Rambut gadis berseragam perawat itu berkibar ditiup angin, bibirnya sedikit cemberut. Di depannya berdiri seorang pemuda tampan, jaket hitam yang melekat di badan terlihat sangat pas, menambah kesan cerah pada kulit putih pemuda itu.
“Kamu nanti lupa aku mas?” ucapnya masih dengan tatapan mata menunduk menatap paving rumah sakit. Ya, wanita itu bekerja disana, sejak lulus kuliah beberapa waktu lalu gadis itu langsung bekerja disana sebagai perawat.
“Kamu masih tak mempercayaiku Rain? bahkan setelah aku melamarmu?”
“Bukannya gitu mas, bahkan mas Rizwan tak membawaku menemui Umi dan Abi mas,” ucapnya lagi.
“Mas sudah bilang ada syaratnya kan?” Pemuda itu kembali mengingatkan gadis yang dicintainya itu.
“Apa? pake hijab? hijrah? bukannya aku nggak mau mas, hanya saja aku belum siap. Aku nggak mau hijrahku ini karena seorang lelaki, aku mau hijrahku ya berasal dari hati terdalamku,” jawabnya lagi, lebih serius.
“Aku tak memintamu hijrah karena ku Rain, aku akan menunggu kamu siap dari hatimu sendiri, dan ketika waktu itu datang, bilang pada mas, mas akan langsung membawamu menemui Umi.”
“Janji ya mas?” kata Raina, gadis manis berkulit sawo matang itu itu tersenyum manis.
“Tentu saja, mas janji. Makanya mas melamarmu. Untuk mengikatmu.”
“Tapi setelah ini kita jauh mas, bagaimana kalau nanti mas ada cewek lain disana?” ucap Raina, kembali cemberut. Gadis itu masih setia berdiri di samping taman rumah sakit bersama kekasih yang menemaninya hampir empat tahun ini.
“Mas malah takut kamu digoda lelaki lain Rain, karena kamu cantik. Di rumah sakit ini pasti akan banyak lelaki yang menyukaimu,” ujar Rizwan jujur dengan kekhawatirannya sendiri.
“Aku tipe wanita setia mas, tak kan aku berpaling darimu. Justru aku takut kamu tergoda santrimu sendiri, secara pesantren orang tua mas pasti banyak santri wanita yang cantik, dan berhijab tentunya. Mas kan suka wanita berhijab,” sindirnya pada sang pria.
“Mas lebih suka kalau kamu yang berhijab, sudahlah Rain. Keputusan ada ditanganmu. Mas akan selalu menunggumu. Saat kamu siap telepon saja mas, mas akan datang menjemputmu, membawamu bertemu Umi dan Abi, dan kita akan melanjutkan mimpi-mimpi kita selama ini.”
“Baiklah mas, Raina percaya pada mas. Semoga Allah akan segera menyatukan cinta kita mas,” ucapnya penuh harap. Pemuda tampan itu hanya tersenyum, ditatapnya lama wajah yang selalu menghiasi malam-malamnya selama empat tahun belakangan, Rizwan sungguh tergila-gila dengan Raina.
Dulu Raina tak menyukainya, dia wanita yang sangat sulit ditaklukkan oleh Rizwan. Butuh banyak pengorbanan dan air mata hingga mereka kini bisa bersama. Raina adalah wanita baik-baik, ayahnya telah tiada. Ia hanya tinggal bersama ibunya.
Karena itu Raina hanya fokus belajar, ia ingin menjadi perawat dan bisa membantu merawat orang tua atau saudaranya yang sakit. Hingga Rizwan datang padanya, mengejarnya mati-matian berusaha meyakinkan hatinya, hingga Raina menerima pemuda itu.
“Ya sudah Rain, mas berangkat sekarang. Doakan mas,” ucapnya berpamitan pada sang kekasih.
“Iya mas, hati-hati dijalan ya.”
Sepasang kekasih akhirnya berpisah, Rizwan masuk kedalam mobil pribadinya, melambaikan tangan pada gadis yang amat dicintainya. Terpaksa harus berpisah meski hati terasa sangat berat. Demi Abi, dan menebus kesalahan pada sang adik, Rizwan akan fokus pada pesantren mulai detik ini. Sudah seharusnya karena sekarang ia lah satu-satunya putra kyai Ali.
***
Pagi ini keluarga kyai Ali sedang sarapan bersama, mereka tampak tenang diatas meja. Hanya ada kyai Ali, bu nyai Insyirah dan Rizwan. Lelaki itu baru saja tiba kemarin sore, dan ini adalah sarapan pertamanya dengan kedua orangtuanya.
Usai sarapan kyai Ali mengajak Rizwan duduk bersantai di ruang keluarga. Bu Nyai Insyirah juga diminta untuk datang. Tapi wanita itu masih membantu Alifa santri yang ikut ndalem membersihkan meja makan. Ummi Iin memang terkenal sangat ramah dan sabar pada santri, bahkan ketika beliau memberi perintah, beliau selalu berusaha ikut membantu, tak serta merta pasrah pada para santri.
“Ayo ummi,” ajak kyai Ali pada sang istri.
“Iya Abi, sebentar. Tunggu saja di ruang keluarga, ummi akan segera menyusul.”
“Ada apa sih Abi? sudah kaya pengantin baru aja nggak mau pisah dari ummi,” kelakar Rizwan pada Abinya.
“Ada yang mau Abi dan ummi sampaikan padamu,” jawab kyai Ali.
“Apa Abi? sepertinya sangat penting.”
