Seharian bergelut dengan pekerjaan yang tak ada habisnya membuat Mutiara sedikit dapat memperbaiki mood.Dia memutuskan kembali ke rumah pukul 7 malam.
Hal itu sudah biasa dilakukan oleh Mutiara. Bahkan jika pesanan pelanggan lebih banyak, dia bisa tidak pulang selama dua hari. Sebegitu gilanya gadis itu pada pekerjaan.
Meski sering mendapat teguran dari Eyang Murti namun itu tidaklah berpengaruh pada Mutiara.
Mutiara keluar dari ruangannya dengan sedikit terkejut saat melihat Salana masih duduk anteng dikursinya.
Mutiara merupakan atasan yang selalu memberi keringanan pada setiap pegawainya untuk pulang jika sudah waktunya. Itu juga berlaku untuk Salana.
Terkadang dikantor yang lebih mirip rumah 2 lantai itu hanya tersisa dirinya sendiri dan tentu saja didepan ada satpam terpercaya bertugas untuk mengamankan tempat itu.
"Belum pulang Sal? " Tanya Mutiara mengerutkan keningnya sambil mengunci ruangannya.
Ruangan khusus tempatnya bekerja memang tidak sembarangan orang bisa masuk, hanya orang tertentu dan dengan izinnya tentu saja.
"Ini mau pulang" Jawab Salana segera berdiri setelah mengambil tas kerja yang selalu dibawanya. "Nebeng Ya Mut!" Sambungnya sambil tersenyum menggoda.
"Tidak biasanya" Ujar Mutiara sambil terus berjalan menuju tempat parkir.
"Si putra sedang perawatan jadi ditinggali ditempat spanya" Putra yang dimaksud adalah motor matic kesayangan Salana
"Tumben bisa ditinggali tuh bocah"
"Terpaksalah, tadi kan buru-buru ke sini ada panggilan dari Ibu Bos"
"Dihh.. " Mutiara mendelik mendengar ucapan Salana yang hanya dibalas cengiran oleh pelakunya.
"Ada tempat singgah?"
"Nggak ada sih kita langsung kerumah Eyang"
Mutiara menoleh ke arah Salana meminta penjelasan lebih. Tanpa harus berkata Salana memahami ekspresi yang Mutiara tunjukkan.
"Kemarin Eyang memanggil untuk tinggal disana beberapa hari. Katanya rumahnya terlalu sepi apalagi hanya tinggal berdua dengan Cucu nya yang kayak kulkas"
"Ada mbakmu dirumah?" Rumah yang dimaksud adalah rumah peninggalan mendiang Nenek Salana yang diwariskan untuknya. Namun kakak Salana, Sofyana memutuskan datang tinggal bersama suami dan anaknya. Jangan tanya bagaimana dengan Salana.
"Iya, sepertinya mereka mau tinggal lama jadi ya begini" Ucap Salana sendu.
"Tinggal saja dirumah Eyang. Lagipula rumah itu terlalu besar hanya untuk ditinggali aku dan Eyang" Mutiara berkata sambil sesekali melihat Salana dengan ujung matanya.
Mendengar perkataan Mutiara, Salana langsung menafsirkan ada tujuan tertentu dari ucapannya "Iya, aku tinggal disana supaya bisa menemani Eyang dan kamu bisa menginap di butik tanpa teguran kan" ucap Salana setelah mengalihkan atensinya pada Mutiara yang sedang mengemudi.
"Ingat ya, selama aku tinggal dirumah Eyang kita harus pulang pergi bersama. Aku tidak mau dicerca Eyang gara-gara cucunya terlalu gila kerja" Sambungnya membuat Mutiara tersenyum.
Sama halnya Salana, Mutiara juga selalu menjaga gadis itu agar tetap menjadi dirinya sendiri.
30 menit Mutiara melajukan mobil putih kesayangannya membelah kota sambil mendengar dan sedikit merespon cerita Salana yang tidak memiliki muara. Ada saja cerita tentang pelanggan atau kegiatan yang dialihkan padanya dari Mutiara.
Salana memang tidak jarang ditugaskan menjadi jembatan bagi Mutiara dan Pelanggan atau menggantikan Mutiara mengawasi pekerjaan karyawan Butik saat dirinya memiliki pekerjaan lain.
"Kenapa duduk diluar Eyang?" Tanya Mutiara setelah sampai dirumah. Diraihnya tangan keriput Eyang Murti untuk disalim. diikuti oleh Salana.
"Kenapa baru pulang?" Cerca Murti dengan pertanyaan alih-alih menjawab pertanyaan cucu gadis kesayangannya."Eyang kan sudah bilang pulang dijam seperti jam kantor biasa jangan terlalu mengejar duit yang tak ada habisnya. kalian juga perlu waktu untuk istirahat. Perhatikan diri kalian sendiri bagaimana bisa menikah kalau seperti itu" Sambung Murti panjang lebar sambil melangkah masuk ke dalam rumah.
"Kamu juga Salana bukannya menasehati adikmu malah ikut-ikutan lembur. Kalian takkan kekurangan uang jika hanya mengurangi dua tiga jam waktu kerja kalian" Sembur Murti pada dua gadis dibelakangnya.
"Memang cucu eyang ini bisa dikasi tahu." celetuk Salana dengan netra melirik Mutiara, sedang yang dilirik hanya diam tak merespon. "Ya nggak bisalah eyang, Bisa-bisa gajiku yang dipotong"
"Kalau gajimu dipotong gara-gara itu, nanti Eyang tambahkan. Kamu tenang saja"
"Serius Eyang?" wajah gadis itu Seketika berbinar mendengar ucapan Murti namun itu tidak berlangsung lama setelah mendengar sambungan kalimatnya. "Tentu saja tapi dengan Syarat nasehatmu benar-benar bisa merubah karakternya" ucap Murti seketika tertawa dengan puas melihat perubahan ekspresi diwajah lawan bicaranya.
"Aku menyerah" Ucap Salana seketika mengangkat tangannya setelah mendengar syarat yang diajukan Murti.
"Wahh, makan enak lagi ini" Seru Salana sambil duduk dikursi berhadapan dengan Mutiara. Sedangkan Eyang Murti berada diantara mereka berdua.
"Makan yang banyak jangan ditahan-tahan. Kalian terlalu kurus dengan badan yang seperti itu." Protes Wanita tua itu pada dua gadis didepannya. Meski banyak orang yang menyebut jika tubuh mereka sudah ideal bagi orang kebanyakan namun bagi Murti tubuh keduanya masih terlalu kurus.
"Tentu saja, mana mungkin menyia-nyiakan makan enak plus gratis seperti ini" Seru Salana sambil tertawa.
Eyang Murti tersenyum melihat tingkah Salana yang tidak ada gengsinya. Dia memang menyukai gadis itu, apalagi jika keceriaan gadis itu juga menemani hari Mutiara. Pasti dia akan merasa tenang.
"Makanya tinggal saja disini, dijamin makan enak tiap hari dan gajimu tetap utuh. Kamu juga bisa menghemat uang bensin kan" Kelakar Murti pada Salana.
"Eyang bisa saja" timpal Salana. " Tapi boleh dicoba kalau itu" sambungnya membuat yang berada disitu tertawa. Ralat Mutiara hanya tersenyum.
"Sudah bercandanya, Ayo kita makan!"
Semuanya makan dalam hening. Murti yang pertama kali menyelesaikan makannya.
"Kalian makanlah, Eyang keruang kerja dulu ada sesuatu yang mau dicek" Jelas Murti saat melihat respon yang diberikan Mutiara atas ucapannya.
Mutiara ingin Murti tidak lagi harus capek memikirkan sesuatu yang bisa menguras tenaga apalagi bisa membuat lelah hingga menurunkan kesehatannya.
Biarlah dia yang mengambil alih semuanya.
"Setelah makan, Mutiara ikut ke ruang kerja Eyang" Titah Murti beranjak dari kursinya menuju ke ruang kerja dengan didampingi seorang pelayan.
"Baik Eyang" Sahut Mutiara melanjutkan makannya dengan tenang.
Setelah makan malam selesai Mutiara beranjak ke ruang kerja Murti sedangkan Salana langsung menuju kamar memutuskan untuk segera beristitahat.
Dirumah itu memang ada kamar khusus buat Salana dimana tempat itu sudah tersedia segala kebutuhannya. Jadi saat Salana memutuskan sesekali untuk bermalam, gadis itu hanya perlu membawa dirinya tanpa repot menenteng tas keperluannya.
Saat berada didepan ruang kerja Murti, Mutiara segera mengetuk pelan pintunya. Terdengar suara perintah Murti agar Mutiara masuk dari dalam ruangan.
Saat Mutiara masuk terlihat Murti sedang memasukkan lembaran kertas ke dalam amplop coklat lalu menaruhnya di dalam laci meja kerjanya.
"Duduklah" Mutiara langsung duduk didepan Murti yang dipisahkan oleh meja kerja.
"Apa tadi Ayahmu meneleponmu?"
(Ω Д Ω)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments