“Rizwan nduk.”
Bagai tersengat aliran listrik, seluruh tubuh Jenna meremang, bagaimana bisa keluarganya menjodohkannya dengan kakak iparnya sendiri. Lelaki yang bahkan hampir tak pernah ditemuinya itu, sebab Rizwan banyak menghabiskan waktu diluar kota.
Lelaki itu hanya pulang sekali saat pernikahan Jenna dan Athar, itu pun Jenna tak ada berbincang atau berkenalan dengannya. Dimatanya Rizwan adalah lelaki pendiam dan terkesan dingin, berbeda dengan Athar yang hangat dan ramah pada semua orang.
“Nduk, pikirkanlah dulu, kita semua tidak memaksamu nak. Semua keputusan ada ditanganmu,” saran kyai Ali.
“Apa mas Rizwan mau Abi?” Jenna memberanikan diri menanyakan tentang kakak iparnya itu.
“Rizwan itu urusan Abi, yang penting itu dirimu nak, Abi harap kamu memberikan jawaban yang bisa membawa kemaslahatan untuk semua orang,” harap kyai Ali, berdiri meninggalkan ruang tamu.
“Jen, Hana biar tidur sama ummi ya, kamu pikirkan saja dulu permintaan kami. Jangan khawatirkan Hana, ummi akan merawatnya sampai kamu membuat keputusan yang tepat sesuai hatimu. Kami semua berharap padamu nak.” Menyentuh pundak Jenna, Ummi Iin tersenyum lantas berjalan menuju kamar dengan Hana masih dalam gendongan.
Satu persatu keluarganya pergi meninggalkan Jenna, menyisakan Jenna dan kedua orangtuanya sendiri. “Nduk, buya percaya putri buya adalah perempuan hebat, buya percaya apapun keputusanmu sudah jenna pikirkan matang-matang, buya pasrah nak.” Kyai Abu mengusap puncak kepala Jenna, lantas meninggalkan putrinya hanya berdua dengan sang bunda.
“Bunda, Jenna harus bagaimana?” tanya Jenna, matanya mulai berkaca-kaca. Wanita cantik itu merasa takdir begitu lincah mempermainkannya, membawanya terombang ambing bagai di tengah lautan bersama ombak besar.
“Sholat nak, minta petunjuk sama Allah. Dialah sebaik-baik penolong. Saat seorang hamba dihadapkan dengan pilihan yang berat, Allah Lah Zat yang maha benar. Mintalah Dia menunjukkan pilihan yang benar atas masalahmu, bunda akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu.” Bunda Aisy memeluk putrinya, beliau bahkan menangis menyadari betapa jalan hidup sang putri tidaklah mudah, harapan akan Jenna menemukan kebahagiaan di masa depan sangatlah besar di hati wanita itu.
“Ingat Jen, jangan pernah berputus asa atas kasih sayangNya, jangan pernah menyerah atas petunjukNya. Mintalah selalu nak. Dan yakinkan hatimu, bahwa setelah badai pasti akan muncul pelangi. Jemput lah pelangimu putriku, bunda yakin kamu bisa. Allah tak pernah salah memilih seorang hamba untuk menjalankan tugas dariNya.”
Jenna semakin terisak dalam pelukan sang bunda, kini wanita itu memposisikan dirinya sebagai putri kecil bunda Aisyah. Ia lelah, hanya ingin menjadi gadis kecil yang bisa bermain bebas tanpa ada beban seperti masa masa kecilnya dulu. Menjadi gadis kecil bunda Aisyah yang akan selalu digendong apabila hatinya tengah bersedih, bisakah ia kembali ke masa-masa itu, andai bisa wanita itu pasti akan mau.
***
Kini Jenna telah kembali ke rumah masa kecilnya, wanita itu meminta izin pada mertuanya untuk pulang sebentar, menenangkan diri sebelum memberikan jawaban pada mereka. Hana kecil tengah tertidur lelap, bayi itu memang sangat mirip dengan Athar, matanya, bibirnya semua tampak sama. Kalau Athar ada versi ceweknya mungkin Hana lah itu.
Jenna berada di dalam kamar, berbaring diatas ranjang menatap buah hatinya yang tampak tenang dengan nafas teratur. Wanita itu tengah berpikir keras untuk jawaban apa yang akan ia berikan pada mertuanya. Semalam, atas saran bundanya, Jenna melakukan sholat istikharah.
Setelah berdoa dan menangis lama diatas sajadah, ia tertidur. Dan dalam tidurnya ia bermimpi bertemu Athar. Athar sangat tampan disana, duduk diatas kursi berwarna hijau yang terlihat sangat bagus. Jenna tak bisa melihat detail kursi itu, karena ada cahaya yang menutupinya.
“Mas, mas Athar,” panggilnya. Athar hanya tersenyum.
“Siapa nama bayi kita sayang?” ucap Athar kemudian. Jenna baru menyadari bahwa ada Hana di tengah-tengah mereka.
Jenna merasa sudut bibirnya tertarik keatas, senyum merasakan damai dalam jiwa, menyadari bahwa ia dan putrinya tengah bersama Athar. “Namanya sesuai nama yang kamu berikan mas,” jawab Jenna penuh haru.
