Nino sudah kembali ke bumi. Dia masih setia menunggu pemilik tubuh yang sedang merampungkan kisah hidupnya. Katanya, sih begitu.
Saat ini entah mengapa Nino bisa terdampar di sebuah sekolah tempat ia mengajar. Lebih parahnya lagi, dia terdampar di kelasnya.
“Hei, kalian semua, hari ini kita berencana membesuk wali kelas kita, kalian ingin ikut tidak!?” tanya salah seorang siswa yang diketahui menjabat sebagai Ketua kelas.
“Hah, kalau itu alangkah baiknya perwakilan saja,” jawab siswa lain.
“Itu benar, dan lebih baik lagi jika yang membesuk Pak Nino pengurus kelas saja,” usul siswa lainnya.
Semua siswa di kelas itu mengangguk menyetujuinya.
“Apa selain pengurus, tidak ada yang ingin ikut membesuk?” tanya Ketua kelas lagi.
Tidak ada jawaban.
Tidak tahu saja bahwa diskusi mereka sedari tadi disaksikan oleh Nino yang berdiri di pojok kelas, meski begitu tak ada seorang pun yang mampu melihatnya.
Nino menekuk wajahnya, anak-anak didiknya seakan tak berniat membesuknya yang baru saja mengalami musibah, sungguh ia merasa kecewa.
“Mereka benar-benar tidak tahu sopan santun, seharusnya mereka membesukku!” marah Nino.
“Kau akan tahu alasannya mengapa mereka tak ingin membesukmu,” kata Malaikat yang menjadi pengawas Nino.
“Huh?” beo Nino.
“Teman-teman, haruskah kita membawa sesuatu untuk Pak Nino?” tanya Ketua kelas kembali.
“Tidak usah saja, kudengar di ruang guru tadi, beliau sedang mengalami koma, memangnya orang koma bisa makan, tidak bukan? Sia-sia saja makanan yang kita beli menggunakan uang kelas,” sahut salah satu siswa.
“Kau ini yang benar saja, apa benar Pak Nino sedang koma?” tanya siswa lainnya.
“Serius, mana mungkin aku bercanda, dan kalian tahu apa penyebab Pak Nino kecelakaan!?”
“Apa?” tanya semua siswa itu penasaran, mungkin hanya ada dua siswa yang bersikap biasa saja.
“Beliau menabrak pembatas jalan dan juga tempat sampah yang terbuat dari beton, dengan kecepatan yang lumayan tinggi!” serunya.
“Wah! Tak kusangka orang yang menerapkan kedisiplinan justru melanggar peraturan lalu lintas, hingga menabrak pembatas jalan dan tempat sampah,” komentar seorang siswa laki-laki.
“Rasakan itu, dasar Killer Bear!” ujar siswa lain berjenis kelamin perempuan.
“Sepertinya kau memiliki dendam pada Pak Nino?” tanya sang ketua kelas.
“Tentu saja, dia pernah menghukumku dengan kejamnya untuk berdiri di bawah terik matahari. Bukan itu saja, dia bahkan mengolokku dengan kata-kata pedasnya, dan menyita semua alat makeup milikku!” serunya kesal.
“Wajah saja tampan, tapi sayang tak memiliki hati, tidak tahukah dia jika makeup, itu barang penting kaum hawa?” keluhnya.
“Aku juga pernah mendapatkan hukuman darinya, membersihkan toilet selama 3 bulan di bawah pengawasannya langsung, itu sangat mengerikan!” komentar siswa laki-laki.
“Killer Bear itu juga tak pernah memberikan nilai tambah bagi siswanya yang sudah berusaha keras!” seru siswa lainnya lagi.
“Baiklah kita tak akan membawa apa pun,” putus Ketua kelas.
“Maaf menyela, sebaiknya tetap membawa buah tangan untuk keluarganya yang menunggu,” interupsi Vian.
Semua temannya serentak menoleh ke arahnya.
Sadar menjadi pusat perhatian, Vian pun menundukkan kepalanya.
“Mereka benar-benar kejam, bagaimana mungkin mereka memberikan penilaian seperti itu terhadapku?” kesal Nino.