Kyai Ali hanya diam, beliau memilih mengambil potret Athar yang dipajang diatas meja belajar kyai Ali, disamping ruang tamu.
“Le, Rizwan. Kamu tak rindu adikmu?” tanya kyai Ali pada putranya.
Rizwan tersenyum getir, tentu saja ia rindu adiknya, bahkan rasa bersalah dihati yang membuatnya rela meninggalkan sang kekasih sendiri di kota sebelah. Abinya tak tahu itu. “Kita semua merindukannya Abi,” jawab Rizwan.
“Kamu mau membantu adikmu Rizwan?”
“Membantu apa maksud Abi disini?” tanya pemuda itu, matanya menatap kehadiran sang ummi yang turut duduk disampingnya.
“Rizwan, kamu belum pernah bertemu putri Athar kan?” Kini Umi Iin yang berbicara, wanita itu membuka ponsel mencari foto cucu kesayangannya itu, “lihatlah nak, bukankah bayi ini sangat mirip dengan Athar?”
Rizwan tersenyum, bayi lucu itu memang terlihat mirip adiknya. “Siapa nama bayi ini umi?” tanya Rizwan.
“Aura Hana Kalani, nama itu pemberian Athar sebelum ia pergi,” jawab ummi Iin, wajahnya berubah sendu, “kita semua ingin Hana bisa hidup bersama kita le, agar kita bisa selalu merasa dekat dengan Athar,” ucap Ummi Iin lagi.
“Ide bagus itu ummi, bawa saja Hana kesini, rumah juga sepi. Dinda sedang di pesantren. Hanya ada Rizwan disini.” Pemuda tampan itu benar-benar tak menyadari kemana inti pembicaraan mereka akan berakhir.
“Masalahnya disitu nak, Hana masih bayi, dia akan membutuhkan ibunya, dan Jenna bukan lagi menantu ibu. Kalau sampai wanita itu menikah lagi, maka ia akan jadi suami orang, menantu orang lain. Dan Hana akan ikut bersamanya,” ujar Ummi Iin terlihat sedih. Rizwan mengerti perasaan sang ibu.
“Rizwan, dengarkan Abi. Karena hal itu Abi ingin Jenna tetap menjadi menantu Abi,” kata Kyai Ali, menatap putranya yang mulai terlihat curiga.
“Maksud Abi?”
“Menikahlah dengan Jenna, ini demi adikmu. Kamu menyelamatkan keluarga Athar jika melakukannya. Kamu juga membantu Abi dan Umi agar tak kehilangan cucu kami.” Ummi Iin mendahului sang suami, menyampaikan maksud keinginan mereka pada sang putra.
Apa yang didengar Rizwan membuat alisnya terangkat, mata terbelalak sempurna, dahi mengkerut dan rahang terbuka kebawah menyebabkan bibir dan gigi terpisah. “Apa Ummi? Ummi salah bicara? atau Rizwan yang salah mendengar?” ucapnya lirih, ada getar dalam suara yang ia keluarkan.
“Tidak Rizwan, ummi mu benar. Nikahi Jenna. Ini permintaan Abi dan Ummi. Kami tak pernah menolak permintaanmu selama ini, bahkan ketika kamu menentang Abi, ummi mu juga selalu melarang Abi untuk memaksa. Tapi kali ini Abi terpaksa memaksamu,” tutur kyai Ali.
“Tapi, tapi Rizwan.”
“Tapi apa nak? kamu mau bicara apa? tak bisakah kali ini saja kamu menuruti kami Le?” pinta ummi Iin, wanita itu bahkan telah berlinang air mata sedari tadi.
Lidah Rizwan terasa kelu, bahkan untuk jujur dirinya telah memiliki kekasih saja ia tak mampu. Apalagi mengatakan bahwa ia telah melamar kekasihnya, sungguh pemuda itu tak berani. Bukan saatnya ia menjadi seorang pembangkang. Keluarganya baru saja mendapat musibah, dan perasaan bersalah dihatinya pada sang adik tak mampu dipungkiri telah menyiksanya beberapa bulan terakhir.
Akankah ini menjadi kesempatanku menebus kesalahanku padamu Athar? apa yang harus kakak lakukan?
“Daripada Hana harus dirawat orang lain, bukankah lebih baik jika ayahnya adalah dirimu nak? kakak dari ayah kandungnya sendiri.” Ummi Iin kembali menyerang hati Rizwan yang mulai rapuh, terbukti dari bagaimana air mata kesedihan mengalir dari pipi sang pemuda.
“Abi tak bertanya pendapatmu le, Abi juga tak meminta tolong. Tapi Abi memerintahmu. Inilah saatnya kamu membuktikan pada kami, bahwa keputusan kami menuruti keinginanmu selama ini tak pernah salah. Abi harap abi dan Ummi tak akan mendapat jawaban yang mengecewakan dari dirimu. Dan perlu kamu ketahui, Jenna telah bersedia menjadi istrimu,” terang kyai Ali, seraya berlalu meninggalkan putranya yang jatuh terduduk diatas sofa.
“Sabar Rizwan, ummi berani bersumpah, kelak kamu akan menyesal bila menolak keinginan ummi dan Abi, sekarang cobalah berpikir jernih, ummi ke kamar dulu.”
Dalam kebingungan Rizwan menjadi bungkam, pemuda itu mengutuk dirinya sendiri yang tak berdaya di depan orangtuanya. Bagaimana ia bisa melindungi kekasihnya jika seperti ini. Rizwan sangat malu pada gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Ade Diah
Rangkaian katanya sangat bagus, hebat, pasti karyanya bakalan diminati banyak pembaca.
2024-01-02
1