DR. ROMANTIC (ARDA & KANIA)

DR. ROMANTIC (ARDA & KANIA)

Part 1 : Rawat Inap

"Kenapa sih harus diciptakan benda yang namanya jarum suntik?!!" geram Kania.

Sejak kecil selalu ditakut-takuti dengan menggunakan kata dokter, sehingga membuat rasa takut Kania pada kata dokter terbawa hingga sekarang.

Untuk membawa Kania berobat, mamanya harus menggunakan seribu cara supaya putrinya mau. Karena gadis itu selalu histeris ketika mendengar kata dokter. Inginnya sembuh, tetapi tidak mau ke dokter, bahkan untuk meminum obatnya pun sangatlah susah.

Semua sudah berlalu, sudah ada peningkatan dari sosok Kania. Meskipun ia masih takut dengan peralatan medis, tapi, ia sudah bisa menelan obat tanpa diperintah terlebih dahulu.

Saat ini, papanya sakit dan harus menjalani rawat inap di sebuah rumah sakit. Kania yang merupakan anak yang masih tinggal bersama orangtuanya pun menjadi pendamping papanya selama dilakukan rawat inap, lebih tepatnya bersama papanya, karena mamanya sudah meninggal. Sementara kedua kakaknya sudah berumahtangga dan memiliki rumah masing-masing.

''Semangat sembuh ya, Pak, besok dokter lain yang praktek, bukan saya, karena saya akan cuti.'' ujar dokter wanita itu setelah selesai memeriksa.

''Sudah mendekati waktu melahirkan ya, Dok?'' tanya Kania menimpali.

''Iya Dek,'' jawab dokter yang perutnya sudah semakin membesar itu.

''Semoga Bu dokter selalu sehat ya dan lancar persalinannya nanti.'' ucap Rianto.

''Aamiin, terima kasih, Pak.'' ucap dokter tersebut ramah.

Kania senang dengan pelayanan tenaga kesehatan yang ramah-ramah meskipun saat melihat jarum suntik ia selalu menutup matanya. Ia pernah mengalami kejadian yang kurang mengenakkan saat beberapa tahun yang lalu. Semua itu masih membekas di hati Kania ketika ekspresi wajah yang jutek dan nada bicaranya yang ketus.

Tidak bisa disamaratakan, Kania sekarang bisa melihat keramahan dokter yang mengurus papanya.

''Gimana sekarang rasanya, Pa? sudah banyak perubahan apa belum?'' tanya Kania.

''Sudah membaik, Papa sudah tidak pusing lagi, di sini juga sudah nggak sesak, sakit-sakit di badan juga sudah nggak terlalu kayak kemarin.'' jelas papa sembari menunjuk pada dadanya.

''Syukurlah, Pa, kalau sudah membaik.'' jawab Kania senang karena menginap di rumah sakit tentu saja tidak enak.

Keesokan paginya, jam kontrol dokter biasanya pukul 08.00 WIB. Kania masih menunggu kedatangan dokter yang belum juga datang.

Di saat Kania berdiri di tengah pintu, dokter yang ia tunggu akhirnya muncul juga. Tetapi karena dokter itu mengenakan masker, Kania tidak bisa melihat jelas bagaimana wajahnya, apalagi jaraknya masih dari ujung ke ujung. Ia hanya langsung menilai bahwa dokter tersebut berperawakan tinggi, putih, sepertinya tampan, jarak yang semakin mendekat membuat aroma wangi tubuh dokter itu tercium oleh Kania.

''Permisi,'' ucap dokter yang diikuti oleh asistennya itu.

Kania langsung tersadar.

Kania mempersilahkan masuk sembari mengikuti dari belakang. Dan tidak lupa menghirup aroma wangi tubuh dokter itu lagi.

"Kayak pernah kenal sama bau wangi ini," bathin Kania.

Kania hanya bisa melihat jelas bahwa dokter itu memiliki perawakan yang tinggi, sepertinya ia memiliki tubuh yang macho. Setelah dekat, ternyata nyali Kania ciut, ia tidak berani menatap ke arah wajahnya.

"Kayaknya ganteng nih!" bathin Kania.

''Gimana, Pak, keadaan hari ini?'' tanya dokter tersebut sembari memeriksa kondisi jantung papa Kania.

''Saya rasa sudah membaik semua, Dok.'' jawabnya.

"Syukurlah,"

''Saya yang akan menggantikan dokter Vika untuk beberapa waktu ke depan, selama beliau masih cuti ya, Pak.'' jelas dokter tersebut.

''Ohh, iya Dok.'' jawab papa.

Dokter tersebut melirik ke arah Kania yang berdiri di samping kaki papanya. Kania yang menyadarinya pun langsung menunduk dalam dengan perasaan takut.