“Itu sebabnya kau tidak pernah bersikap baik pada muridmu, kau terlalu keras pada muridmu, bahkan tidak pernah memberikan apresiasi pada prestasi muridmu di sekolah,” jelas Malaikat itu.
Nino masih saja diam dan terus memperhatikan muridnya dari pojok kelas.
“Bagaimana kalau siang atau sore nanti Vian juga ikut membesuk ke rumah sakit?” usul si sekretaris kelas.
“Eh, t-tapi aku bukan pengurus kelas,” jawab Vian terbata.
“Ayolah Vian, kita menunjukmu bukan tanpa alasan, kau ini, kan bintang sekolah, dan mungkin menjadi murid kesayangan para guru termasuk Pak Nino. Pak Nino pasti akan bangga padamu seandainya dia tahu,” bujuk si bendahara kelas.
Teman-teman sekelasnya melirik Dea, bermaksud supaya Dea mau membantu mereka membujuk Vian.
Mengerti isyarat teman-teman sekelasnya, Dea pun menghela nafas, “Vian, kau, kan anak baik. Jadi, bagaimana kalau sore nanti kau ikut pengurus kelas membesuk Pak Nino? Ayolah, pacarku, kan baik hati.”
Vian berpikir sejenak, “Kalau aku ikut, nanti bagaimana kau akan pulang?”
“Aku ada ekstrakurikuler sore nanti, hari ini jadwal tim cheerleader latihan jadi, aku akan dijemput oleh supir nanti,” ujar Dea.
Vian mengangguk, “Baiklah, aku nanti akan ikut membesuk kalau begitu.”
Nino hanya menatap Dea, “Sepertinya dia menyimpan rahasia besar.”
“Aku tidak tahu jika kau pintar menganalisis sesuatu,” sindir Malaikat.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dan di sinilah mereka sekarang, tepatnya di sebuah rumah sakit pusat, setelah tadi mampir sebentar ke toko buah dan toko roti untuk membeli buah tangan.
Langsung saja mereka menuju kamar rawat Nino setelah diberitahu oleh perawat yang berjaga.
“Permisi.” ucap Vian sembari membuka pintu ruang rawat Nino.
“Iya, ada perlu apa?” tanya wanita paruh baya, yang diketahui sebagai Ibu Nino.
“Ah, maaf mengganggu waktunya sebentar, Bibi. Saya Vian, dan ini teman-teman saya, kami adalah murid Pak Nino, kami ke sini bermaksud membesuk Pak Nino sekaligus ikut berduka atas kecelakaan yang dialami beliau,” jelas Vian.
“Kalian murid-murid Nino, kalau begitu masuklah, dan terima kasih sudah mau membesuk Nino,” ucap wanita paruh baya itu tulus.
“Eum, kami juga ingin memberikan ini untuk Bibi, mohon diterima.” ujar Vian, dan teman-temannya memberikan bingkisan yang mereka bawa untuk buah tangan.
“Ya ampun, kalian tidak perlu repot-repot membawa ini semua, tapi terima kasih,” ucap Ibu Nino itu.
Vian dan teman-temannya merasakan atmosfer yang canggung tiba-tiba, karena mereka belum pernah bertemu langsung keluarga Nino sebelumnya.
“Kalau boleh tahu bagaimana awal kejadiannya Bibi? Maaf jika pertanyaan saya menyinggung Bibi,” ujar Vian merasa tak enak hati.
“Ah tidak, santai saja, yang Bibi dengar dari polisi, Nino berusaha menghindari truk yang sedang mengalami rem blong, tapi ia terlambat dan akhirnya menabrak pembatas jalan dan tempat sampah,” jelas Ibu Nino.
“Ternyata begitu kronologi aslinya, kejam sekali Guru dan teman-teman menyebarkan berita tidak benar,” batin Vian merasa miris.
“Maaf, apa kau Vian, murid yang berprestasi itu?” tanya Ibu Nino.
“Eh?” kaget Vian, ia mulai salah tingkah.
“Kau Rhodophyta Algavian, bukan?” tanya Ibu Nino lagi.
“I-iya Bibi. Saya Rhodophyta Algavian,” jawab Vian dengan senyum canggung.
“Ternyata benar. Nino pernah bercerita tentangmu, pada kami semua.”
Vian hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia merasa malu dan tak enak hati.
“Bi-Bibi terlalu berlebihan, aku biasa saja,” Vian menyangkal dan mencoba merendah.
Ibu dari Nino itu hanya memandang putranya yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit, pun begitu juga dengan Vian dan teman-temannya, kondisi Nino memang sangat memprihatikan, berbagai alat medis terpasang di tubuhnya.
“Semoga kondisi Pak Nino segera membaik, Bibi,” ujar Vian berusaha menguatkan Ibu Nino.
Waktu terus berlalu, Vian dan teman-temannya pamit pulang karena jam besuk sudah berakhir.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sesampainya di rumah, Vian segera makan malam dan membersihkan diri, Vian melanjutkan belajar, namun tiba-tiba ia teringat sesuatu.
“Besok tanggal 14 Februari, ya. Ah, aku hampir lupa dengan hari spesial itu, besok, kan sudah 2 bulan kami menjadi sepasang kekasih. Aku akan memberikan kejutan untuk, Dea. Dia pasti merasa terkejut sekaligus terkesan?!” ujar Vian.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari yang dinanti pun tiba. Sore itu Vian sudah berada di atap gedung sekolahnya, ia juga membawa gulungan kain yang kemudian ia bentangkan, sehingga tulisan dalam kain tersebut.
HAPPY VALENTINE ANDREA DIONISIA, I LOVE YOU. Tulisan itu dicetak dalam ukuran besar.
“Dea, hari ini merupakan hari kasih sayang, dan tepat pada hari ini pula, sudah 2 bulan kita menjadi sepasang kekasih. Semoga, kita selalu bersama selamanya, aku mencintaimu!” teriaknya dengan lantang hingga menyita atensi warga sekolah.
Mereka sudah berbondong-bondong dan berkumpul untuk melihat aksi Vian, beberapa siswa langsung menyoraki Dea, dan menggodanya, sementara yang saat ini tengah menjadi sorotan hanya tersenyum paksa, meskipun dalam hati ia ingin memaki perbuatan sang kekasih.
“Benar-benar norak!” cibir Nino yang saat ini sedang berada di atap bersama Malaikat yang selalu mengawasinya.
“Memangnya kau tidak pernah melakukan hal semacam itu?” tanya Malaikat ingin tahu.
“Aku?” beo Nino sambil menunjuk dirinya sendiri, “aku tidak perlu melakukan usaha ekstra untuk menarik para wanita, mereka akan datang sendiri tanpa aku minta.”
Malaikat itu hanya mendengus tak senang, menurutnya manusia di sampingnya ini sangat overdosis percaya diri.
Vian masih berada di atap sekolah. Senyumnya yang cerah, secerah pelangi belum juga sirna dari wajah tampannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam harinya, Vian hendak menemui sang kekasih, dengan membawa sekotak hadiah yang akan ia berikan pada pujaan hatinya itu.
“Ia pasti akan terkejut sekaligus terharu dengan kejutanku,” gumam Vian sambil terus berjalan.
“Mau bertaruh, menurutmu siapa yang akan terkejut, kekasihnya atau dia sendiri?” tanya Nino pada Malaikat itu.
“Jika dilihat dari situasinya sedari tadi, aku rasa remaja polos itu yang akan terkejut. Oh aku tidak yakin jika ia sudah remaja, mengapa sifatnya masih polos sekali?” heran Malaikat itu, tidak habis pikir.
“Hanya kurang pergaulan saja, hidup anak itu hanya dipenuhi dengan belajar dan belajar. Terlalu sibuk dengan dunianya sendiri, dan tidak memahami apa itu hubungan asmara,” ujar Nino.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah sampai di tempat tujuan. Benar dugaan Nino dan Malaikat itu, Vian hanya bisa terpaku melihat pemandangan di depannya. Ya, ia melihat kekasihnya bermesraan dengan lelaki lain bahkan bercumbu dengan sangat panas.
Api cemburu berkobar dan menguasai hatinya, ia berjalan dengan cepat ke arah sang kekasih, lalu menarik lengannya hingga tautan itu terlepas.
