Bubaran Sekolah membuat jalanan begitu ramai oleh siswa dan siswi murid Sekolah tersebut, Fasya dan kawanannya berencana untuk kembali menemui Rekas di rumah sakit.
"Wooyyy kalian!" teriak seseorang di sana.
Fasya menoleh, begitu juga dengan kawanannya, tanpa banyak bicara mereka memisahkan diri dari rombongan yang lainnya. Fasya menghampiri anak Sekolah tetangga yang sengaja memanggilnya, mereka terdiam dengan tatapan satu sama lain.
"Kemana bintangnya? Masih cedera? Atau sudah end?" ucapnya santai.
"Suuttt! Gak usah berisik!" sahut Fasya tak kalah santai.
"Bagaimana? Diterima atau tidak ajakan bertanding?"
Fasya melirik temannya yang lain, bagaimana bukankah Rekas sudah bilang untuk menolaknya, lagi pula mereka akan kekurangan orang nantinya. Dan lagi Rekas yang selalu membuat mereka menang, jika tidak ada dia apa mereka bisa tetap menang?
"Sudahlah, kita batalkan saja, kalian akan menyerah juga pastinya. Kalian hanya mengandalkan satu orang saja bukan?"
"Jangan asal bicara, ganti aturan dan ayo kita main, bebas pemain meski senior!"
"Bagaimana bisa?"
Mereka tertawa karena ucapan Fasya, sejak awal memang mereka hanya bertanding untuk satu kelas saja. Meski begitu Rekas memang selalu bisa menjadikan teamnya sebagai pemenang, bahkan senior di Sekolahnya pun ikut senang dengan kepiawaian Rekas dalam bermain basket.
"Batal? Ah sudahlah tidak perlu memaksakan diri seperti itu!"
Mereka berbalik kompak untuk meninggalkan Fasya dan kawannya, tidak ada gunanya karena memang hanya mengandalkan Rekas saja dalam teamnya.
"Tunggu!"
Suara itu membuat mereka kembali berbarik, kini Fasya dan kawannya pun turut menoleh untuk melihat pemilik suara tersebut. Jelas terlihat itu adalah seorang wanita, Fasya dan Gio saling lirik untuk sesaat.
"Billa, ada apa?" tanya Gio.
Fasya begitu fokus menatap wanita yang tiba-tiba saja datang itu, Sabilla adalah senior mereka di Sekolah, lebih tepatnya Sabilla adalah teman dekat Naura sebagai kekasih Rekas.
"Kalian menolak pertandingannya?" tanya Billa.
"Jelas saja! Mereka tidak akan bisa bergerak jika si Rekas tidak ada."
Sabilla menoleh, kawanan itu memang tidak pernah berhenti untuk mengajak bertanding dengan Rekas. Mereka yang kerap kalah justru semakin membara untuk bertanding, berharap bisa menjatuhkan team Rekas bahkan sampai bisa mempermalukannya.
"Kamu tidak akan bisa menggantikan ketua team juga kan? Untuk apa kamu di sini?"
"Rekas memang sedang tidak bisa bertanding, tapi itu tidak lantas bisa membuat kalian merendahkan teamnya!"
"Oh iya? Benarkah? Seberani apa mereka tanpa pemimpinnya?"
Sabilla melirik Fasya dan yang lainnya, apa benar mereka takut dengan pertandingan itu. Tidak bisakah mereka mempertahankan kemenangan yang kerap diberikan Rekas pada teamnya, itu sangat menyedihkan jika memang benar adanya.
"Rekas sendiri yang meminta kami menolaknya, Rekas akan merasa sedih jika tidak bisa ikut bertanding," ucap Gio.
"Dan lagi, kita bisa mulai pertandingan saat Rekas pulih nanti," tambah Fasya.
"Jadi kalian benar-benar lemah tanpa dia?" tanya Sabilla.
Kawanan lawan di sana terdengar tertawa dengan kompaknya, pincang bahkan mati team Rekas tanpa sosok Rekas sendiri. Itu pasti akan jadi lelucon yang amat menyenangkan, jika mereka benar-benar bertanding tanpa Rekas dan pada akhirnya mendapatkan kekalahan untuk pertama kalinya.
"Aku dengar, Rekas akan kembali ke Sekolah hari rabu nanti, jika kalian adakan pertandingan setelah Rekas masuk, mungkin kalian akan lebih bersemangat."
"Tapi Rekas tidak akan bisa main," sahut Fasya.
"Kita semua sangat membanggakan Rekas, apa kalian tidak mau dibanggakan juga? Jadilah pemenang meski tanpa Rekas, dengan begitu Rekas juga akan senang tanpa ada kesedihan jika kalian menang."
"Sudah seperti bocah saja, harus dirayu sampai seperti itu."
Spontan Gio menarik baju lawannya tersebut, itu tidak bisa diterima, mereka hanya memikirkan Rekas saja bukan pertandingan tersebut. Tidak ada waktu untuk ribut, Sabilla menarik Gio menjauhinya, mereka hanya harus menerima tantangan dan bersiap untuk jadi pemenang.
"Hari Sabtu, jam 4 sore."
Gio menatap lelaki di hadapannya dengan kesal, selama ini tidak ada yang berani mengejeknya karena sosok Rekas. Sabilla benar, mereka harus bisa menjadi pemenang meski tanpa Rekas, dengan begitu semua orang akan menghargai mereka atas diri mereka sendiri, bukan karena Rekas.
"Jam 4 sore, di lapangan Sekolah kami," ucap Gio yakin.
Fasya melirik temannya yang lain, bagaimana bisa Gio memutuskan tanpa ada rundingan seperti itu. Mereka bertepuk tangan seraya berlalu pergi, semua sudah jelas dan sudah pasti jika pertandingan itu akan terjadi.
"Bagaimana bisa kau lakukan ini?" tanya Fasya.
"Mereka harus tahu, kalau kita bisa berdiri sendiri tanpa Rekas."
Sabilla tersenyum mendengarnya, itu adalah keputusan terbaik untuk semuanya. Urusan menang kalah itu belakangan, sekarang yang utama adalah mereka menunjukan keberanian mereka sendiri.
"Kalian pasti bisa!" ucap Sabilla.
"Kalau kami benar-benar menang, kamu mau menerimaku?" tanya Deka tiba-tiba.
Mereka tertawa kompak, begitu juga dengan Sabilla. Haruskah mempertanyakan itu sekarang, Sabilla bahkan tidak menerkanya sama sekali. Deka memang menyukai Sabilla sejak mereka dekat, sejak Rekas bersama Naura pertama kalinya.
"Kamu berfikir, kamu semenarik itu?" tanya Sabilla.
"Katakan saja, kamu mau aku seperti apa?"
"Jadi bintang seperti Rekas!"
Deka diam, bagaimana bisa seperti itu, sudah jelas Deka dan Rekas itu berbeda. Sepertinya Sabilla sengaja mengatakan itu agar Deka berhenti mengejarnya, Deka tidak akan bisa seperti Rekas dan seperti yang diinginkan Sabilla.
"Berjuanglah!" ucap Sabilla seraya berlalu.
"Hey, apa itu artinya?" teriak Deka.
"Artinya ada harapan untukmu mendapatkannya," sahut Fasya.
"Benarkah?" tanya Deka antusias.
Fasya berdecak, ia turut berlalu diikuti oleh yang lainnya, apa benar Deka sebodoh itu. Lalu untuk apa dia so berani menyukai kakak kelas seperti Sabilla, sudahlah! Sekarang mereka harus menemui Rekas untuk membicarakan semuanya.
Naura tersenyum seraya menatap foto Rekas dilayar ponselnya, perjalanan Naura telah di mulai untuk kegiatan modelnya. Naura merasa tenang karena ternyata Rekas tidak akan lumpuh seumur hidup, sehingga sekarang Naura bisa melakukan aktivitasnya dengan bebas.
"Naura, coba ganti kostum!"
"Oke, wait!"
Dengan dibantu teamnya, Naura berganti pakaian dan melakukan semuanya dengan sedikit mudah. Pemotretannya berjalan tanpa hambatan sampai detik ini, dan semoga saja akan aman hingga akhir nanti.
"Tubuhmu bagus sekali, memang pas untuk jadi model."
Naura tersenyum senang mendengarnya, tentu saja karena Naura telah sangat menjaga postur tubuhnya itu demi meraih mimpinya.
"Bagaimana dengan Kekasihmu?"
"Tentu saja dia tetap mendukungku, meski sekarang keadaannya sedang kurang baik, dan membuatku sedikit gelisah di sini."
"Pekerjaan ini bisa diselesaikan lebih cepat kalau kamu mau, tapi resikonya ya kamu bisa kelelahan."
Naura mengangguk paham, biarkan saja sebisanya, tidak perlu mempercepat atau pun memperlambat. Naura akan kembali bertemu Rekas dan temannya saat pekerjaannya telah usai nanti, lagi pula Naura tetap ingin mimpinya menjadi tujuan utamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
wtf_pj
Terhibur!
2023-12-08
0