Part 5 : Dasar Pejantan!

Sudah satu Minggu lebih setelah dirawat dirumah sakit. Rianto berangsur membaik, Kania pun sudah kembali beraktivitas seperti biasa, menjadi marketing manager di usaha papanya.

"Kok dokter Arda belum main-main ke rumah ya." ujar papa pada putrinya yang masih menyiapkan makan malamnya.

"Mau ngapain sih, Pa?" tanya Kania.

"Ya, sebagai ucapan terima kasih Papa karena dia sudah melunasi biaya rumah sakit. Sebenarnya Papa pengin mengundang buat makan malam, tapi, sayangnya kemarin lupa minta nomornya. Abang kamu juga katanya sudah lama nggak komunikasi." jawab papa.

Kania berusaha tersenyum.

"Ya maklumi aja Pa, profesinya 'kan dokter, jadi nggak semudah itu dapat waktu yang cukup banyak cuma buat main-main." jawab Kania berusaha menenangkan papanya.

"Tapikan biasanya ada ganti shift, masa iya dokter Arda bekerja tanpa istirahat, nanti yang ada malah dia yang sakit." balas papa masih kekeh.

Kania pun duduk sembari memegang lengan papanya.

"Paa, ada Nia di sini, apa Papa nggak suka? apa Papa maunya dokter Arda yang jadi anak Papa?"

"Nia jadi sedih deh kalau begini," sambung Kania pura-pura cemberut.

Papa langsung menumpukkan tangannya diatas punggung tangan Kania.

"Bukan begitu, jelas saja Papa sangat senang anak gadis Papa ini selalu ada buat Papa, i love you, sayang." ucap papa lalu mengecup kening putrinya.

Kania tersenyum.

"I love you more, more, moreeeee."

"Jangan bahas yang tidak ada ya, nanti Nia cemburu." ujar Kania memeluk papanya.

"Iyaa, anak manja." balas papa membalas pelukan putrinya.

"Ihh, Nia nggak manja ya!" balas Kania tidak terima.

Papa langsung terkekeh.

"Papa jadi disuruh makan nggak nih?" tanya papa.

"Hehe, iya Papa, mari makaaan."

Setelah memastikan papanya masuk ke dalam kamar dan juga sudah minum obat, Kania pindah ke kamarnya sendiri.

Kania yang baru saja duduk pun langsung terpikirkan laki-laki itu. Dengan cepat ia langsung menepis pikirannya sendiri. Namun, semakin berusaha ia tepis, semakin dekat pula wajahnya itu memenuhi pikirannya.

"IIIIHH! kerja-kerja sana! urusin pasien, bukan malah nangkring dipikiran orang!" gerutu Kania.

Kania terdiam menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Sesaat kemudian ia buka kembali karena bayangan itu seperti nyata ada di depan mata.

.........

Keesokan paginya, Kania berangkat bekerja seperti biasa setelah berpamitan dengan papanya yang sudah sarapan dan masih duduk di sofa sembari membaca koran pagi ini.

"Biarpun kerja ditempat bapaknya sendiri, tetap aja diperlakukan seperti orang lain." gumam Kania lalu mempercepat laju mobil.

Setibanya di tempat kerja, Kania disambut oleh abangnya yang tidak lain teman dari Arda itu.

"Ngapain di ruanganku?" tanya Kania.

"Ketemu Arda sejak kapan?" tanya Dion, kakaknya.

"Ya, kemarin itu waktu di rumah sakit aja, kenapa emangnya?" jawab Kania berbalik tanya.

"Kalian ngapain aja kok papa jadi sering nanyain Arda, mau cari nomornya lah, pengin ngundang makan dirumah juga lah." balas Dion menyelidik.

"Lah, ya nggak ngapa-ngapain kok, emangnya maunya Bang Dion kita ngapain?" balas Kania.

Dion mengacak-acak rambut adiknya itu, "Jangan macam-macam!"

"BANG!!"

"Itu tuh karena kak Arda melunasi biaya rumah sakit papa. Sudah ya, saya sibuk, mohon jangan diganggu!" ujar Kania langsung cepat-cepat mengusir abangnya.

"HEH, dasar bocah durhaka!"

"AWAS-AWAS! HUST HUST! SANA!" usir Kania.

Sebagai kakak beradik yang sudah tumbuh dewasa, bahkan sang kakak yang sudah berkeluarga dan memiliki seorang anakpun tak merubah kebiasaan mereka yang selalu membuat suasana ramai. Akan tetapi, meskipun begitu mereka saling menyayangi dan saling mempedulikan satu sama lain.

"Pulang kerja jam berapa?"

Berulang kali Kania membaca pesan masuk dari Arda, beberapa kali pula Kania sudah mengetik, namun ia hapus lagi dan lagi.

"Apa sih, kepo!" gumam Kania.

Sesekali Kania menatap ponselnya, lalu ia abaikan lagi. Tetapi hal itu ia lakukan berulang kali karena hatinya menjadi tidak tenang.

"4"

Setelah mengirimkan balasan pesan yang super singkat itu, Kania langsung meletakkan ponselnya lagi. Jam 4 masih cukup lama, Kania melanjutkan pekerjaannya.

Di tempat lain

Arda yang berprofesi sebagai dokter pun tidak bisa dengan mudahnya mengambil izin. Apalagi tugasnya dirumah sakit ini masih baru. Besok merupakan jadwalnya untuk libur karena hari Minggu, Arda ingin berkunjung ke kediaman Kania.

Balasan pesan yang singkat itu membuat sudut bibir Arda terangkat karena senyumnya.

"Apa jangan-jangan dia sudah punya pacar, ya?" gumam Arda.

Sejenak Arda memikirkan sikap Kania.

"Tapi, dia nggak bilang hal itu sama sekali. Seharusnya kalau emang punya pacar dia pasti langsung bilang punya pacar." sambungnya.

Arda kembali berpikir panjang, ia juga tidak mau apa yang ia lakukan membuat orang salah paham. Kemudian Arda mengangguk penuh keyakinan bahwa gadis itu masih berstatus jomlo, sama seperti dirinya.

Setelah menyelesaikan jadwal prakteknya, Arda langsung bersiap-siap untuk kembali ke rumah. Ia sudah yakin untuk mengunjungi kediaman Kania nanti malam karena sekalian ingin mencoba untuk mengajak gadis itu ke sebuah acara.

Kania menoleh ke arah jam dinding di kamarnya yang menunjukkan pukul 18:27 WIB.

"Apaan tanya-tanya pulang jam berapa dari tadi, kirain mau jemput atau gimana, ternyata cuma basa basi doang. Dasar pejantan!" gerutu Kania.

Setelah mengambil ponsel, Kania langsung menuju meja makan untuk menyiapkan makan malamnya bersama papa. Seperti biasa, hanya mereka berdua yang berada di sana, kakak-kakaknya sudah semakin jarang bertemu di rumah karena fokus dengan keluarga masing-masing, hanya tempat bekerja yang menemukan Kania dan satu kakaknya. Namun, mereka tetap berkomunikasi dengan ayahnya untuk selalu menanyakan kabar. Apalagi satu kakaknya yang jauh di sana.

"Gimana Papa? sudah semakin enak badannya?" tanya Kania peduli.

"Papa merasa sudah sehat," jawab papa.

"Alhamdulillah, Nia jadi senang kalau gini," balasnya.

Papa tersenyum, lalu menyantap makanan yang sudah disiapkan oleh putrinya itu. Begitu juga dengan Kania yang sudah lapar.

"Permisi, Pak, Mbak Nia," ucap art dirumah itu.

Ayah dan anak itu kompak menoleh.

"Iya Mbak, ada apa?" tanya papa lebih dulu karena Kania masih mengunyah.

"Ada tamu, laki-laki," jawab art itu.

Papa dan Kania langsung saling menatap, keduanya sama-sama mengangkat kedua bahunya karena tidak memiliki janji dengan siapapun.

"Apa tamu itu menyebutkan nama, Mbak?" tanya papa.

"Oh iya, Pak, namanya Arrrr....,"

"ARDA." papa dan Kania kompak melanjutkan saat art itu masih berusaha mengingat-ingat.

"That's right! eh, maaf Pak, Mbak." balas art itu.

Papa dan Kania langsung tertawa.

"Top deh pinter bahasa Inggris, suruh tamunya itu masuk," suruh papa senang.

"Hehe, baik Pak," jawabnya sambil menundukkan kepalanya dan langsung mempercepat langkahnya menuju depan.

Art tersebut menepuk-nepuk mulut dan keningnya sendiri karena malu. Apalagi saat menjawab sembari mengangkat telunjuknya didepan keluarga majikannya itu.

"Benar-benar memalukan!" gerutunya.

Episodes
Episodes

Updated 42 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!