Seseorang telah menyelamatkan Darin dari mobil yang hendak menabraknya, selain itu Darin juga merasakan sesuatu yang menyakitkan di bagian kakinya. Ternyata saat seseorang berhasil menyelamatkannya kakinya terkilir, membuat Darin kesulitan untuk berjalan.
Betapa terpukau Darin ketika melihat wajah seseorang yang telah menyelamatkannya adalah seorang lelaki tampan yang mempunyai hidung yang lancip serta tatapan matanya yang begitu mempesona, dia adalah Alex. Saat itu tidak sengaja Alex sedang menunggu lampu merah di dalam mobilnya. Dan tidak sengaja melihat Darin menangis sambil melamun ketika hendak menyebrang. Sadar akan keadaan Darin sedang tidak baik-baik saja membuat Alex turun dari mobilnya dan menyelamatkan Darin.
"Lo baik-baik aja kan?" tanya Alex sedikit panik saat berhasil menyelamatkan Darin ketika hendak tertabrak mobil.
Darin yang sedari tadi terpukau dengan wajah tampannya kini tersadar, dan segera ia mencoba untuk berdiri dengan tegap. Tapi sayang rasa sakit kakinya membuat Darin kesakitan.
"Aawww!" teriak Darin kesakitan saat mencoba berdiri tegak dan tubuhnya sedikit sempoyongan, dengan sigap Alex mencoba menjaganya agar Darin bisa jatuh ke dalam pelukannya.
"Lo kenapa? Ada yang terluka?" Alex memperhatikan keadaan Darin yang meringis kesakitan seraya memegang kaki kanannya.
"Kenapa lo selametin gue?" tanya Darin kesal dengan suara bergetar dan air mata terus jatuh berurai.
Sontak ucapan Darin membuat Alex kaget bukan main, niat baiknya tidak disambut oleh Darin. Lalu mengapa Darin marah ketika Alex menyelamatkannya? Apa ia sengaja mau menabrakkan dirinya?"
Merasa iba akhirnya Alex membawa Darin duduk sebentar di taman kota pinggir jalan, Alex pergi sebentar ke mini market untuk membeli minuman dan sesuatu yang bisa mengurangi rasa sakit Darin. Beberapa saat kemudian Alex datang membawa sesuatu di tangannya, yaitu air mineral dan sebuah salep pereda nyeri.
"Minum dulu." Alex memberikan air mineral kepada Darin yang masih melamun.
Wajah Darin masih sendu dan sedih ketika ia mengambil air mineral dari tangan Alex tidak ada senyum yang terlukis di bibir tipisnya. Hanya satu kata dengan nada berat terdengar di telinga Alex.
"Makasih." Darin mengambil air mineral dari tangan Alex tanpa menatap lelaki berambut comma.
Tatapannya masih sendu, air mata yang tadi membasahi pipinya kini sudah mulai mengering. Alex bingung apa yang harus dilakukannya sekarang. Hati Darin masih sangat sedih dan belum bisa menerima kenyataan yang sudah disembunyikan kedua orang tuanya selama ini.
Saat Darin masih melamun dengan tatapan kosong, tiba-tiba saja Alex berjongkok di hadapan Darin untuk mengobati kakinya yang terkilir.
"Boleh gue obati kaki lo dulu sebelum gue pergi?" Alex meminta izin lebih dulu kepada Darin.
Deg, seketika Darin tersadar dan menatap Alex begitu lekat. Kini Alex bisa merasakan bagaimana perasaan Darin, sepertinya gadis cantik yang ada di depan matanya sedang tidak baik-baik saja.
"Jangan khawatir, gue baik-baik aja kok." Darin mencoba menolak tawaran Alex karena tidak mau merepotkan, sebenarnya saat ini ia ingin menyendiri.
Namun Alex tidak bisa meninggalkan Darin begitu saja dengan kondisi kakinya seperti itu. Alex sangat khawatir dengan keadaan Darin yang hampir saja bunuh diri.
"Pokoknya gue harus ngobatin kaki lo biar nggak tambah sakit, meskipun gue nggak bisa sembuhin rasa sakit lo yang sebenarnya," ucap Alex kekeuh dengan nada lembut seakan menyindir keadaan Darin.
Glek, Darin tahu apa maksud dari ucapan Alex jika lelaki tampan berkulit putih sedang menyindirnya. Darin tidak mau banyak berdebat dengan Alex, akhirnya ia menyodorkan kaki sebelah kanannya untuk diobati oleh Alex tanpa sepatah kata lagi.
