03. Bintang

...Peringatan: Semua yang ada di sini hanyalah fiksi belaka. Kepada anak-anak spesial, izinkan saya untuk membuat cerita fiksi ini agar tidak terjadi kesalahpahaman pembaca....

...DIINGATKAN UNTUK PARA PEMBACA untuk tidak membawa-bawa nama AYIN dan WILONA diluar dari novel ini (OOT, LATAH, komen di segala sosial media aespa dan sebagainya yang membuat orang risih dan memicu fanwar) kecuali untuk promosi Night Cloud bisa kalian kreatifkan di konten kalian sendiri....

Ayin sekarang sedang duduk di balkon. Entah kenapa, malam ini dia ingin menatap langit. Suara langkah kaki terdengar dari balik punggung Ayin. Wilona duduk di samping Ayin. Ayin menoleh ke arah Wilona dan melempar senyum.

Wilona mengubah telapak tangannya ke atas mengarah ke dagu dan menggerakkannya seakan-akan mengusap dada yang berarti dia senang melihat awan malam.

"Adek suka awan malem? 'Kan, gak keliatan apa-apa?" Wilona mengangguk.

Dia menggerakkan tangannya lagi, telunjuknya menunjuk diri sendiri dan wajahnya berekspresi senang. 'Wilo seneng langit sama awan malam. Coba deh, Kak Ayin liat ke atas, dia ditemenin bintang-bintang yang cantik, warnanya cantik,"

"Langit itu bukan cuma bulan aja tapi, ada bintang-bintang cantik di sana. Awannya menenangkan perasaan hati Wilo, Kak Ayin.' Tangannya menunjuk ke atas langit yang gelap dan hanya diterangi bintang dan bulan.

Ayin mengangguk-angguk kepala mengerti, dia tahu Wilona sejak kecil menyukai langit di malam hari. Termasuk Ayin, namun Ayin tidak sesering itu melihat langit.

Wilona sering kali ke balkon setiap malam sampai ia lupa waktu. Terkadang, Ayin harus menghampirinya untuk segera masuk ke dalam kamar.

Wilona menunjuk langit malam lagi, ia membuat tangannya berbentuk kerucut seperti rumah. 'Langit malam itu kayak rumah ketiga buat Wilo, menenangkan,'

"Kalo rumah kedua itu siapa, Dek?"

Tangannya mengerucut, wajahnya tersenyum lalu menunjuk Ayin dan memegang dadanya—menunjuk dirinya. 'Rumah kedua itu, Kak Ayin. Karena Kak Ayin selalu ada di sisi Wilo, sedangkan rumah pertama itu keluarga.'

Sesak hati Ayin. Dia selama ini ternyata menganggap Ayin sebagai rumahnya. Dia berjanji, dia tidak akan pernah mengecewakan Wilona sedikit pun. Tidak akan pernah.

"Tenang ya, liat langit tuh...." Ayin masih tetap menatap langit. Wilona mengiyakannya. Dia menepuk pundak Ayin dan menunjuk salah satu bintang yang terjatuh.

"Kak Ayin harap, kita masih tetep sama-sama ya, masih bareng."

Wilona menatap wajah Ayin. Ia bersyukur memiliki kakak seperti Ayin. Dia meletakkan tangannya lurus ke dagu seakan memberi fly kiss. Bahasa isyarat itu mengartikan bahwa dia berterima kasih pada Ayin.

"Kenapa?" Ayin menoleh ingin melihat bahasa isyarat itu dengan seksama. Wilona menunjuk dirinya sendiri yang berarti 'aku'.

'Wilo bersyukur bisa jadi adek Kak Ayin. Kak Ayin kakak yang baik, humoris dan lembut. Wilo selalu bersyukur dapetin itu semua.'

Ayin menarik tubuh Wilona dan memeluknya erat. "Makasih, udah bangga punya kakak kayak Kak Ayin. Maafin Kak Ayin kalo dulu pernah nyakitin Adek."

Wilona mengangguk dan tersenyum di baliknya. Ayin merasakan bajunya diremas oleh Wilona. Menandakan bahwa dia begitu sayang pada Ayin.

