Mendengar permintaan pak Egi itu, Dinda membayangkan rumah tangga bertema neraka bersama Raka.
"Maaf pak..saya tidak bisa, saya masih terlalu muda pak, saya masih ingin mengukir karir saya dan masih banyak target yang harus saya capai," ucap Dinda menolak dengan halus.
"Apa benar adikmu ingin sekolah di pesantren unggulan itu?" tanya pak Egi.
"Iya pak..itulah kenapa saya ingin bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita keluarga kami, yaitu memberikan pendidikan agama terbaik untuk adik saya," jawab Dinda.
"Tidak usah pusing memikirkan biaya, menikah saja dengan Raka, semuanya akan beres, bahkan adik mu bisa lanjut Pendidikan ke Mesir setelah lulus dari pesantren unggulan itu," Tutur pak Egi. Pak Egi memang sangat berbakat memberikan tawaran yang membuat Dinda tergiur.
Dinda hampir setuju ketika ia mengingat masa depan adiknya. Namun ia mengingat Raka yang memiliki sikap kurang ramah hingga ia berubah pikiran lagi.
"Maaf pak Egi, tapi saya tetap tidak bisa, mungkin pak Egi bisa cari wanita lain," ujar Dinda.
"Saya sudah kenal lama dengan kamu Dinda, kamu bahkan pernah jadi murid saya, saya tau betul bagaimana karakter kamu, yang saya butuhkan itu orang seperti kamu, ayolah Dinda..tolong dipikirkan lagi, kamu boleh berpikir dulu, nanti kalau kamu sudah membuat keputusan silahkan kabari saya,"
"Tapi pak.."
"Pokoknya saya tunggu jawaban kamu ya, assalamualaikum.." ucap pak Egi dan langsung pergi begitu saja.
Dinda masih menatap langkah pak Egi. Ia geleng kepala melihat kepedulian pak Egi pada Raka. "Pak Egi..pak Egi..malangnya nasibmu pak, punya anak seperti pak Raka, tampan tapi nggak laku, masa jodoh aja harus papanya yang mikirin," batin Dinda yang masih tak percaya jika ia di minta menjadi istri pak Raka.
...******...
Di ruang Kepsek.
Raka tengah duduk santai sembari menyeruput secangkir kopi. Ia juga memantau para guru di kelas masing-masing dari rekaman CCTV yang tertampil di layar.
Matanya tak sengaja tertuju ke arah rekaman CCTV dari kelas 12 IPA 3. Di sana ada Dinda yang sedang membuat pembelajaran menyenangkan di kelas.
"Cih...katanya lulusan terbaik, tapi kerjaannya cuma bercanda di kelas," Raka seolah merendahkan Dinda yang konon katanya lulusan terbaik dari universitas terbaik pula.
☘️☘️
Sementara itu, Dinda amat disukai murid di kelas 12 IPA 3 dikarenakan pembelajaran yang ia bawa sangat menyenangkan namun tidak mengurangi kualitas pembelajaran.
"Bu cantik, kenapa sih ngajar Biologi, kenapa nggak jadi artis aja, kan cantik," ucap seorang murid ternakal dari barisan belakang.
Meski Perkataan siswa tersebut agak kurang ajar, Dinda berusaha untuk tetap terlihat ramah dan sabar.
"Nak..jadi guru itu memang pekerjaan yang mulia meski terkadang apa yang di usahakan tidak sebanding dengan hasil yang di dapat, tapi bagi saya menjadi guru itu sangat menyenangkan, apalagi saat saya mengajar di kelas ini, rasanya waktu berlalu sangat cepat," balas Dinda dengan senyuman.
Seisi kelas semakin suka dengan kehadiran guru seperti Dinda.
Usai sudah jam pelajaran Biologi di kelas itu, Dinda bergegas ke ruang guru untuk beristirahat sejenak. Saat ia baru saja duduk, ia tiba-tiba teringat hal yang disampaikan Bu Desi bahwa ia masih ada urusan ke Ruang kepala sekolah untuk lapor diri dan menandatangani surat kontrak mengajar. Dinda tak sama dengan guru lain, ia spesial karena di undang langsung oleh pemilik yayasan.
