"Harus datang Ara, Ayah tidak menerima penolakan apapun. Kalau perlu Ayah sendiri yang akan datang menjemputmu." Titah Dwi Cahya pada Mutiara dengan Nada tak ingin dibantah.
Mutiara merasa gamang, dia bukan tidak pernah merindukan Dwi Cahya sebagai seseorang yang berperan besar menghadirkan dirinya di dunia ini selain Sang Bunda, Tiana Dewi. Bukan tidak ingat rumah tempatnya lahir penuh canda tawa hingga usianya menginjak 12 tahun.
Tapi rasa itu perlahan menguap saat dia mengingat kenangan pahit yang harus diketahui dan disaksikannya secara langsung banyak kesakitan yang ditanggung oleh wanita yang telah melahirkannya dengan bertaruh nyawa. Dimulai sejak Oma Rinda, nenek dari pihak ayahnya membawa seorang wanita dan dua orang anak yang lebih muda darinya saat ulang tahunnya ke dua belas.
Semua terasa runtuh saat mereka diperkenalkan sebagai saudara satu Ayah dan wanita itu sebagai istri dari Ayahnya juga.
Flassback on
Mutiara melihat sang Bunda yang terus menunduk dan sesekali menghapus air matanya saat mendengar semua ucapan yang dilontarkan wanita tua itu sedangkan Ayahnya hanya bisa tertunduk diam tanpa pembelaan.
Mutiara mendengar satu kalimat yang saat itu dikatakan oleh Oma Rinda yang merupakan alasan dirinya merestui pernikahan kedua itu. "Dwi memerlukan pewaris lelaki dan kamu hanya bisa memberikannya satu anak perempuan."
Disaat itulah Mutiara sadar ternyata lelaki yang merupakan cinta pertamanya memiliki rahasia yang mampu mematahkan semua mimpinya.
Terlebih saat hari-harinya dipenuhi isakan lirih Tiana yang berdampak pada menurunnya kesehatan Wanita itu. Ditambah lagi sosok Dwi sudah jarang terlihat membuat Mutiara merasa dirinya dan Sang Bunda terbuang. Hingga pada akhirnya menyerah adalah satu-satunya jalan yang diambil Tiana.
Dunia Mutiara benar-benar berubah. Kepergian Sang Bunda seperti menggores luka yang semakin dalam. Mutiara merasa menjadi anak yang tak diinginkan kehadirannya.
"Apa Bunda tidak menyayangi Ara? Kenapa Bunda pergi meninggalkan Ara sendiri?" Tanya Mutiara pelan melihat tubuh sang Bunda hanya terbungkus kain putih.
Murti yang mendengar ucapan cucunya hanya bisa memeluk dan membisikkan kata sabar. Hari dimana Tiana meninggal, Mutiara hanya ditemani oleh Eyang Murti.
Saat jenazah Tiana diangkat dalam keranda, Dwi datang bersama keluarga besarnya tidak ketinggalan istri keduanya. Segera Dwi minta jenazah istrinya diturunkan untuk melihat wajahnya dan meminta maaf secara langsung untuk yang terakhir kali.
Setelah itu dia segera bergegas menuju Murti untuk memohon maaf atas semua yang terjadi. Tidak lupa Dwi memeluk Mutiara dan mengatakan hal yang sama.
Hanya berbekal satu kalimat dari Tiana sebelum menutup mata untuk selama-lamanya membuat Mutiara sedikit memiliki hati untuk tetap menghormati lelaki itu.
"Jangan pernah membenci Ayahmu, dia adalah lelaki pertama yang menjagamu dengan cintanya."Ucapan itu terdengar lirih dan penuh harapan, entahlah.
Eyang Murti hanya diam mendengar permohonan maaf Dwi hingga pemakaman usai.
Awalnya Eyang Murti mengajak Mutiara untuk tinggal bersama. Dia tidak bisa membayangkan cucu kesayangannya akan tinggal dengan orang-orang yang telah merebut semua kebahagiaan putrinya.
Namun Dwi bersikeras agar Mutiara tetap dalam pengasuhannya. Tinggal bersama istri kedua serta dua anaknya dirumah Mutiara tinggali bersama Tiana.
Sayangnya Mutiara hanya bisa bertahan selama sebulan hidup bersama.
Setiap hari melihat sosok yang dengan paksa menggantikan posisi Sang Bunda membuatnya tidak nyaman, Ditambah lagi dua adik yang dia rasa mengambil semua perhatian Dwi.
Semakin hari Mutiara semakin diam hingga membuat Dwi mengajak untuk berbicara berdua.
"Ara, Kamu masih marah pada Ayah?" Tanya Dwi yang hanya dibalas gelengan oleh Mutiara.
