Menikmati sinar mentari pagi, Rekas ditemani Naura bersantai di taman, pagi ini Naura datang untuk sekalian pamit pada Rekas.
"Pokoknya kamu harus semangat, sama seperti yang sebelumnya, kamu harus buat aku bangga," ucap Rekas.
"Kalau aku pulang nanti, aku mau kamu sudah sembuh."
"Tentu saja, aku akan segera sembuh."
Keduanya tersenyum, Naura memiringkan tubuhnya agar bisa bersandar di pundak Rekas. Lelaki itu selalu membuatnya rindu, Naura tidak main-main dengan perasaannya terhadap Rekas, bahkan sejak awal dulu.
"Semalam kamu tidak datang," ucap Rekas.
"Ada beberapa keperluan yang tidak ada di rumah, jadi aku harus membelinya di luar."
"Emmm, sekarang sudah lengkap?"
"Aku tinggal berangkat dua jam lagi."
Rekas mengangguk, tangannya terangkat mengusap kepala Naura dan bergerak ke pipinya, mencubitnya sekilas dengan gemas. Rekas tersenyum ketika Naura meliriknya, tapi Naura tak sedikit pun menunjukan senyumannya.
"Kamu bisa menghubungiku kapan saja, kalau aku lagi di kelas nanti, kamu bisa kirim pesan saja."
"Kenapa kamu seperti ini ketika aku harus pergi?"
"Gak usah sedih, banyak yang jagain aku di sini, kamu fokus saja sama kegiatan kamu dan segera kembali lagi."
Naura berpaling, semudah itu Rekas membiarkannya pergi? Apa tidak ada perubahan apa pun dari hati Rekas untuk Naura sampai detik ini.
"Sudah jam 9, Dokter akan mencariku untuk memeriksaku," ucap Rekas.
"Baiklah, ayo kita kembali ke kamar!"
Naura bangkit dan membantu Rekas pindah ke kursi roda, perlahan Naura memutar kursi rodanya dan dibuat terkejut oleh sosok Priska yang berdiri di depannya.
Sesaat Naura dan Priska bertahan dalam tatapan satu sama lain, hingga akhirnya Priska berpaling dan berpindah menatap Rekas.
"Siapa kamu?" tanya Naura.
"Kakimu akan cacat seumur hidup?" tanya Priska tanpa perduli dengan Naura.
Pertanyaan itu membuat Rekas dan Naura mengernyit, apa maksudnya? Pertanyaan Priska membuat Naura sedikit tersinggung.
"Kamu akan duduk di kursi roda ini seumur hidupmu?" tambah Priska.
"Hey, jaga bicaramu!" tegas Naura.
Rekas meraih tangan Naura, dan memintanya untuk diam saja. Naura tak percaya itu, apa Rekas sedang membela wanita di hadapannya saat ini?
"Kamu lumpuh sekarang?" tanya Priska.
"Kamu benar," sahut Rekas.
"Selamanya kamu akan berada di kursi roda itu?"
"Ck .... Mulut ...."
"Ra!" sela Rekas.
"Dia ini ...."
"Suttt!"
Naura berpaling kesal, apa-apaan Rekas ini, kenapa membiarkan orang yang dengan jelas sedang mengejeknya seperti itu. Pandangan Naura dan Priska kembali bertemu, siapa Naura dan siapa Priska? Itulah pertanyaan di benak satu sama lain.
"Dokter bilang, kakiku tidak bisa berfungsi normal seperti sebelumnya," ucap Rekas.
Dua wanita itu menoleh bersamaan, Naura menyipitkan matanya mencerna kalimat Rekas yang terdengar pahit.
"Mungkin benar aku akan selamanya duduk di kursi roda ini."
"Lalu untuk apa kamu hidup? Kamu hanya akan menyusahkan orang lain untuk bisa mengantarmu kemana kamu ingin."
Naura mengepalkan tangannya, sangat lancang mulut itu, tapi kenapa Rekas malah menjawabnya juga. Seharusnya Rekas mengusirnya saja, lagi pula siapa dia? Apa Rekas mengenalnya?
"Itu hanya sementara! Aku ingin kehidupanku kembali seperti sebelumnya, bergerak bebas tanpa kursi roda seperti ini, sehingga aku tidak akan menyusahkan orang lain lagi."
"Kamu fikir bisa?"
"Tentu saja! Aku akan berusaha untuk itu, hidupku adalah tanggung jawabku, catat atau normal itu adalah pilihanku sendiri."
Priska diam, kepalanya mulai terasa sakit lagi sekarang. Rekas masih tetap menunjukan senyumannya pada Priska, wanita itu mungkin sedang berusaha mencari kekuatan atas segala keputus asaannya selama ini.
"Kakiku tidak mengancam nyawaku, aku bahkan bisa memperbaikinya sendiri. Tapi keyakinan tetaplah yang utama, aku akan kembali pulih seperti sebelumnya dengan bantuan tangan-tangan Tuhan, aku hanya perlu mempercayai mereka saja."
Naura tak berhenti menatap Priska, apa maksud pembicaraan mereka? Benarkah Rekas mengenal wanita itu, tapi sejak tadi tidak ada cerita apa pun tentang wanita tersebut.
"Sama seperti hidupku, hidupmu juga tanggung jawabmu, hidup atau mati itu memiliki harapan dan kesempatan yang sama. Sehat atau sakit itu pilihan, kamu mau sehat maka itu yang harus kamu perjuangkan!"
Priska memejamkan matanya sesaat, kepalanya semakin tak karuan, rasa sakit semakin menekannya lebih kuat. Rekas melihat wajah pucat itu semakin pucat, mungkin saja penyakitnya semakin menggerogoti Priska saat ini.
"Ra, tolong panggilkan Suster," ucap Rekas.
"Buat apa? Aku bisa mengatarkan kamu ke kamar."
"Dia butuh bantuan segera!"
Naura kembali menatap Priska, tubuhnya mulai limbung, matanya terpejam kuat dengan tangan yang menekan kepalanya. Tanpa bertanya lagi, Naura segera pergi untuk memanggil bantuan.
"Priska," panggil Rekas.
Priska mengulurkan tangannya meminta Rekas diam saja, semakin banyak bicara, kepala Priska akan semakin sakit dibuatnya.
"Kamu harus kuat! Akan banyak orang yang terluka jika kamu menyerah sekarang."
Susah payah Priska membuka matanya, berdiri tegap meski rasanya sudah ingin ambruk. Rekas berusaha menggerakan kakinya berharap bisa membantu Priska, tapi itu terlalu sulit dilakukannya saat ini.
"Kamu mau menemuiku lagi besok?" tanya Priska.
Rekas menoleh, wanita itu masih mampu berbicara rupanya, baguslah itu sedikit mengurangi rasa takut Rekas.
"Besok jam 8 pagi di sini, kamu mau?"
"Aku ...."
Brukkk .... Tubuh Priska ambruk tanpa pertahanan, jelas saja Rekas sangat terkejut karenanya. Beruntung Naura datang bersama beberapa suster, sehingga mereka bisa segera membantu Priska.
Naura kembali ke belakang Rekas, rasa kesalnya terhadap Priska seketika berubah haru saat melihat wanita itu tak sadarkan diri. Naura melirik Rekas, lelakinya tetap baik-baik saja meski ditinggalkannya tadi. Naura merasa lega dan sedikit menyesal karena telah marah pada Priska, wanita itu sangat lemah rupanya.
"Dia kenapa?" tanya Naura.
"Dia ...."
"Permisi, tapi Rekas harus kembali ke kamar sekarang, Dokter akan segera memeriksanya," sela suster.
Naura mengangguk dan segera menyusul masuk, pertanyaan yang belum mendapatkan jawaban itu tidak begitu diperdulikannya. Sekarang yang terpenting adalah Rekas, Naura harus tahu seperti apa keadaan terbaru Rekas sebelum ia pergi.
"Dari mana saja kalian?" tanya Dokter.
"Hanya duduk di taman belakang," sahut Naura.
Keduanya membantu Rekas untuk berbaring, lantas dokter segera memeriksanya. Luka di kepala dan di kaki begitu hati-hati diperiksanya, Naura berharap ada perubahan yang sangat baik atas keadaan Rekas.
"Masih terasa pusing?" tanya Dokter.
"Tidak terlalu," sahut Rekas.
"Baguslah, semakin membaik kok."
"Apa benar kalau Rekas akan selamanya duduk di kursi roda seperti ini?" tanya Naura.
Keduanya menoleh bersamaan, baik Rekas atau pun dokter, tak ada yang menjawab pertanyaan itu. Jelas saja itu membuat Naura berfikir buruk, apa wanita tadi benar-benar mengutuk Rekas untuk lumpuh seumur hidupnya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Izuku_Uzumaki
Mantap, thor! Terus berkarya dan jangan berhenti menulis ya.
2023-12-08
1