Athar kembali tersenyum, Jenna merasa Athar menjadi lebih pendiam. Biasanya lelaki itu banyak bicara, apa saja akan ia tanyakan agar Jenna tak merasa kesepian.
“Mas Athar kenapa diam? mas Athar marah sama Jenna?”
Sang suami menggeleng, menatap Jenna penuh kasih, lantas kembali menatap Hana, putri mereka. “Dengarkan sayangku, mas titip Hana, rawat dan didik dia menjadi wanita shalihah. Penuhi kebutuhannya, meskipun mas jauh dari kalian, usahakan ia tak pernah kehilangan sosok ayah dalam hidupnya. Kamu bisa Jen?”
Derai air mata kembali membasahi pipi jenna, wanita itu menangis hebat. Mimpi semalam terasa sangat nyata, bahkan ia mengingat setiap detail mimpi itu. Bagaimana Athar tersenyum, menarik nafas dan menatap putrinya penuh kasih.
“Apa ini tandanya mas Athar juga meminta Jenna menikah dengan mas Rizwan?” ucapnya lirih disela tangis.
Pintu kamar terbuka, bunda Aisyah disana menyadari bahwa putrinya tengah menangis. Meski Jenna segera menghapus air matanya dan berpura-pura tersenyum menatap sang bunda.
“Hana belum juga bangun nduk?”
“Belum bun,” jawab Jenna, menatap putri kecilnya yang masih terlelap. Bayi itu sungguh lucu, kulitnya yang putih dan hidungnya yang mancung mengikuti Jenna, sedangkan mata dan bibir sama persis dengan Athar.
“Hana bayi yang pengertian, ia tak mau membuat mamanya semakin sedih, makanya ia hampir tak pernah rewel. Bukankah sudah sepantasnya jika ia bisa punya ayah yang baik nduk, mumpung masih kecil.”
“Maksud bunda?”
“Anak kecil lebih mudah membangun kedekatan dengan orang baru. Makanya jika kamu mencarikan dia ayah sambung itu akan lebih baik jika dari sekarang. Jangan tunggu dia besar. Karena kamu sendiri nanti yang akan kesulitan,” nasihat bunda Aisyah.
“Apa bunda juga ingin Jenna sama mas Rizwan?” Jenna menatap mata sang bunda, mencoba menggali kejujuran lewat sorot mata wanita yang melahirkannya itu.
“Bunda terserah padamu nak, bunda tak bisa memaksamu. Dosa hukumnya bagi bunda jika memaksamu menikah dgn lelaki pilihan kami. Kalau kamu tidak mau pun bunda tidak akan keberatan, bunda akan bantu bicara pada buya dan mertuamu.”
“Bunda, semalam jenna mmpi mas Athar,” ucap Jenna, ia lantas menceritakan mimpinya secara detail. Wanita itu sesekali menghapus air mata dengan punggung tangannya.
“Dari yang Jenna mengerti, mas Athar seakan meminta Jenna untuk menikah lagi, dan memberikan sosok ayah untuk Hana. Disini benar ucapan Abi, daripada lelaki itu adalah org yg tidak kita kenal bukankah lebih baik kalau dia kak Rizwan?” ucap Jenna, tangisnya semakin pecah, sepertinya apa yang ia ucapkan tak sinkron dengan apa yang ia rasakan.
“Lantas bagaimana dengan dirimu nak?” tanya bunda Aisy, wanita itu tak mampu menatap kesedihan sang putri.
Jangan pedulikan jenna bunda, jenna sudah tidak punya cinta. Cinta jenna habis dibawa pergi oleh mas Athar. Fokus jenna sekarang hanya Hana. asal Hana bahagia apapun akan Jenna lakukan.
“Jangan begitu nduk, kamu bisa menyiksa diri sendiri kalau begitu. Dan itu hukumnya juga dosa.” Bunda Aisy menggenggam tangan sang putri, meremasnya kuat seakan mencoba menyalurkan kekuatan lewat sana.
“Bunda, Jenna akan coba ikhlas. Demi mas Athar, toh lelaki itu bukan orang lain, dia kakak mas Athar. Kakak yang selalu dibanggakan oleh suami Jenna,” ungkapnya. Jenna kembali mengingat betapa Athar selalu membanggakan kakak laki-lakinya itu. Bahwa Rizwan lelaki yang baik, pengertian pintar dan cerdas.
Bahwa Rizwan yang dulu di masa kecilnya selalu membela Athar apabila diganggu oleh teman-temannya, bahwa Rizwan lelaki yang sangat menyayangi saudaranya, dan banyak lagi lainnya.
“Apa ini artinya kamu bersedia menerima tawaran mertuamu nduk?” Bunda Aisy mencoba memperjelas keadaan.
“Insya Allah bunda, Jenna menerima permintaan Abi untuk menikah dengan mas Rizwan.”
“Baiklah nduk, bunda akan bicara dengan buya atas keputusanmu ini, semoga ini yang terbaik untukmu nak,” harap bunda Aisyah tulus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Eno cute18
Padahal bisa nolak, kok dengan mudahnya nerima hhu
2024-12-03
0