Petapa Agung

Aku jadi sangat penasaran, jadi aku memasukinya sekali lagi. Awalnya hanya ada setumpuk mantel yang harus aku singkap untuk terus melangkah maju, tapi setelah berjalan kira-kira lima belas langkah dari dalam lemari, hanya ada ranting yang menjalar.

“Aku benar-benar tidak percaya kalau aku sebenarnya sedang berada di dalam lemari.”

“Ada cahaya di sana, apakah itu ujung lemarinya?”

Aku keluar di tempat yang sama sekali berbeda, aku berada di tengah hutan tapi hutannya sepenuhnya beda dari hutan di sekeliling rumahku.

Pohon yang tumbuh disini sangat berbeda dengan pohon yang pernah aku temui atau yang aku lihat di tivi dan juga buku, begitu asing..., ini membuatku ragu apakah aku masih berada di bumi yang sama.

“Ano..., apakah anda baru saja keluar dari dalam Pohon Gloumbeg?”

Perkataan seseorang mengagetkanku, aku pun berbalik untuk melihat siapa yang baru saja berbicara, tapi aku tidak dapat melihat sosoknya.

“Disebelah sini, Tuan.”

Aku melihat lebih rendah, dan ternyata ada sesosok mahkluk yang tidak pernah aku lihat dalam hidupku. Makhluk itu kecil, setinggi pinggang orang dewasa, berwarna hijau dan memiliki telinga runcing.

Bagian putih matanya itu berwarna kuning, sedangkan retina matanya sama dengan orang pada umumnya, hitam. Dia memiliki gigi yang bergerigi seperti hewan buas, kukunya hitam dengan ujung yang terlihat tajam.

Ya..., hanya satu makhluk yang bisa aku pikirkan ketika melihat sosok itu.

“Goblin!!”

Setelah berteriak sekencang itu kakiku gemetar, untuk berdiri saja aku tak kuasa. Akhirnya aku terduduk di hadapan makhluk itu.

“Seperti yang Tuan lihat..., saya adalah Goblin.”

“Kau..., kau adalah makhluk yang berbahaya!” ujarku.

“Umm..., manusia memang sering berpikir seperti itu. Tapi sebenarnya kami tidak,” jawab Goblin itu.

Meskipun penampilannya mengerikkan, anehnya aku tidak merasakan bahaya apapun darinya. Saat seseorang melihat singa berada di depan mereka, ada perasaan takut yang membuat orang itu cemas, tapi di depan makhluk ini..., aku tidak merasakan kecemasan sedikitpun.

“Biarkan saya membantu anda berdiri, Tuan.”

Makhluk itu mengulurkan tangannya kepadaku, awalnya aku ragu..., tapi setelah melihat niat baiknya itu, bukankah aku akan terlihat jahat bila harus menolaknya?

Aku akhirnya meraih tangan kecil sang Goblin, selain dia membantuku berdiri, dia juga merapalkan mantra yang membuatku tenang.

Ini mengejutkan, entah aku sedang bermimpi atau tidak. Tapi perasaan hangat yang aku rasakan saat ini begitu kuat.

“Terimakasih,” ucapku lirih.

“Benar, sebelumnya anda mengatakan bahwa saya keluar dari Pohon Gloumbeg, bukan? Apakah pohon besar itu yang anda maksud, Tuan Goblin?”

Aku menunjuk ke sebuah pohon yang sangat besar, dari sanalah aku keluar... Tempat yang menghubungkan duniaku dengan dunia ini. Lubang di tengah akar pohon itu tembus ke lemari tua yang ada di rumahku.

“Ya! Apakah anda berasal dari sana?”

“Benar!” sahutku.

Goblin tua itu menjatuhkan tongkat yang ia gunakan untuk membantu dirinya berjalan, dia tampak bergelimang airmata. “Pertapa Agung... Anda benar-benar datang pada kami. Ini adalah kabar yang menggembirakan!”

Goblin itu bersujud menyembahku sembari menangis haru, dia seperti sudah menunggu pertemuan ini sejak lama. Aku bersimpati pada Goblin tua itu, tapi apa maksudnya dengan Pertapa Agung?

Aku? Pertapa Agung?

“Yang Mulia Pertapa Agung! Tolong ikutlah dengan saya, semua Goblin harus berkumpul untuk menyambut penyelamat mereka.”

Penyelamat? Aku tidak mengerti. Tapi mari ikuti dia dan mencari tau situasi apa yang aku alami ini.

Tak jauh dari Pohon bernama Gloumbeg terdapat pedesaan kecil, ah... Daripada menyebutnya desa, aku lebih nyaman menyebut itu sebagai sebuah perkemahan kecil. Ada beberapa Goblin yang sedang beraktivitas, beberapa menjaga anak mereka yang tampak masih bayi.

Semua Goblin hidup dengan saling membantu, terlihat kasih sayang yang amat jelas pada mereka, kenapa orang-orang menggambarkan makhluk ini sebagai makhluk jahat?

“Kepala Desa datang bersama dengan seorang manusia!”

“Tidak! Apakah manusia itu menawan Kepala Desa?!”

Para Goblin terlihat waspada dengan kedatanganku, jadi bagi mereka aku terlihat seperti menawan Goblin tua ini. Dan aku begitu terkejut mengetahui identitasnya adalah sebagai seorang Kepala Desa, bukankah dia seorang pemimpin dalam kelompok ini.

“Manusia!! Lepaskan ayahku!!”

Seorang Goblin muda datang kepadaku dengan mengacungkan sebuah kayu runcing, dia mengeratkan taringnya seolah kesal kepadaku.

“Anak muda! Kau tidak sopan! Sosok Agung ini bukan salah satu dari manusia kejam di luar sana! Dia adalah utusan dari Gloumbeg! Sang Pertapa Agung!!”

“Per-pertapa Agung?”

“Yang Mulia!! Maafkan kelancangan saya!!” anak Goblin Tua itu berlari ke arahku dan bersujud serendah mungkin. Para Goblin yang kala itu memperhatikan dari tenda mereka kemudian keluar melakukan hal yang sama.

“Salam kami untuk sang Pendeta Agung!!”

Situasi ini benar-benar tidak terduga, aku tak sengaja masuk ke dunia lain... Dan tiba-tiba aku dianggap sebagai Pendeta Agung oleh makhluk yang tidak pernah aku ketahui keberadaannya.

***

Satu jam berlalu semenjak aku masuk ke dunia asing ini, Kepala Desa berkata padaku bahwa dunia yang mereka tinggali ini bernama Yggdrasil, sungguh nama yang sangat membangkitkan fantasiku.

Para Goblin hidup jauh dari peradaban, mereka semua bersembunyi. Kepala Desa bilang manusia akan membantai setiap Goblin yang mereka lihat karena menganggapnya sebagai makhluk terkutuk.

Mereka digambarkan suka mencuri dan juga memperkosa manusia, tapi dari apa yang aku dengar dari Kepala Desa, leluhurnya bahkan belum pernah mengambil sepeserpun koin emas atau melecehkan manusia.

Kabar keburukan mereka adalah fitnah yang sengaja dibuat-buat oleh Manusia karena menganggap Goblin sebagai makhluk menjijikkan.

Setelah bersama mereka cukup lama, aku bahkan merasakan kebaikan mereka. Makhluk hijau kecil ini juga memiliki nurani, sama halnya seperti manusia. Mendengar betapa malangnya kehidupan yang harus mereka jalani, hatiku pun terenyuh.

“Pertapa Agung! Tolong terima sesembahan kami. Ini adalah Buah Nampebya, buah ini sangat manis, memakannya dapat meredakan dahaga dan juga lapar. Anda pasti menyukainya.”

Bagaimanapun melihatnya..., bukankah ini Apel? Bentuknya benar-benar sama dengan Apel yang ada di bumi.

“Aku menghargai kebaikan kalian, kalau begitu aku akan memakannya!”

Satu gigitan membuatku terkesima, meskipun rupanya seperti buah Apel, tapi rasanya sama sekali tidak bisa dibandingkan, renyah dan juga manisnya benar-benar berbeda. Kurasa... buah Nampebya adalah rajanya buah Apel.

Selain itu..., setelah memakannya aku merasakan energi aneh mengalir ke tubuhku, rasanya seperti tubuhku menjadi lebih kuat dan juga ringan.

“Ini sungguh sesembahan yang luarbiasa. Aku menyukainya, Terimakasih!”

“Pertapa Agung bahagia oleh perbuatan kita!!”

“Hore!!”

Melihat bagaimana para makhluk hijau kecil itu begitu riang hanya karena ucapanku membuat hatiku merasa lega. Mereka semua adalah makhluk yang terasingkan, sama seperti diriku.

Entah itu penyebabnya atau bukan, aku merasakan ikatan aneh dengan para Goblin ini.

Benar, ada satu hal yang sejak tadi ingin aku tanyakan. Aku penasaran bagaimana cara mereka menetapkan diriku sebagai Pendeta Agung. Kalau ada orang lain yang masuk melalui Pohon Gloumbeg, bukankah orang itu juga bisa disebut sebagai Pendeta Agung?

Aku pun menanyakannya.

Terpopuler

Comments

Fendi Kurnia Anggara

Fendi Kurnia Anggara

nice

2024-02-06

1

Gabutdramon

Gabutdramon

lanjut

2024-01-18

0

Gabutdramon

Gabutdramon

agak cocoklogi sih, secara tinggi goblin hanya 1 meteran pastinya otong nya juga setara anak 7-10 tahunan yg palingan seperti telunjuk doang

2024-01-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!