Dea dan kekasih gelapnya terkejut dengan aksi tiba-tiba yang dilakukan oleh Vian.
“Mari kita lihat drama picisan hari ini,” ujar Nino.
“Apa yang kau lakukan, Vian?!” sentak Dea.
“Kau yang apa-apaan. Kau ini kekasihku, tapi berani-beraninya kau bermain api di belakangku?!” ucap Vian dengan penuh amarah.
“Ah, jadi kau sudah melihat apa yang kami lakukan, ya? Baguslah dengan begitu aku tak perlu sembunyi-sembunyi lagi, biar kuperjelas, aku memang tidak pernah menyayangimu, kau dan segala tingkahmu yang memalukan itu membuatku muak. Aku berpacaran denganmu itu karena supaya aku mendapatkan nilai yang baik di setiap mata pelajaran. Jadi, aku harap kau jangan terlalu senang dahulu, Vian!” peringat Dea.
“A-apa. Jadi, semuanya itu hanyalah kebohongan?” tanya Vian tak percaya.
“Tentu saja, seharusnya kau itu sadar diri, dengan penampilanmu yang seperti itu, kaupikir kau bisa menjerat para wanita, kelakuanmu yang terlalu norak serta wajahmu yang di bawah standar itu hanya membuatku malu?!” sentak Dea.
Vian hanya terdiam, namun hatinya telah hancur berkeping-keping mendengar kenyataan pahit yang meluncur deras dari mulut kekasihnya itu sendiri.
“Pasti rasanya sangat menyakitkan,” gumam Nino.
“Oh, aku serasa melihat belati tak kasat mata yang menghujam jantung anak itu,” timpal Malaikat.
“Jadi, mulai sekarang kita putus, aku sudah tidak ingin bersamamu, dan sudah tidak tahan dengan dirimu yang kadang mempermalukanku!” putus Dea sepihak.
Vian masih terdiam di sana. Tak lama kemudian ia membalikkan badannya dan pergi meninggalkan tempat itu, dengan sejuta kepedihan di hatinya.
“Kasihan,” komentar Nino namun masih mempertahankan suaranya yang datar.
“Anak yang malang,” timpal Malaikat.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Vian berjalan tak tentu arah, ia hanya mengikuti langkah kakinya yang membawanya entah ke mana. Matanya pun tak memperhatikan jalan yang ia lalui.
“Mau ke mana dia?” tanya Malaikat.
“Mengapa ia berjalan kaki, bukankah ia tadi membawa motor. Dasar bodoh?!” ujar Nino.
“Memangnya efek dari patah hati sedahsyat itu, ya?” tanya Malaikat penasaran.
“Tergantung bagaimana orangnya dan bagaimana cara menyikapinya,” jawab Nino.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Cukup lama Vian berjalan sambil melamun, pikirannya seolah terlempar ke belakang mengingat kejadian di tempat ia bertemu dengan sang kekasih dan berakhir dengan menyaksikan pengkhianatan yang terjadi di depan mata.
Salah apa dirinya, mengapa dia mengalami kejadian yang menyakitkan seperti ini? Seingatnya dia telah memperlakukan kekasihnya dengan baik, ia juga sangat menjaga dan menghargai Dea sebagai wanitanya. Akan tetapi apa yang ia dapatkan?
Hingga kejadiannya begitu cepat, dari arah berlawanan sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi, dan menabrak Vian, membuat Vian tumbang dan tak sadarkan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
ℛᵉˣArleta shin𝐀⃝🥀●⑅⃝ᷟ◌ͩ
lah .. siapa yang menabrak vian apakah dia akan baik baik saja dan gimana dengan yang menabrak nya apakah mau menolong Vian
2024-08-22
0
𝐀⃝🥀𝐌𝐀𝐗❤V
kalo di kasih kesempatan seharusnya bisa cerna lah napa kamu bisa digituin sma murid mu, ada aja lah kalo giniin🙄
2024-08-22
0
𝕮𝖎ҋ𝖙𝖆꙳❂͜͡✯ᴳᴿ🐅●⑅⃝ᷟ◌ͩ
lah kamu aja sering bikin muridmu kesell😒
2024-08-22
7