itu tidak mau menatapnya.

“Kalau begitu, enyahlah dari hadapanku!”

BUAK!

Narendra memukul pelayan itu sampai tidak sadarkan diri. Kepalanya sangat pusing bukan main bahkan tubuhnya mulai ambruk tidak terkendali. Namun, karena pecahan gelasnya belum dibersihkan, tangan Narendra ...

“Ugh-!!”

Tangannya terkena pecahan tersebut sampai menusuk ke dalam bagian telapak tangannya. Darah mulai menetes-netes mengotori lantai. Narendra menarik tubuh pelayan itu untuk tidak menghalangi pintu.

Darah terus menetes saat Narendra mencoba memeriksa napas pelayan yang sedang tidak sadarkan diri sampai menggumpal dan siapa pun yang melihatnya akan salah paham kalau Narendra sudah membunuhnya.

Setelah berhasil memeriksanya dan ternyata dia masih hidup, Narendra kembali untuk duduk dan menikmati segelas minumannya. Akan tetapi, bajunya secara tidak sengaja menyenggol botol itu sampai pecah berserakan.

PRANG!

“Narendra, suara apa itu?”

.

.

.

Begitulah kira-kira kejadian yang sebenarnya. Si pelayan terus menunduk pada saat menceritakan semuanya. Dia merasa malu dan takut karena tidak bisa mengerjakan semua pekerjaan dengan giat dan benar.

“Saya tidak tahu dari mana asalnya darah itu. Yang saya tahu, beliau hanya memukul kepala saya dan sepertinya saya tidak sadarkan diri saat itu.”

“Karena tidak mungkin beliau hendak membunuh saya atau memfitnah saya telah melukai diri saya sendiri, Nyonya.” Si pelayan tidak tahu hal itu.

Lareina tahu pada saat itu Narendra menuduh si pelayan telah melukai dirinya sendiri dengan katanya menyayat leher menggunakan serpihan kaca. Tetapi, dia tidak berniat mengatakan itu untuk mengadu domba.

“Jadi, kamu tidak tahu kenapa tangannya sampai terluka dan harus diperban di kemudian harinya? Kamu benar-benar tidak tahu?” tanyanya.

“Maaf, Nyonya. Saya benar-benar tidak tahu apa pun tentang itu.” Walau berusaha mengingatnya pun tetap saja tidak ada ingatan soal itu.

Gadis itu menghela napasnya. ‘Rupanya tidak cukup kalau satu bukti. Aku tetap harus mencari tahu pada Dokter soal luka yang Narendra alami.’

“Ya, sudah. Kamu boleh pergi.”

“Baik.”

Pelayan itu keluar dari kamar Lareina setelah mengatakan pengakuan soal apa yang terjadi di hari insiden itu. Sekarang harus apa untuk menuntaskan rasa penasarannya? Repot juga kalau terus mengandalkan Nova.

Dia tidak mempunyai ponsel untuk menghubungi seseorang, bagaimana cara meminta bantuan? Kemungkinan Lareina harus mengunjungi salah satu rumah temannya yang mungkin bisa membantu kesusahannya.

Ada satu orang yang sangat baik padanya dan kebetulan mereka adalah teman semasa kecil. Dari sebelum atau sesudah matanya menjadi buta, Lareina dan teman itu selalu berkomunikasi dengan baik seperti keluarga.

Karena sekarang sudah jarang berkomunikasi karena kemampuan melihatnya sudah tidak berguna dan karena juga dirinya sudah menikah, jadi ada banyak perbatasan antara dirinya dengan kawan lamanya itu.