Meskipun Darin mencoba menahan air mata agar tidak jatuh lagi, nyatanya buliran bening terus menetas tanpa henti dan Darin begitu kesulitan untuk mencegahnya. Alex mulai mengompres bagian pergelangan kaki kanan Darin dengan minuman dingin yang dibelinya di mini market terdekat, tidak ada pembicaraan antara mereka berdua sampai akhirnya Alex mengolesi kaki Darin dengan obat oles hangat yang bisa menghilangkan rasa sakitnya sesaat.
Setelah selesai Alex menatap wajah Darin yang sedari tadi masih terdiam melamun, sepertinya Darin sedang melewati masa sulitnya. Alex bangkit dan duduk tepat di samping Darni yang sedari tadi masih melamun. Air mineral yang Alex berikan belum juga dibuka olehnya, hanya dipegang dengan kedua tangannya.
"Kalau lo udah selesai bisa pergi sekarang," usir Darin yang memperbolehkan Alex pergi dan masih dengan tatapan kosongnya menatap ke sembarang arah tanpa menatap Alex sedari tadi.
"Gue nggak bisa ninggalin lo," tolak Alex mentah-mentah membuat Darin menoleh menatap Alex.
Kedua mata mereka saling bertemu satu sama lain untuk pertama kalinya, tatapan Alex begitu teduh membuat Darin merasa sedikit tenang. Senyum manis mulai terlukis dari bibir Alex saat Darin menatapnya.
"Kenapa? Tugas lo udah selesai dan gue ucapkan makasih sama lo, jadi lo bisa pergi," tandas Darin masih dengan nada terdengar sedih membalas tatapan Alex.
"Karena gue khawatir terjadi sesuatu sama lo."
Deg, sungguh ucapan Alex membuat Darin kembali menangis dan sedih karena baru kali ini ada yang bilang kepadanya selain Rian jika sangat mengkhawatirkannya.
"Gue bukan siapa-siapa lo, jadi nggak perlu khawatir." Air mata Darin kembali menetas membuat Alex yakin jika Darin sedang tidak baik-baik saja.
"Gue nggak tahu sebesar apa masalah yang sedang lo hadapi, tapi gue merasa khawatir. Lagian gue udah membantu lo dan sudah seharusnya juga gue memastikan keadaan lo sampai baik-baik aja. Walaupun sebenarnya lo nggak minta bantuan gue. Tapi please izinin gue tetep di sini sampai lo benar-benar merasa baik." pinta Alex mencoba membuat Darin tenang.
Entah kenapa Dari merasa luluh dan mengizinkan Alex untuk diam bersamanya, seakan merasa nyaman dan tenang akan kehadiran Alex. Dan Darin mengabulkan permintaan Alex.
"Kita belum kenalan. Nama lo siapa?" tanya Alex ketika mereka memutuskan untuk mengobrol di taman kota yang tidak begitu ramai dengan orang dengan tatapan keduanya menatap ke atas langit yang saat itu begitu indah.
Baru kali ini Alex berada di taman kota Jakarta, rasanya sedikit aneh baginya berbicara ada di taman seperti ini. Tapi ia mencoba memahami keadaan Darin yang Dipikirannya adalah seorang gadis dari kalangan biasa saja.
"Nggak penting siapa gue, dan nggak semua orang juga menganggap gue penting," ucap Darin membuat Alex merasa iba dan tidak ingin meninggalkannya sendirian karena Alex mempunyai firasat jika Darin sedang membutuhkan seseorang.
"Tapi penting buat gue," tambah Alex lagi terus berusaha mencoba mengetahui nama gadis cantik yang duduk bersamanya.
Lagi-lagi Darin merasa tersanjung, entah ini hanya gurauan Alex semata untuk menghibur dirinya atau mungkin memang Alex benar-benar ingin tahu siapa dirinya.
"Darin. Gue Darin, lo siapa?" Darin balik bertanya menatap Alex.
"Alex," jawab Alex singkat sambil tersenyum manis seolah senang karena apa yang diinginkannya terwujud.
Sayangnya Darin tidak tahu siapa lelaki yang sedang bersamanya saat ini. Andai saja Darin tahu jika itu adalah calon adik iparnya. Ya, Alex Rakyan Atmaja Wiguna 25 tahun adalah putra ke 6 Harun Atmaja Wiguna. Alex yang mempunyai wajah paling tampan pertama di keluarganya adalah mahasiswa S2 fakultas ekonomi semester 6 di salah satu Universitas negri di Jakarta.
Selain kuliah Alex juga kadang suka membantu Zein dan Arga di perusahan untuk sekedar membantu dan belajar agar ia bisa meneruskan perusahaan keluarganya dicabang yang lain.
"Entah seberat apa masalah yang sedang lo hadapi saat ini, tapi cobalah berpikir buat orang yang lo sayang," ucap Alex menyemangati Darin tanpa tahu pasti masalah apa yang sebenarnya telah Darin hadapi.