Dia melepaskan pelukannya dan mereka saling berhadapan. 'Rumah Wilo itu Kak Ayin.' Ayin melihat senyuman Wilona yang mengembang hingga menampilkan pipinya yang berisi itu dan lesung pipi.

Terdengar sayup-sayup panggilan dari Bunda untuk keduanya. Ayin mengajak Wilona masuk ke dalam. Sebelum itu, Ayin membuka ponselnya untuk melihat pukul berapa ini. Dan ternyata tanpa disadari, Ayin dan Wilona telah menghabiskan waktunya yang sekarang menunjukkan pukul sepuluh malam.

...💌...

Ayin sejak tadi mencari-cari keberadaan Wilona di rumah. Ia panik karena Wilona tak sama sekali terdengar. "Adeek, di mana sih?!" Nadanya sekarang kesal dengan langkah kaki yang terhentak-hentak marah.

Ayin membuka pintu balkon dan melihat Wilona sedang menangis diam. Dia tertunduk di pagar balkon. Ayin menyesal sempat kesal pada Wilona yang menghilang tanpa alasan.

Ayin berjalan mendekati Wilona lalu menepuk pelan hingga hampir tak menyentuh punggung Wilona. Ia melihat mata Wilona memerah dan air matanya terus mengalir deras. Dia menggeleng kecil dan mengusap-usap air matanya.

"Adek kenapa?"

Wilona mengangkat jarinya. Jari Wilona menunjuk ke arah pintu kamar. Lalu jarinya dia letakkan ke atas bibir membentuk sebuah kumis.

'Ayah sama Bunda berantem lagi ... Wilo sedih, sakit liat Bunda dibentak-bentak sama Ayah.' Angin berhembus menggerakkan kedua rambut mereka. Mata Ayin menatap bintang di langit.

'Ini salah Wilo, mungkin Ayah malu punya anak kayak Wilo.' Ayin menggeleng-geleng menolak ucapan Wilona.

"Gak! Wilo gak salah, itu bukan kesalahan kamu!" Ayin tampak kesal. Wilona gemetar menahan tangis. Dia menghembuskan napas pelan walau dadanya sakit.

Matanya tertuju pada bintang-bintang yang bertebaran di langit. Cerah dan menenangkan. Hanya awan-awan gelap yang bergerak transparan. Matanya menatap nanar salah satu bintang yang terang.

Enak ya, jadi bintang? Disukai banyak orang dan bikin banyak orang tenang.

"Yuk masuk." Ayin menarik tangan Wilona lalu masuk ke dalam kamar.

...💌...

Hari ini adalah hari minggu. Ayin berniat mengajak Wilona untuk pergi jalan-jalan. Dia berlari kecil keluar dari kamar dan menghampiri Wilona yang sedang duduk bersama Bunda.

"Adek, ayo jalan-jalan!" Dengan wajah yang ceria, Wilona mengangguk. Bunda terkekeh melihat mereka berdua akur.

"Ajak main adeknya, jagain ya." Ayin mengangguk lalu mulai mengajaknya berganti baju.

Wilona menggerakkan tangannya lagi. Wilona bertanya ke mana mereka akan pergi. Ayin bilang bahwa dia mengajak Wilona pergi ke toko buku terbesar di Palembang. Wilona begitu antusias karena ia adalah salah satu pecinta novel.

Setelah beberapa menit mereka berganti baju. Wilona dan Ayin masuk ke dalam mobil dan Ayin mengendarai mobil. Mereka diperbolehkan menggunakan mobil karena Ayahnya merasa mereka telah dewasa.

Ketika mereka telah sampai, Wilona paling antusias. Di sana dia berjalan lebih dulu masuk sedangkan Ayin tersenyum lebar melihat semangat Wilona. Ayin menganggilnya dan menunjuk boneka penguin di kiri rak boneka.

"Lucu banget, ya?"

Wilona mengangguk lalu mengambil salah satu boneka penguin. Dia menunjuk pinguin itu lalu tangannya mengarah ke Ayin.

'Penguinnya mirip Kak Ayin, mirip banget!'

Ayin tertawa gemas. "Bukannya itu mirip Adek, ya? Soalnya Adek kalo bingung mukanya mirip penguin!" Pipi Wilona memerah lalu memukul kecil lengan Ayin.

Wilona mengoyang-goyangkan tubuh boneka penguin itu. Sepertinya dia tertarik untuk membeli boneka itu. "Adek suka? Ayo beli." Wilona memeluk boneka itu dengan erat lalu menggandeng tangan Ayin.

Ayin menemukan boneka besar berbentuk penguin juga. Ia menunjuk dan menoleh ke arah Wilona. Wilona tersenyum lalu berlari menuju boneka itu. Ayin terlihat menggelengkan kepala, harganya begitu mahal. Wilona tahu, dia tidak akan membelinya.

Mereka menghabiskan waktu bersama di sana. Setelah mereka membeli novel, boneka dan barang-barang lucu. Mereka segera datang ke kafe untuk makan malam. Wilona nampak menunjukkan salah satu makanan di buku menu itu.

"Adek suka banget?"

Wilona mengangguk antusias. Wilona menggerakan tangannya cepat, dia bilang dia benar-benar bahagia malam ini. Ayin begitu senang dan tenang ketika melihat Wilona bahagia. Dia tidak lagi sedih memikirkan masalah keluarga. Reasik Wilona begitu senang, kedua tangannya terangkat sejajar telinga dan menggerakkan ke kanan dan kiri itu bahasa isyarat 'gembira'.

Ayin mendorong piringnya dan menawarkan makanan miliknya. "Mau Kak Ayin suapin?" Wilona mengangguk dan membuka mulutnya yang kecil itu. Ayin gemas dengan Wilona pun mencubit pipinya terlebih dahulu lalu menyuapinya.

Tampak wajah terkejut dan heran dari Wilona. Benar kata Ayin bahwa Wilona jika bingung dan heran wajahnya akan mirip seperti penguin.

...💌...

Wilona dan Ayin berjalan menuju parkir. Langkah kaki mereka melambat ketika menatap langit malam yang diterangi bintang-bintang. Wilona menahan tangan Ayin untuk lanjut berjalan lalu menunjuk bulan yang sedang terang sempurna. Melihat bintang-bintang terang.

Wilona mulai meletakkan kantung belanjaannya lalu mulai merangkai bahasa isyarat untuk Ayin. Ayin menatap gerakan tangan yang dibuat oleh Wilona.

'Kak Ayin, Wilona bahagia. Wilona pengen liat bintang lagi.' Ayin mengangguk memperbolehkan Wilona melihatnya.

"Kamu sekarang bisa megang bintang soalnya kamu udah beli boneka bintang," canda Ayin membuat Wilona tersenyum miring.

'Tapi kalo boleh, Wilona pengen ngambil bintang beneran di langit malam.' Ayin menatap wajahnya, Wilona menatap Ayin serius. "Lama dong, nanti kamu udah tua kalo balik ke bumi."

'Wilo pengen ambil bintang buat Kak Ayin.'

Wilona tersenyum manis lalu mengambil sesuatu di kantung belanjaan. Ia memberi sebuah camilan untuk Ayin.

"Makasih ya, Adek sayang."

Wilona menghela napas. Dia mengetuk-ngetuk lengan Ayin agar ia menoleh ke arahnya.

'Tapi jujur, Wilo pengen kita terus sama-sama. Wilo gak mau pisah sama Kak Ayin.' Hati Ayin kembali terluka melihat perkataan Wilona. Artinya begitu dalam.

"Dek, Kak Ayin gak bakal ngecewain Adek."

Wilona percaya itu. Wilona mengangkat kepala menatap langit malam yang indah. Ia harap doanya terkabul. Dia berterima kasih pada Tuhan atas diberikannya kakak kandung yang baik meskipun Ayin selalu jahil dengannya.

"Ayo pulang, nanti lagi liat langitnya. Besok bisa lagi kok!" Wilona mengangguk dan mengambil kantungnya tadi di bawah dan berjalan kembali menuju mobil.

Wilo janji, Wilo bakal selalu ada di samping Kak Ayin.

BERSAMBUNG.

Terpopuler

Comments

Working Space

Working Space

lucu gemesh bgt mau ambil bulan buat kak Ayin. udh gtu bs banget bayangin wajah plongo2 Wilo yg mirip penguin, pgn ikutab nyubit pipinya jg😩

2023-12-11

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!