BERSAMBUNG

Episodes
1 Kamu yang Membunuhnya?
2 Aku Sangat Membencimu!
3 Mendadak Ada Pencurian
4 Adalah Seorang Permata
5 Mengulang Kembali Cerita
6 Matamu Bukan Masalah!
7 Perasaan yang Membara
8 Will You Marry Me?
9 Kepergianmu Itu Harapanku
10 Rein, Nama Tersembunyi
11 Tatapan Maut Mengancam
12 Menikah Karena Kasihan
13 Kesalahan yang Tak Disadari
14 Aku Menemukanmu, Audrey!
15 Misteri Jatuhnya Cangkir
16 Memiliki Niat Terselubung?
17 Ciuman Pertama Pernikahan
18 Memancing Emosi Monster
19 Surat Undangan Pernikahan
20 Rencana Untuk Membunuh
21 Sebuah Pertemuan Pertama
22 Seperti Omong Kosong
23 Detik-detik Menuju Tragedi
24 Cepat, Panggil Ambulance!
25 Pelakor Semakin Didepan
26 Kecanduan yang Berbahaya
27 Satu-satunya Keluargaku
28 Tuduhan Tidak Berdasar
29 Menyewa Pembunuh Bayaran
30 Kamu Berpihak Padanya?
31 Perkumpulan Kelas Atas
32 Perbincangan Dua Sejoli
33 Kebohongan yang Nyata
34 Dasar Pria Tidak Berguna!
35 Hidupmu Masih Panjang
36 Apa Aku Mengganggumu?
37 Pulanglah Sebelum Malam!
38 Perseteruan Dua Keluarga
39 Jangan Menangis Sendirian
40 Pembalasan Dendam Pertama
41 Tolong Aku, Narendra!
42 Kau Adalah Penyebabnya
43 Usulan Sewa Bodyguard
44 Lareina Sang Penengah
45 Apakah Terjadi Sesuatu?
46 Menghilang Tanpa Jejak
47 Hanya Satu Kesempatan
48 Ubahlah Cara Pandangmu
49 Ayo, Buka Mulutmu
50 Keributan Pasangan Selingkuh
51 Semuanya Segera Berakhir
52 Bertemu Teman Seumuran
53 Kencan Berakhir Jebakan
54 Nyawa Diujung Tanduk
55 Merenggut Satu Nyawa
56 Kembalilah Dengan Harapan
57 Apa Dia Sudah Menikah?
58 THE END
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Kamu yang Membunuhnya?
2
Aku Sangat Membencimu!
3
Mendadak Ada Pencurian
4
Adalah Seorang Permata
5
Mengulang Kembali Cerita
6
Matamu Bukan Masalah!
7
Perasaan yang Membara
8
Will You Marry Me?
9
Kepergianmu Itu Harapanku
10
Rein, Nama Tersembunyi
11
Tatapan Maut Mengancam
12
Menikah Karena Kasihan
13
Kesalahan yang Tak Disadari
14
Aku Menemukanmu, Audrey!
15
Misteri Jatuhnya Cangkir
16
Memiliki Niat Terselubung?
17
Ciuman Pertama Pernikahan
18
Memancing Emosi Monster
19
Surat Undangan Pernikahan
20
Rencana Untuk Membunuh
21
Sebuah Pertemuan Pertama
22
Seperti Omong Kosong
23
Detik-detik Menuju Tragedi
24
Cepat, Panggil Ambulance!
25
Pelakor Semakin Didepan
26
Kecanduan yang Berbahaya
27
Satu-satunya Keluargaku
28
Tuduhan Tidak Berdasar
29
Menyewa Pembunuh Bayaran
30
Kamu Berpihak Padanya?
31
Perkumpulan Kelas Atas
32
Perbincangan Dua Sejoli
33
Kebohongan yang Nyata
34
Dasar Pria Tidak Berguna!
35
Hidupmu Masih Panjang
36
Apa Aku Mengganggumu?
37
Pulanglah Sebelum Malam!
38
Perseteruan Dua Keluarga
39
Jangan Menangis Sendirian
40
Pembalasan Dendam Pertama
41
Tolong Aku, Narendra!
42
Kau Adalah Penyebabnya
43
Usulan Sewa Bodyguard
44
Lareina Sang Penengah
45
Apakah Terjadi Sesuatu?
46
Menghilang Tanpa Jejak
47
Hanya Satu Kesempatan
48
Ubahlah Cara Pandangmu
49
Ayo, Buka Mulutmu
50
Keributan Pasangan Selingkuh
51
Semuanya Segera Berakhir
52
Bertemu Teman Seumuran
53
Kencan Berakhir Jebakan
54
Nyawa Diujung Tanduk
55
Merenggut Satu Nyawa
56
Kembalilah Dengan Harapan
57
Apa Dia Sudah Menikah?
58
THE END

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!