"Sekali lagi Nak, Maafkan Ayah!" Dwi menatap sendu putrinya. Meski Mutiara masih berusia 12 Tahun, dia tahu pasti gadis kecil itu sudah mengerti apa yang terjadi dilihat dari perubahan sikapnya.
"Apa boleh Ara tinggal bersama Eyang? " Tanya Mutiara dengan raut penuh pengharapan. Dwi meyadarinya.
"Ara ingin meninggalkan Ayah sendiri?"
"Bukankan Ayah sudah memiliki mereka? Ayah sudah tidak memerlukan Ara lagi"
"Kata siapa Ayah tidak memerlukan Ara lagi?" Tanya Dwi dengan wajah penuh ketidaksukaan saat Putrinya mengatakan hal itu.
Mutiara hanya bisa menunduk. Ajaran Tiana untuk terus menghormati lelaki didepannya membuatnya tidak bisa menjawab pertanyaan itu.
Pada akhirnya Mutiara mengirimkan pesan pada Murti untuk menjemputnya meski Dwi bersikeras menolak namun atas bujukan oma Rinda akhirnya dia harus merelakan putrinya dirawat oleh mertuanya.
Sejak kepindahan Mutiara membuat hubungan Ayah dan anak itu merenggang.
Kesibukan Dwi membuatnya jarang bisa terus menerus menengok putrinya yang harus menghabiskan 2 jam perjalanan.
Hubungan melalui ponsel tak bisa maksimal digunakan. Hingga membuat komunikasi keduanya hanya bisa dilakukan saat weekend.
Dari situlah Mutiara tidak lagi berharap pada kasih sayang Ayahnya. Rasa rindu dalam hati perlahan dia kikis agar rasa sakit itu tidak menggerogoti kesehatan hati dan pikirannya. Terdengar egois memang.
Flassback off
"Ara, kamu dengar Ayah?" Suara Dwi menghentak pikiran Mutiara agar kembali ke percakapan lewat ponsel .
"Ara dengar" Sahut Mutiara singkat.
"Baiklah! Ingat jangan kecewakan Ayah karena ketidakhadiranmu atau kehadiranmu yang hanya sekejap mata lagi. Kembalilah bekerja. Maaf, Ayah sudah mengganggu waktumu! "
Mutiara menghela napas saat mendengar ponsel dimatikan.
Memang benar beberapa kali dia tidak menanggapi ajakan Dwi atau hanya sekedar setor muka lalu pergi menghilang dari acara.
Mutiara memejamkan mata dan menyandarkan punggung pada sandaran kursi, berusaha untuk menetralkan perasaannya yang terasa campur aduk memikirkan tujuan Dwi Cahya memintanya datang ke rumah.
Beberapa kali sebelumnya saat dirinya masih sekolah, Mutiara menyempatkan diri untuk mengunjungi Ayahnya bahkan mengambil inisiatif untuk menginap saat liburan tiba.
Tapi apa yang didapatnya. Dwi memilih untuk terus bergelut dalam pekerjaannya dam hanya sesekali menegur dan mengelus kepalanya.
Tidak ada cerita kecuali saat Dwi meminta beberapa pertimbangan pada Mutiara salah satunya memberi saran untuk masuk kampus didaerah yang sama dengan rumah yang ditempati Ayahnya agar mereka bisa hidup bersama lagi namun Mutiara menolak.
"Ara tidak bisa meninggalkan eyang murti sendiri" Ujar Mutiara meyakinkan Dwi.
"Bukankah ada paman edo dan tante sarah yang akan menjaga eyang?"
"Mereka tidak serumah dengan Eyang"
Itulah alasan yang sering digunakan Mutiara saat ajakan itu kembali hadir. Terlalu banyak kenangan buruk teringat saat Mutiara berada dirumah itu.
Sikap Ibu tiri dan kedua anaknya yang hanya berjarak 2 dan 4 tahun memang baik. Namun semua itu tidak dapat menyembuhkan luka hati yang telah digoreskan hingga Mutiara kehilangan kasih sayang sang bunda selama-lamanya
Mutiara berusaha untuk tidak sering berinteraksi dengan ketiganya. Dia tidak menolak anggapan kalau dirinya belum memaafkan mereka karena itulah kenyataan yang ada.
(Ω Д Ω)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Rose_Ni
aku pun bila diposisi Ara juga begitu,mungkin lebih parah
2024-01-26
3
Mia_OFF
hadir, semangattt💪💪💪
2023-12-24
7
🍾⃝ʙͩaᷞiͧ ǫᷠiͣɴƓǫɪɴƓ 💞🇵🇸
aku like kamu like kita semua like...
babai hadir disini untuk memberi semangat kaka author yang kecteh.. /Determined//Determined//Determined//Determined//Determined/
2023-12-24
4