Ucapan Alex berhasil membuat kembali menangis tersedu-sedu, air mata yang tadi sudah mulai mengering kini kembali penuh dengan buliran bening memenuhi pelupuk matanya. Orang yang disayang kata Alex? Siapa? Hanya Rian orang yang paling disayang olehnya, tidak ada yang lain. Rasa sedih di hati Darin masih terasa dan ia seolah sudah tidak sanggup lagi untuk menerima kenyataan yang sebenarnya.
Ucapan mamanya kembali teringat meskipun Darin bisa melupakan sesaat kesedihannya karena Alex, tapi saat ini semua rasa sedih kembali muncul dan tidak bisa dibendung lagi. Air mata terus jatuh menetas di luar kendali Darin. Dan Alex hanya bisa menatapnya dengan tatapan sendu.
"Lo yakin kalau lo baik-baik aja?" Alex kembali bertanya memastikan keadaan Darin seolah Alex tidak yakin jika Darin baik-baik saja.
"Gue pengen sendiri dan lo bisa pergi," pinta Darin dengan tangis tersedu-sedu dan menyembunyikan wajah cantiknya dari tatapan mata Alex.
Kali ini Alex sepertinya harus mengalah dan menuruti permintaan Darin, sepertinya masalah yang sedang dihadapi olehnya sangat berat sehingga Alex bisa melihat Darin begitu terpukul dan putus asa. Meskipun sebenarnya Alex sangat mengkhawatirkan keadaan Darin saat ini.
"Oke, gue pergi. Dan gue harap bisa ketemu lagi sama lo. Jaga diri lo baik-baik dan jangan sampai melakukan hal bodoh," pinta Alex menatap Darin yang terus menangis sambil menundukkan kepalanya.
Berat sebenarnya bagi Alex untuk meninggalkan Darin sendirian dalam keadaan seperti ini, tapi Alex tidak bisa memaksakan keinginan Darin.
"Kalau lo nggak mau pergi, biar gue yang pergi," kata Darin sambil bangkit dari duduknya dan berjalan pergi meninggalkan Alex yang masih duduk termenung menatapnya.
Akhirnya Alex membiarkan Darin pergi meninggalkannya dengan langkah kaki tertatih-tatih, dan hanya bisa menatapnya yang mulai menjauh darinya. Semakin lama Darin semakin jauh dari padangan Alex, hanya ada rasa iba dan tatapan sendu dari kedua bola matanya yang selalu mengawasi langkah kaki Darin saat berjalan menuju jalan besar.
Sampai akhirnya Alex kembali dibuat khawatir oleh Darin, dari arah berlawanan ada sebuah sepeda motor yang melaju begitu sangat kencang tanpa Darin sadari. Lama kelamaan motor berwarna putih mengarah ke arah Darin yang hendak menyebrang.
Drain yang terus berusaha berjalan menahan rasa sakit di kaki dah luka dalam hatinya tidak begitu memperhatikan keadaan sekitar, sampai akhirnya suara klakson motor menyadarkannya dengan cahaya lampu yang menyilaukan matanya.
Sudah beberapa kali Bintar mencoba menelepon Alex, namun sayang lelaki tapan itu tidak mengangkatnya membuat semua kakaknya khawatir. Sedari tadi tatapan mata Zein, Arga dan Dewa terus tertuju kepada Bintar yang mencoba berkali-kali meneleponnya.
"Nggak diangkat," kata Bintar dengan nada putus asa kembali menurunkan ponselnya yang sedari tadi berada di telinganya.
"Coba telepon lagi!" perintah Zein dengan ekspresi wajah marah karena sudah sampai larut malam adiknya belum juga pulang.
Kebiasaan Zein setiap malam sebelum tidur adalah mengecek keberadaan adik-adiknya di rumah, jika sampai jam 11 malam mereka belum berada dalam kamarnya maka Zein tak segan untuk mengeluarkan omelannya yang seperti rapper ternama. Alasannya karena Zein ingin adik-adiknya menjadi disiplin dan teratur meskipun sudah dewasa.
Akhirnya sesuai perintah Zein secepat kilat Bintar kembali menelepon nomor Alex meskipun akhirnya sama. Tatapan dingin Zein yang selalu ingin Bintar hindari begitu juga dengan yang lain. Biasanya saat situasi seperti ini yang lebih khawatir adalah Richi, karena Richi adalah satu-satunya kakak yang begitu paling ingin menjaga Alex. Karena Alex memiliki hati yang sangat sensitif dan akan kehilangan senyumnya jika ia sedang tidak baik-baik saja. Richi juga tidak tahu alasannya kenapa ia begitu ingin melindungi Alex, tapi hatinya memilih Alex adik yang paling ingin ia lindungi antara Dewa dan Bintar.
Ketika mereka sedang menunggu kabar dari Alex, saat yang bersamaan ponsel milik Arga berbunyi dan ternyata itu dari Richi. Kebiasaan lelaki yang mempunyai dimple smile ini selalu menelepon Alex sebelum tidur, namun Richi kesulitan menghubunginya dan akhirnya ia bertanya kepada kakaknya Arga.
"Bang. Alex udah tidur belum? Dia nggak angkat telepon gue?" tanya Richi dari ujung telepon sana saat Arga belum sempat mengucapkan salam.
Baru saja Arga menerima panggilan masuk Richi, namun ia sudah lebih dulu bertanya tentang Alex dengan nada khawatir ciri khasnya. Spontan kedua bola mata Arga menatap Zein, Bintar, dan Dewa secara berurutan, seolah Arga memberitahu jika ia mendapatkan telepon penting.
Zein, Bintar dan Dewa sadar jika yang sedang menelepon Arga adalah Richi. Bukan hanya nomor Arga yang menjadi sasaran Richi, tapi juga ketiga anak Harun lainnya.
"Dia udah tidur dari tadi, kayaknya kecapean," jawab Arga berbohong agar Richi tidak khawatir akan keadaan adik tercintanya.
"Gue pikir dia ke mana. Sorry kalau gue ganggu malem-malem."
"Nggak kenapa-kenapa, lo jangan khawatir," ucap Arga mencoba menenangkan Richi yang selalu mengkhawatirkan keadaan Alex.
Berita Alex adalah orang yang banyak dicari oleh musuh bisnis papanya, wajahnya yang tampan sering dikaitkan dengan berbagai macam rumor tidak sedap. Maka dari itu Richi adalah kakak yang paling ingin menjaga Alex. Segala cara Richi lakukan untuk menjadi perisai bagi Alex agar hatinya tidak terluka.
"Oke, makasih Bang." Richi menutup telepon secara sepihak membuat Arga bisa sedikit bernapas lega.
Di sisi lain Alex belum juga mengangkat panggilan dari Bintar, rasanya Bintar sudah sangat pegal dan lelah terus mencoba memanggil Alex. Sampai akhirnya Zein beranjak pergi meninggalkan mereka semua.
"Mau ke mana, Bang?" tanya Bintar yang sadar akan kepergian Zein tanpa pamit.
"Lo nggak tahu sekarang jam berapa?" Zein balik bertanya dengan sikap datar tanpa menjawab pertanyaan Bintar lebih dulu.
"Tahu, tapi lo mau ke mana, Bang? Alex kan belum ketemu?"
"Gue mau tidur, dan sekarang tugas lo cari di mana Alex sekarang!" tegas Zein lalu pergi disusul Arga yang mengikutinya dari belakang tanpa pamit.
Wajah Bintar sangat kebingungan ketika Arga juga mengikuti kakak tertuanya dari belakang, sementara ia ditinggal berdua dengan Dewa.
"Gue di sini sama Dewa, gitu?" tambah Bintar lagi menghentikan langkah kaki kedua kakaknya.
Zein menolah seolah ia lupa meninggalkan adik bungsu kesayangannya. Ya, Zein memang begitu menyayangi Dewa di antara keenam adiknya. Wajah mereka berdua juga sekilas hampir sangat mirip.
"Dewa, lo cepat tidur karena besok kuliah. Dan biarkan Bintar menelepon Alex!" perintah Zein kepada Dewa yang langsung diiyakan oleh adik bungsunya.
Seketika Bintar serasa ditampar kenyataan karena dirinya dijadikan tumbal untuk mencari keberadaan Alex.
"Terus gue giman? Masa sendirian?" protes Bintar seolah tidak mau menerima jika hanya dirinya diperintahkan oleh Zein.
"Terus mau sama siapa? Sama gue atau sama Arga?" kedua bola mata Zein mulai menatap sinis Bintar seakan pertanda jika dirinya tidak boleh protes akan ucapan kakak tertuanya.
Tidak ada pilihan lain selain menuruti perintah Zein meskipun di hati Bintar terasa sangat dongkol.
"Gue juga sama kali besok ada kuliah," gerutu Bintar bicara sendiri tanpa sepengetahuan Zein, Arga dan Dewa.
Sepertinya Zein menyadari sesuatu jika Bintar seolah sedang berbicara dengannya.
"Lo ngomong apa?" tanya Zein terdengar tegas membuat Bintar berhenti menggerutu sendirian.
"Ah, nggak. Gue bilang selamat malam," tampik Bintar berbohong dengan hati yang masih sangat kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments