Sudah hampir satu bulan, hubungan Andre dan Aluna semakin dekat saja. Keduanya sering bertemu dengan kedok membahas kerja sama yang sudah mereka jalin.
Lain halnya hubungan Andre dengan Eve, keduanya memang menjalani hari seperti biasanya. Tapi, Eve merasa ia tidak lagi mendapatkan perhatian khusus dari suaminya. Pria yang ia cintai itu memang memberikan kata-kata manis, ciuman memabukkan, dan malam yang hangat. Tapi tetap saja, semua perlakuan yang Andre berikan tidak sama dengan perlakuan Andre yang dulu. Semakin hari perlakuan Andre semakin berbeda, perhatiannya yang diberikan pada Eve seolah semakin terkikis.
Eve sebenarnya tidak ingin menduga. Namun, semua yang dilakukan, semua yang diberikan oleh suaminya tidak ada lagi ketulusan yang ia rasakan. Semuanya terasa hambar.
"Mas, kamu nggak rasa ada yang berbeda sama diri kamu?" Eve memandang suaminya yang sudah rapi dengan jas dan dasinya yang ia pasang sendiri.
"Beda apa, hm ...? Aku ngerasa seperti biasanya kok." Jawab Andre santai, tak melihat keseriusan dari Eve. Ia acuh tak acuh saja.
Eve menunduk, banyak sekali yang berbeda pada suaminya. Andre, suaminya selalu meminta dirinya untuk memasangkan dasi walau ia sendiri bisa. Andre, suaminya selalu berkata hangat, memusatkan perhatian pada dirinya. Andre, suaminya selalu memanggilnya dengan sebutan 'sayang'. Dan semua perlakuan manis itu hilang entah kemana.
"Banyak, Mas. Kamu banyak berbeda beberapa hari ini." Eve manarik napasnya, kata-kata yang ingin ia utarakan seolah tercekat di tenggorokan. "Contohnya saja hari ini. Kamu libur, waktu yang seharusnya kita habiskan berdua." Itu sudah menjadi rutinitas Andre ketika ia libur akan mengajak Eve entah ke pantai, mal, atau tempat wisata lainnya.
"Kamu tahu sendiri akhir-akhir ini aku lagi sibuk, Sayang." Andre mulai mengerti arah pembicaraan istrinya, pria itu mulai melunak.
"Jadi, enam hari nggak cukup untuk kamu kerja, Mas? Nggak ada lagi waktu untuk aku sama sekali?" tanya Eve menatap dalam, manik hitam milik Andre. Perempuan itu merasa dirinya bukan lagi prioritas Andrea, sang suami.
"Kok kamu ngomong gitu sih, Sayang. Tiap hari 'kan kamu juga lihat aku. Tiap malam kita juga bersama." Andre mendudukkan dirinya bersama sang istri, meraih tangan perempuan itu untuk ia genggam.
"Kita memang saling bertemu, tapi aku ngerasa kamu semakin jauh dari aku. Akhir-akhir ini kamu juga sering pulang malam." Itu benar, menunggu kepulangan Andre tak jarang membuat Eve sampai ketiduran di sofa ruang tamu.
"Maaf, aku benar-benar sibuk. Kamu ngerti 'kan?"
"Kamu suruh aku ngertiin kamu, Mas. Tapi, kamu sendiri nggak mau ngertiin aku." Andre mengalihkan pandangannya ke arah lain ketika Eve kembali menatapnya dalam. "Kamu jarang di rumah, kita jarang makan malam bersama." Kalimat perempuan itu terjeda. Suaminya tidak ingin membalas tatapannya, dan itu membuat hati perempuan itu terluka. "Dan aku hanya ingin kamu seperti dulu, banyak waktu di rumah, selalu makan malam bersama." Eve tidak masalah kalaupun Andre membawa pekerjaan ke rumah seperti yang dilakukannya sebelumnya. Itu tidak masalah, karena mereka jadi memiliki banyak waktu untuk bercengkrama. Mengerjakan pekerjaan bersama.
"Atau aku kembali ke kantor aja." Usul Eve dan langsung mendapatkan gelengan kuat dari Andre.
"Jangan!" tampak sadar suara Andre naik satu oktaf membuat perempuan di depannya mengernyit. Andre yang tersadar atas tindakan spontan nya lantas segera menjelaskan. "Maksud aku, Mama 'kan pengen segera punya cucu. Jadi, kamu harus jaga kesehatan, nggak boleh capek-capek seperti saran dokter." Jelasnya, walaupun tak sepenuhnya benar.
Ia takut saja kembalinya sang istri ke kantor akan menimbulkan kesalahpahaman terkait kedekatan dengan Aluna. Andre tidak tahu itu juga menjadi alasannya menahan sang istri untuk kembali membantunya di kantor. Atau malah ada alasan tersembunyi lainnya? Entahlah, Andre juga tidak tahu caranya mengutarakannya secara gamblang.
Eve menunduk, pembahasan tentang anak, cucu, membuat ia sedikit sensitif. Wajah perempuan itu berubah sendu. Dan Andre menyadarinya.
"Hei, Sayang. Kenapa? Maaf, jika aku salah bicara." Eve menggeleng pelan. Ini sama sekali bukan salah Andre, dan dia juga tidak bisa menyalahkan dirinya. Itu diluar dari batas kemampuannya. Ia juga ingin memiliki anak, memberitahu Rita cucu.
Andre mengangkat dagu Eve, mengusap pipi tirus wanita itu. Perlahan bibirnya ditempelkan pada bibir tipis sang istri.
Eve memejamkan mata, begitu pula Andre. Keduanya larut dalam ciuman yang memabukkan. Andre jadi berpikir terakhir kali mereka melakukan hal ini, sepertinya sudah cukup lama. Ah, laki-laki itu jadi merasa bersalah pada istrinya. Pantas saja Eve mengatakan dirinya berubah.
Ciuman itu terpaksa dihentikan karena deringan ponsel Andre. Laki-laki itu sedikit mengumpat, lalu membulatkan matanya tak kala melihat siapa yang menghubungi.
"Maaf, Sayang. Sepertinya aku harus pergi, lain kali kita lanjutkan. Aku janji akan segera menyelesaikan pekerjaan ku dan waktu libur nanti hanya milik mu." Katanya mencium kening Eve dan perempuan itu hanya bisa kembali menghela napas.
Andre mengendarai mobilnya untuk menjemput seseorang, dan tak butuh waktu lama ia melihat orang itu melambaikan tangan pada mobilnya.
"Maaf membuat mu menunggu, Aluna." Andre membuka mobil untuk Aluna, ia tampak sangat menyesal.
"Seharusnya aku yang minta maaf karena mengganggu waktu libur mu hanya untuk memilih gaun birtday parti ku." Katanya lembut, merasa tidak enak.
"Tidak apa-apa, aku juga tidak memiliki kesibukan. Jadi tak masalah, santai aja." Kata Andre lugas, Aluna senang mendengarnya.
Kedua orang itu mengunjungi satu butik ke butik lainnya hanya untuk mencari gaun yang cocok untuk perempuan itu. Aluna tampaknya sangat pemilih, membuat waktu mencari gaun cukup lama. Andre dengan sabar menemaninya, menanggapi jika perempuan itu melemparkan pilihan padanya.
"Aduh, aku bingung pilih warna yang mana." Wajah Aluna mengembung pasrah, ia tampak bingung. Andre yang melihatnya jadi terkekeh lucu. Aluna sangat ekspresif dan semua tingkahnya menggemaskan, Andre tak tahan untuk tidak tertawa.
"Pilih warna putih aja, itu sangat cocok dengan pribadimu yang lembut." Saran Andre melihat gaun putih di tangan kiri Aluna.
Aluna tampak berpikir, ia pun mengangguk senang dengan pilihan Andre.
***
Eve menata makanan di meja makan, hari ini ia kembali memasak makanan kesukaan sang suami. Dari pesan yang Andre kirimkan, laki-laki itu akan makan malam di rumah.
"Kamu habiskan uang berapa untuk masakan ini?!" suara Rita terdengar mengintimidasi, perempuan paruh baya itu menatap tajam pada sang menantu.
"Itu Mah, aku sesuaikan kok dengan uang belanja bulanan." Jawab Eve dengan tenang menanggapi pertanyaan sang mertua.
"Uang belanja yang Andre kasih itu jangan kamu langsung habiskan satu bulan, pintar-pintar untuk sisipkan. Jangan jadi istri yang foya-foya uang suami!" kecam Rita tajam.
"Baik, Mah." Eve mengangguk saja tidak ingin berdebat. Foya-foya? Memangnya uang itu Eve gunakan untuk dirinya sendiri? Ah, sudahlah. Percuma menjelaskan pada orang yang tidak ingin mengerti.
"Malam, Tante." Suara lembut menyapa indra pendengar mereka yang ada di meja makan, sontak semua mata tertuju padanya.
"Aluna. Kamu di sisi, Sayang." Raut wajah Rita berubah drastis, menerima perempuan yang Eve tidak kenal, dengan hangat.
"Iya, aku sama Mas Andre habis cari gaun buat birthday parti ku." Jelas Aluna. Eve menaikkan satu alis menatap suaminya. Inikah pekerjaan sibuk itu?
Andre tampak kikuk, sebenarnya ia tidak ingin membawa Aluna ke sini. Tapi, perempuan itu memaksa.
"Kebetulan sekali, ayo kita makan malam bersama." Ajak Rita.
Eve melayani suaminya dalam diam, pikiran perempuan itu penuh dengan pertanyaan yang ingin ia utara pada suaminya. Namun, ia tahan. Menanyakan nanti saja ketika mereka hanya berdua.
"Wah, makanannya enak-enak banget. Kesukaan aku semua, nih." Mata Aluna berbinar.
"Benarkah? Ini juga makanan kesukaan Andre, loh." Timpal Rita terkekeh. "Ya sudah, kamu makan yang banyak, Sayang." Lanjutnya. Eve melihat perhatian sang mertua yang tidak pernah ia dapatkan.
"Pasti, Tante." Kata Aluna semangat. Dan baru beberapa suapan, perempuan muda itu langsung saja ingin memuntahkannya.
"Huek!"
"Aluna, kamu kenapa?" Andre dan Rita tampak khawatir. Aluna menggeleng pelan, menyuruh mereka untuk menunjukkan kamar mandi.
Suasana tampak tegang, Rita menatap tajam pada Eve penuh pengancaman.
"Kamu sakit?"
"Masuk angin?"
Pertanyaan beruntung dari Andre dan Rita mendapatkan gelengan dari Aluna. Perempuan muda itu tercengang menyadari satu hal.
"Mas, a-aku ... aku kayaknya hamil." Aluna segera menunduk.
"Mas, kamu merahasiakan sesuatu?"
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳ɳҽˢ⍣⃟ₛ♋
hadeh
2024-01-03
1
Nazra Rufqa
kayaknya bakalan emosi baca novelmu yang ini Thor🤦♀️
2023-12-13
2