Bruk...
"Aduh" seru seorang gadis bergaya nyentrik yang terjatuh.
"Eh sorry Ratu, nggak sengaja" ucap Zia sambil meraih tangan gadis tersebut. Berusaha membantu berdiri.
"Nggak usah nyentuh gue, argh!" balasnya meringis kesakitan dengan menangkis uluran tangan Zia.
"Sengaja kan Lo dorong gue, gadis sok cantik?" sarkas nya setelah berdiri.
Zia menghela napas berat, "Yasudah Zia pergi, maaf sekali lagi" putus Zia tak mau memperpanjang masalah. Zia tidak menyukai dekat dengan masalah, tetapi masalah-lah yang suka mendekatinya. Heran.
"Hei, main pergi aja nggak punya telinga yah?" ucap Ratu sekali lagi dengan emosi yang membuncah seperti lava yang siap memuntahkan isi perutnya. Wajahnya merah.
Mendengar itu Zia berbalik badan, menghampiri Ratu.
"Maumu apa?" tanyanya dengan kedua tangan menyilang di dada. Zia tetap tenang agar tidak terbawa emosi.
Haduh, sudah mau jam masuk lagi, lagian jadi cewek letoy banget. Batin Zia tak habis pikir.
"Mau gue, bersihkan sepatu gue sebagai permintaan maaf." suruhnya, dagunya maju, kakinya diangkat kearah Zia.
Zia terkesiap, "Hah? Ratu serius?" tanyanya sekali lagi.
"Telinga Lo budek yah, cepat!" sergah Ratu membuat Zia hanya bisa pasrah dengan keadaan.
Saat Zia akan membersihkan sepatu Ratu, entah dari mana asalnya, yang jelas Yuda datang bagaikan pahlawan di siang bolong.
"Eh Yuda, mau ngajak lunch yah, boleh kok" ucap gadis pick me tadi kepedean, wajahnya dimanis-manis kan. Sambil memperbaiki rambutnya.
"Pede banget jadi cewek, mau ngapain Zia Lo? Bersihin sepatu? selagi masih ada gue, jangankan ngebersihin sepatu, daun jatuh aja nggak bakal gue biarin nyentuh Zia." Balas Yuda lalu menarik tangan Zia menghiraukan wajah cemburu Ratu, Zia hanya diam.
"Ngapain sih Lo tetep berusaha dekat dan baik sama Ratu, dia itu jahat, suka gangguin Lo" Yuda mengingatkan untuk keseribu kalinya, sebab Zia kekeh padahal Ratu dari dulu tidak menyukainya.
Tiba-tiba Zia menghentikan langkahnya, seketika Yuda menoleh ke belakang,
"Kenapa? sebab mamaku pernah berpesan, berbuatlah baik kepada orang meskipun orang itu berlaku jahat pada kita. Lagian, apa hak Yuda larang-larang Zia? ingat kita sudah putus." balas Zia datar.
Yuda menghela napas kasar, "Okay fine, kita udah putus tapi ingat gue masih punya janji buat selalu menjagamu," balasnya, semburat tekad terpancar dari kedua manik matanya, sesaat Zia terbuai namun segera memalingkan wajah.
Luka yang disebabkan Yuda masih terukir jelas di hatinya, Bagi seorang gadis penyayang seperti Zia, ketika sudah disakiti, akan berat untuk memaafkan.
Tinggal 5 menit lagi jam pertama akan segera dimulai. Zia yang baru saja memasuki kelas XI IPA 1. Yuda sudah masuk lebih dahulu di kelas XI IPA 2 yang letaknya di samping kelas Zia.
"Zia, turut berduka cita yah maaf kita nggak bisa dateng di acara pemakaman kedua orang tuamu dan juga tahlil bersama" kata Alma, teman sekelas Zia tak enak hati,
"Turut berduka cita ya Zi, gue percaya Lo kuat, semangat!" sahut Benny menguatkan. Benny adalah ketua kelas.
"Iya nggak apa-apa, Zia ngerti kok" balas Zia tersenyum lalu berjalan ke mejanya yang ada di samping jendela.
Seakan tak kuat lagi menahan haru yang Zia tahan, gadis itu menitikkan air mata melihat banyaknya buket bunga dan cokelat yang ada di atas mejanya.
Bunga yang melihat hal itu langsung memeluk Zia, "Jangan sedih, nanti gue ikut sedih loh. Semua ini dari kita"
"Nggak, ini cuman kelilipan doang. Makasih ya " jawab Zia sambil mengusap air matanya.
"Kalau Lo butuh apa-apa, jangan sungkan beritahu gue yah, gue siap 24 jam buat Lo!" tawar Bunga semangat.
"Emangnya satpam komplek, ready 24 jam" jawab Zia,
lantas kedua sahabat itu tertawa bersama. Tepatnya tertawa untuk menutupi kesedihan.
***
Di sebuah rumah kecil di pegunungan, tinggal seorang lelaki bersama ibunya di desa yang penduduknya bisa dihitung jari.
Kehidupan mereka jauh dari kata layak, rumah terbuat dari kayu seadanya namun tetap kokoh serta atap rumah yang sudah rapuh, akan banyak yang bocor jika turun hujan.
"Bu, nanti sepulang dari ladang, Raidhan mau ke kota dulu yah bu, beli bahan makanan pokok kita." ucap lelaki bernama Raidhan yang sedang memakai sepatu but nya, bersiap ke ladang.
"Uhuk... uhuk... baiklah, kau hati-hati di jalan, ini rantang makanannya" balas Ambar batuk-batuk,
"Assalamualaikum" ucap Raidhan.
"Waalaikumsalam" Ambar membalas.
"Lihatlah anak kita sudah besar pak, semoga kamu selalu mendapat keberuntungan hidup anakku" lirih Ambar melihat kepergian Raidhan, lalu menatap langit.
Raidhan adalah anak yatim, ayahnya meninggal 10 tahun silam akibat penyakit yang dideritanya. Ketika itu Raidhan masih berumur 8 tahun.
Ambar yang berjuang mati-matian membesarkan Raidhan seorang diri. Berusaha selayaknya figur ibu sekaligus ayah agar Raidhan tak kekurangan kasih sayang orang tua.
.
.
.
Sementara di kantin sekolah yang ramai, Zia dan Bunga sedang mengantri membeli mi ayam,
"Aduh, kalau bukan karena mi ayamnya Bu Yem, gue nggak mungkin mau berdesakan kayak gini" gumam Bunga kesal. Bagaimana tak kesal, kakinya selalu kena injak.
"Minggir, jangan dekat-dekat gue" ucap Bunga kesal pada lelaki tinggi semampai dan berkacamata tepat di belakangnya.
"Idih, siapa juga yang mau ngedekati Lo!" balasnya ngegas.
"Yeh, Mala ngegas!" Bunga tak kalah ngegasnya.
"Nggak usah ribut, nih mi ayamnya" potong Zia yang sudah membawa dua mangkuk ditangannya membuat Bunga langsung ceria.
Semua tempat duduk sudah penuh hanya menyisakan meja yang berada di tengah-tengah, merekapun duduk di sana.
Saat Zia dan Bunga asyik menyantap mi ayam,
"Permisi, boleh numpang duduk di sebelah kalian nggak?" tanya lelaki berparas tampan khas idol korea, di belakangnya dua orang lelaki.
Seketika suasana kantin menjadi gaduh, terdengar teriakan histeris dari murid siswi seperti melihat kejadian langka sepanjang sejarah, sampai ada yang lagi berjalan lalu terbentur dinding, bahkan sampai ada yang pingsan. Sungguh momen yang layak diabadikan di museum.
"E ... iya boleh ... boleh ... Silahkan duduk Sebastian..." kini Bunga yang menjawab dengan terbata.
Zia melotot ke arah Bunga,
"Lagi makan mi ayam yah" ucapnya basa-basi.
"Iya" balas Bunga cengar-cengir sendiri.
"Nggak usah basa-basi, to the poin aja, mau kalian apa?" tanya Zia malas. Lelaki seperti mereka pasti hanya ingin menggoda saja.
Mereka tertawa, "Cewek menarik, gue mau tanya sama Lo, Lo masih suka sama Yuda?" tanya Sebastian serius.
"Nggak, lagian kita udah putus" jawab Zia fokus minum jus nya.
'Tapi Yuda masih suka Lo Zia' batin Sebastian. Diam-diam menyunggingkan senyum smirk.
Ting... ting... ting...
Bel tanda masuk sudah berbunyi, Zia dan Bunga berniat membayar makanan mereka.
"Biar gue aja yang bayar" ucap Sebastian dengan senyum khasnya.
"Argh, gue nggak nyangka dapet senyum maut Sebastian! Mimpi apa gue semalam, astaga OMG!" pekik Bunga kesenangan sambil menepuk pelan kedua pipinya.
"Ish, udah ah ayo ke kelas takut guru killer itu datang" balas Zia dengan menarik tangan Bunga yang masih terperangah dengan kejadian tadi.
'Sebastian tiba-tiba baik gitu kenapa yah, firasat gue kok nggak enak'. batin Zia heran, namun segera dia tepis.
***
Saat ini jam menunjukkan pukul 19.30 WIB, Zia yang tengah belajar di meja belajar kamarnya mendadak muncul pesan anonim mengatakan 'Gue udah di depan pintu rumah Lo'.
"Nomor siapa sih ini malam-malam, udah di depan rumah, maksudnya?" ujar Zia bingung sebelum akhirnya memutuskan untuk mengecek.
Saat Zia membuka pintu tidak ada siapapun di depan rumahnya, sepi, hanya menyisakan temaram lampu jalanan.
Memang, rumah tantenya itu terbilang berada di jalanan yang tak luas, hanya ada satu dua pengendara. Saat Zia berbalik badan, dia terkejut melihat sebuah kotak misterius berwarna merah muda.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
bankit majapahit
tauk!! kalo aku sih lgsg kumarahi org jahat kyk ratu😡👎
2024-01-21
1
zhouzhou_zz
Gila, aku jadi cinta sama karakternya, author keren!
2023-12-10
3