☘️☘️
"Assalamualaikum..permisi pak.." ucap Dinda sembari mengetuk pintu ruang kepsek.
"Masuk!" suara dari dalam.
Dinda perlahan membuka pintu dan masuk ke ruang kepsek tersebut. Sebenarnya ia malas berurusan dengan kepsek galak itu, namun apa boleh buat, ia tak bisa menghindari kepsek selama ia bekerja di sekolah ini.
Raka menatap Dinda yang berjalan ke arahnya. Tatapannya seolah merendahkan Dinda.
"Bagus kebetulan kamu datang, silahkan duduk!" ucap Raka dengan nada yang dingin
"Terimakasih pak, saya ke sini ingin...
"Saya tidak panggil kamu, tapi baguslah kamu datang, saya cuma mau bilang kalau kamu tidak pantas jadi lulusan terbaik, cara kamu ngajar itu tidak baik bagi siswa di sekolah kami ini, kamu kira ini pertunjukan komedi, kerjaan kamu di kelas cuma tertawa bersama siswa," tegas Raka seolah menyalahkan cara mengajar Dinda. Raka dengan tak ramah memotong perkataan Dinda.
"Pak... kurikulum sekarang ini mengarahkan setiap guru untuk membuat pembelajaran menyenangkan, bukan menegangkan, jelas cara mengajar saya berbeda dengan cara mengajar guru bapak di tahun 2000an, karena zamannya sudah berbeda, kurikulum pun sudah berubah, saya juga bukan hanya bercanda di kelas, saya hanya mengupayakan agar pembelajaran tidak membosankan," tegas Dinda.
Dinda tampak meluapkan segala yang ingin ia ucapkan. Ia sudah tak tahan dengan hinaan kepsek yang selalu menyalahkannya itu.
"Wow..kamu ngajarin saya?" wajah Raka tampak marah.
"Maaf bukan mengajari pak, saya hanya membela diri,"
"Guru baru tapi sudah seberani ini? Ingat kamu bisa di pecat kapan saja, kamu bukan guru PNS!" Raka tersenyum sinis seolah merendahkan Dinda.
"Silahkan saja pak, tapi pemilik yayasan ini yang menugaskan saya di sini," tegas Dinda dengan tatapan tajam.
"Nggak usah ngarang..papa saya tidak sebodoh itu!"
"Ya sudah kalau tidak percaya, saya permisi pak, tadinya saya ingin menandatangani surat kontrak ini," Dinda berdiri dan mengambil ancang-ancang untuk pergi.
"Tunggu..saya belum mengizinkan kamu pergi!" tegas Raka.
Dinda pun kembali duduk.
Raka menelpon papanya untuk memastikan apa yang dikatakan Dinda.
"Halo pa..apa benar papa mempekerjakan perempuan yang namanya Dinda di sekolah ini?" tanya Raka di telpon.
"Iya, memangnya kenapa?"
"Pa..itu kesalahan besar,"
"Kamu yang salah besar, Dinda itu baik, pokoknya jangan macam-macam sama Dinda!" tegas Pak Egi dan langsung mematikan telpon.
Dinda kembali berdiri dan mulai melangkah pergi.
"Tunggu dulu!" Raka spontan memegang tangan Dinda.
"Apaan sih pak!" Dinda melepas tangan pak Egi dengan paksa.
"Ada hubungan apa kamu sama papa saya, kenapa papa saya belain kamu?" tanya Raka yang selalu beranggapan buruk pada Dinda.
"Pak Raka, tolong profesional, ini sekolah, tapi dari hari pertama saya masuk bapak tidak pernah menunjukkan sikap seorang kepala sekolah, permisi pak!" ucap Dinda yang kehabisan kata-kata. Ia lalu pergi meninggalkan Raka di ruangan itu.
Dinda berjalan keluar sambil mulutnya komat-kamit karena kesal.
"Dasar Neraka, demi apapun aku nggak mau nikah sama orang kayak dia, bisa-bisa aku jadi korban suami jahanam," Dinda menggerutu tak tau ingin meluapkan rasa kesalnya pada siapa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments