Bab 2

Andrea mengernyit ketika mobilnya tiba di sebuah klab malam yang cukup terkenal di Ibu Kota. Matanya kembali memindai layar ponsel yang menyala menampilkan alamat dikirimkan oleh sang ibu.

Benar, alamatnya memang tertuju di sini. Andre mengedarkan pandangan, belum berniat turun dari mobilnya. Atensinya kembali pada layar ponsel tak kalah benda pipi itu berdering. Sebuah pesan dari Rita sang ibu disertai gambar seorang perempuan yang terlihat cantik dengan dres selututnya.

‘Kamu di mana, Ndre? Kasian anak teman mama, dia sendirian. Teman-temannya sudah pergi.’ Pesan dari Rita kembali masuk membuat Andre mau tidak mau turun dari mobilnya dan mulai melangkah kaki menuju pintu utama klab.

Ia mengedarkan pandangannya mencari sosok perempuan seperti yang dikirimkan oleh sang ibu. Dan di ujung sana, seorang perempuan tengah diganggu oleh beberapa lelaki. Andre memicingkan mata, melihat wajah perempuan itu yang sangat mirip dengan foto dalam ponselnya.

“Ah, aku tidak mau. Tolong jangan paksa—“ samar-samar suara perempuan itu terdengar tak kala Andre semakin mendekatinya.

“Aku tidak mau!” teriak perempuan itu yang terlihat mabuk, laki-laki sekelilingnya semakin bersemangat untuk menggoda.

“Permisi.” Andre mencekal tangan pria yang tengah mengelus paha perempuan itu yang terekspos.

“Perempuan ini ...”

“Sayang.” Sekujur tubuh Andre diam membeku, perempuan yang ibunya suruh untuk ia jemput dengan beraninya memeluk lehernya posesif. Tapi bukan itu masalah terbesarnya, perempuan itu dengan kurang ajar menempelkan bibir mereka dan menyesap di tengah Andre yang terdiam.

Para pria yang awalnya berniat menggoda, berdecit dan meninggalkan keduanya.

Di dalam kamar, Eve berjalan mondar-mandir. Ia kembali menempelkan benda pipih di telinganya untuk menghubungi sang suami, tak kala panggilan itu dijawab oleh operator Eve akan kembali menggigit jarinya karena khawatir. Tidak biasanya sang suami seperti ini, Andre tidak pernah tidak mengangkat panggilan darinya.

Hati perempuan itu semakin was-was mengingat suaminya yang tidak memberitahu kepergiannya. Makan malam sudah berlalu sejak tadi, dan sampai saat itu Andre belum kembali.

Eve kembali memencet nomor suaminya, deringan terdengar namun sama sekali tidak dijawab. Perut perempuan berbunyi, meronta minta untuk diisi. Ia tidak bisa menikmati makan malam dengan suaminya yang ia tidak tahu keberadaannya.

Semoga saja Andre dalam keadaan baik, dijauhkan dari segala mara bahaya. Harap perempuan itu mendudukkan dirinya di sofa yang berada di kamar.

Pandangan Eve keluar, menatap langit malam yang dihiasi oleh sedikit bintang. Perasaan perempuan itu benar-benar kacau, takut, cemas, semuanya menjadi satu. Angin malam yang menyibak gorden, sama sekali tidak ia hiraukan.

“Oh, SHIT!” Andre mengusap wajahnya kasar, ia baru saja menurunkan tubuh ramping di atas ranjang yang tengah menggeliat.

“P-panas ....” Perempuan itu meracau tak jelas, menanggalkan pakaiannya sendiri.

“Tolong.” Andre menggeleng kepalanya dengan tatapan yang mengabur, ia akui tubuh perempuan ini sangat cantik dengan beberapa bagian yang menantang.

“Baby, please.” Ucap perempuan itu dengan nada lembut dan rendah, mengalun di telinga Andre. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya dengan mata memohon, dan ketika tubuhnya semakin bereaksi panas. Ia menyosor, membabi-buta bibir tebal dan rahang tegas itu. Andre terpaku, tubuhnya pelan tapi pasti sudah berada di atas ranjang bersama wanita itu.

Brak!

Gelas kaca yang digunakan Eve terjatuh dengan serpihan kaca yang berhamburan. Sontak perempuan itu mundur, diikuti oleh perempuan paruh baya yang menabraknya.

“Apa-apaan kamu!” bentak Rita yang membuat Eve terlonjak setelan perempuan itu terdiam beberapa saat.

“Maaf, tapi Mama yang menabrakku.” Eve menatap Rita, lalu kembali menunduk melihat mata merah dari ibu mertuanya.