''Apakah yang mendampingi Bapak di sini hanya satu orang saja?'' tanya dokter tersebut yang tidak melihat orang lain di sini.

Kania langsung sedikit mendongak.

''Saya anak kandungnya kok, dan kakak saya ganti-gantian kemarin, Dok. Karena saya pengangguran jadinya standby di sini.'' jawab Kania.

''Sstt, hati-hati kalau bicara, Kania. Kamu 'kan bekerja, hanya saja sedang cuti demi Papa.'' timpal papa sedikit berbisik.

Dokter itu hampir tertawa mendengar jawaban Kania, untung saja tertutup dengan masker.

Setelah itu, ia menjelaskan tentang kondisi papa Kania yang menurut pemeriksaannya sudah cukup membaik. Jika terus membaik, besok sudah bisa pulang ke rumah.

''Kalau sudah enakan, bisa di bawa jalan-jalan santai ya, Pak ... kalau hanya tiduran nanti kurang gerak.''

''Baik Dok.''

Kania menatap dokter itu, jantungnya berdebar-debar.

"Serasa kedatangan orang terdekatku, oh my GOD!" bathin Kania.

"Husstt, Kania! jangan macam-macam! bisa jadi dia suami orang! jangan jadi pelakor kamu!!" imbuh Kania masih membathin.

Dokter dan asistennya meninggalkan ruangan itu. Sementara papa yang masih duduk pun langsung meminta bantuan putrinya untuk membantu jalan-jalan di ruangan itu.

''Itu dokter kayaknya cerewet ya, Pa?'' ujar Kania.

''Hust, namanya juga dokter, Nia ... pasti kasih saran ini itu untuk pasiennya.'' jawab papa.

Kania selalu merinding melihat alat-alat medis itu. Saat dokter ataupun perawat tengah memasukkan obat melalui infus, Kania memilih untuk mengalihkan pandangannya.

Di rumahnya, Kania hanya tinggal bersama papa dan dua asisten rumah tangga setelah mamanya meninggal. Hal itu yang membuat Kania tidak bisa jauh dari papanya, apalagi melihat kesibukan dari kedua kakaknya yang semakin jarang berkunjung ke rumah. Dan kakak sulungnya yang tinggal di luar pulau.

Kania sendiri bekerja di tempat papanya sendiri, tapi, ia juga tidak ingin membuat kecemburuan sosial. Kania tetap diperlakukan seperti karyawan lain. Contohnya pada saat ini, ia membuat surat cuti dengan perihal yang sesuai.

Usia Kania saat ini masih 23 tahun, ia baru saja lulus S1 tahun kemarin. Ia mengambil manajemen dan mendapatkan hasil yang cukup baik, meskipun bukan yang terbaik.

''Hari ini nggak ada yang datang, Pa, bang Dion lagi ada meeting ke luar kota.'' ujar Kania setelah membaca pesan dari kakaknya.

''Ya sudah nggak papa, namanya juga lagi sibuk.'' jawab papa mengerti.

Kania menikmati makan malamnya setelah membelinya dari kantin rumah sakit. Ia melihat jam masih menunjukkan pukul 20.10 WIB. Dari ruangan lain masih terlihat ramai. Apalagi di ruangan umum yang satu kamar berkapasitas 2 sampai 4 pasien. Kania tidak ingin papanya kurang istirahat, ia pun memilih VIP. Karena terkadang yang membuat ramai itu adalah para pembesuk pasien. Sampai terkadang tidak memperhatikan kondisi pasien yang ingin istirahat tenang.

''Permisi,''

Kania langsung terkejut dan spontan menutupkan tutup kotak nasinya saat mendengar suara yang datang.

''Iyaa,'' jawab papa dan Kania bersamaan.

''Untuk keluarga Bapak Rianto, bisa ke ruangan dokter ya, bawa fotokopi kartu keluarga, karena kemarin belum ada.'' ujar seseorang itu.

''Ohh, iya-iya, baik.'' jawab Kania.

Papa hanya bisa mengucap terima kasih.

Kania melupakan bahwa kemarin waktu pendaftaran belum memberikan kartu keluarga karena ketinggalan. Sementara siang tadi ia menyempatkan diri untuk mengambil ke rumah.

''Aku ke ruangan dokter dulu ya, Pa. Papa istirahat aja dulu, nanti sekalian mau beli cemilan di depan, hehe''

''Iya, Papa juga sudah mulai mengantuk. Kamu kalau lapar, jangan ditahan ya, biar Papa aja yang sakit, kamu harus sehat.'' balas papa.

Kania mengangguk sembari tersenyum, tak lupa mengangkat jempolnya supaya papa bisa merasakan energinya yang terus positif.

Terpopuler

Comments

yayan

yayan

ikut gabung thor

2023-12-25

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 42 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!