“Heh! Itu karena kamu yang tidak mau menyingkir dihadapkan saya.” Tunjuk Rita pada wajah Eve. Ia tidak ingin disalahkan. Padahal tadi jelas-jelas terlihat ia yang keasyikan bermain dengan benda pipinya hingga tidak memerhatikan jalan.

Eve tidak ingin berdebat, menguras tenaganya yang memang belum terisi.

“Sekarang bersihkan itu.” Katanya memerintah, Eve langsung saja menunduk mengumpulkan serpihan kaca dari gelas. Rita beranjak dengan dagu terangkan.

“Mah,” panggil Eve menghentikan langkah Rita.

“Apa?!” terlihat sekali nada bicara ibu mertuanya yang tidak bersahabat. Eve menekan segala ego yang mencongol di hatinya.

“Mama tahu Mas Andre di mana?” tanya perempuan itu menatap ibu mertuanya penuh harap.

Rita mengernyit, ia teringat pesan anaknya yang menyuruhnya untuk memberitahu kepergiannya tadi.

“Tidak tahu, emang kenapa? Andre tidak memberitahumu di mana dia pergi?” kata Rita dengan senyum cemoohan yang kentara.

Eve menunduk dengan lemas, ia menggelengkan kepalanya pelan. Dan seketika tawa Rita pecah. “Mungkin dia bosan dengan istri yang tidak bisa memberikannya anak, alias perempuan itu mandul!” Ujarnya lagi sangat menyakitkan di dengar. Eve memandang ibu mertuanya itu yang semakin menjauh, matanya memerah dengan pandangan kabur karena kristal bening menggenang di sana.

“Non.” Seorang pelayan berumur datang menghampiri Eva, ia menawarkan diri membersihkan kekacauan yang telah terjadi. Hatinya ikut teriris mendengar hinaan dari nyonya besar, Rita.

“Lebih baik Nona makan dulu, makanannya sudah bibi hangatnya. Ini biar bibi saja yang bereskan.” Katanya dengan tangan yang sudah sigap dengan sapu dan sekop.

“Baik, Bi. Terima kasih, maaf merepotkan.” Eva berdiri dan berjalan menuju meja makan tak minat.

Makanan di meja makan tampak sangat lezat. Namun, sama sekali tak mengunggah selera perempuan itu. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam dan suaminya belum juga pulang. Entah sudah berapa kali Eva menghubungi dan berapa puluh pesan yang dikirim tak jua diangkat, tak jua dibalas.

Eve menghela napas, memeluk perutnya erat yang terasa melilit. Menghiraukan makanan, kembali membuat lambungnya sakit. Ia pun mulai menyendok makanannya dalam diam. Tatapannya kosong dengan pikiran yang berkecamuk.

Bi Imah yang merupakan pelayan yang membantu Eve, menatap majikannya dengan prihatin. Bukan sekali dua kali ia mendengar hinaan Rita pada menantunya, tapi hinaan malam ini yang paling menyakitkan. Siapa yang tidak sakit jika dikatai mandul? Apalagi seorang ibu mertua yang mengatakan anaknya bosan dengan istrinya.

***

Cup!

Eve menggeliat tak kala mendapatkan hujatan ciuman dari pipinya. Ia perlahan membuka mata dan langsung berhadapan dengan wajah sang suami yang tampak segar.

“Kamu sudah mandi, Mas. Jam berapa?” Eve bangun dan bersandar di ranjang. Andrea mendekat dan membaringkan kepalanya di pangkuan sang istri.

“Iya sudah, kayaknya baru jam tujuh.” Laki-laki itu mengendus perut sang istri yang rata.

“Aduh, aku terlambat. Aku belum masak buat kamu.” Eve gelagapan sendiri, mengambil ikat rambutnya dan mencepolnya asal.

“Nggak usah, para pembantu sudah masak kok.” Andre menenangkan.

“Kalau begitu aku ke kamar mandi dulu.” Kata perempuan itu ingin beranjak. Namun, segera ditahan oleh Andre.

“Mas.”

“Bentar aja, Sayang.” Andre tidur dengan nyamannya di pangkuan Eve sembari menenggelamkan wajahnya di perut perempuan itu.

Eve sebenarnya ingin menghindar, dan memberikan perhitungan pada lelaki ini. Tapi tingkahnya yang manja seperti biasa membuat niatnya urung. Eve terdengar menghela napas.

“Kenapa?” tanya Andre mendongak. Eve terdiam, memang menunggu pertanyaan itu sedari tadi.

“Kamu ke mana, Mas? Kenapa tidak mengabariku? Teleponku tidak di angkat? Pesanku tidak dibalas? Kenapa?” rentetan pertanyaan itu seketika membuat Andre mati kutu.

***

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Nazra Rufqa

Nazra Rufqa

Hmmm, kayaknya mama si Andre itu yang rencanai anaknya tidur sama itu perempuan 🗿

2023-12-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!