...Peringatan: Semua yang ada di sini hanyalah fiksi belaka. Kepada anak-anak spesial, izinkan saya untuk membuat cerita fiksi ini agar tidak terjadi kesalahpahaman....
...DIINGATKAN UNTUK PARA PEMBACA untuk tidak membawa-bawa nama AYIN dan WILONA diluar dari novel ini (OOT, LATAH, komen di segala sosial media aespa dan sebagainya yang membuat orang risih dan memicu fanwar) kecuali untuk promosi Night Cloud bisa kalian kreatifkan di konten kalian sendiri....
Palembang, Sumatera Selatan.
Sinar matahari yang masuk menusuk mata sang gadis. Membuat Wilona membuka matanya dan menyipit. Bundanya membuka gorden untuk membangunkan kedua anak gadisnya itu.
"Bangun sayang, ini udah pagi. Kalian mau sekolah."
Wilona mengangguk. Dia membalikkan tubuhnya terlebih dahulu untuk membangunkan kakaknya, Ayin yang sedang tertidur pulas menutup wajahnya menggunakan selimut. Wilona mengoyangkan tubuh Ayin dan menepuk-nepuk pipi empuknya itu agar ia bangun.
Ayin yang merasa terganggu pun kemudian mengerutkan alis dengan mata yang masih tertutup, bibirnya mengerucut seperti anak bebek. Dia membuka kedua matanya perlahan lalu mengerjap-erjap mata. Poni tipisnya jadi ikut bergerak.
"Nanti ... aja!" protes Ayin.
Wilona menggeleng kecil, bibirnya melengkung ke atas melihat reaksi Ayin. Dia menunjuk Ayin dan kepalanya mengarah ke Bundanya. Terdengar kekehan dari Bunda.
"Kak Ayin bangun, udah pagi nanti telat sekolahnya loh," omel Bunda.
Ayin masih tetap tidur, setelah tiga menit Wilona bangun dan mandi, akhirnya Ayin membuka mata dan bangun. Dia duduk melamun sejenak menyadarkan diri dari mimpi. Ayin turun dan mulai mencari Bunda.
"Sarapan belum dibuat ya, Bun?"
Bundanya menatap Ayin mencari makan. Ayin memasang wajah bingung dan polos. Kedua matanya sipit dengan rambut yang terurai panjang.
"Kak Ayin udah mandi belum?" tanya Bunda.
"Belum, ada Wilo di kamar mandi jadi Ayin sarapan duluan aja, Bun."
Suara gagang pintu terdengar di atas. Ayin dan Bunda tahu bahwa Wilona telah selesai mandi. Ayin mengambil piring dan segera sarapan. Sedangkan Wilona baru turun dari lantai dua untuk ikut sarapan.
Wilona sejak kecil berbeda sekolah dengan Ayin. Ayin berada di SMP swasta sedangkan Wilona berada di Sekolah Luar Biasa atau biasa dikenal dengan SLB.
Wilona menggerakkan tangan sebagai bahasa isyarat. Dia bertanya apakah Ayin telah selesai sarapan? Ayin menjawab iya. Setelah kakaknya berdiri, Ia tersenyum lalu duduk di kursi Ayin.
"Adek, Kak Ayin mandi dulu. Adek sarapan terus siap-siap nanti Kak Ayin anter."
Wilona menggeleng. Dia segera membuat bahasa isyarat ke Ayin. Ayin dan keluarga sudah hafal dan mengerti bahasa Wilona.
Dia mengangkat tangannya menggerakkan kedua tangan. Ayin melihat ke arah tangannya. 'Wilona aja yang anter Kak Ayin. Soalnya Wilona hari ini pulang cepet.'
"Yaudah, kalo gitu nanti Kak Ayin chat aja kalo Kak Ayin pulang sekolah." ungkapnya lewat bahasa isyarat. Ayin segera berjalan masuk ke dalam kamar mandi lantai bawah untuk secepatnya sekolah.
...💌...
Wilona dan Ayin telah sampai di dalam parkiran sekolah Ayin. Ayin turun dari motor dan membuka helmnya ke arah Wilona. Ayin tersenyum.
'Makasih.' Ayin mengucapkan itu lewat bibir tanpa suara. Wilona juga mengucapkan 'sama-sama.' lewat bibir tanpa suara.
Mereka berdua selalu bersama seperti anak kembar bahkan wajah mereka hampir mirip. Terkadang ketika orang baru mengenal mereka, orang itu akan mengira bahwa mereka anak kembar. Nyatanya mereka tidak kembar sama sekali dan Wilona berbeda setahun dari Ayin.
Dulu saat kecil, ketika Bunda tidak mau ruangan berisik karena Ayin dan Wilona saat itu sering bertengkar hal sepele. Jadi, Wilona dan Ayin berkomunikasi lewat bahasa isyarat dari jauh. Ayin dari kamar dan Wilona di samping Bunda. Bunda yang tahu saat itu pun tak menghiraukan mereka, justru senang karena mereka tak berisik seperti anak-anak pada umumnya.
"Is adek kau ye, yang bisu itu bukan?"
(Ih, adek kamu ya, yang bisu itu bukan?).
Tiba-tiba seorang laki-laki datang dari arah kantin dan langsung menyeletuk kata-kata itu. Ayin mengangguk. "Iyo, cantik, 'kan?" Laki-laki sebayanya itu mengerutkan alis nampaknya sedang berpikir.
"Cantik sih tapi sayang nian bisu, cak mano gek man kawen." (Cantik sih tapi sayang banget bisu, gimana kalo nikah nanti).
Laki-laki itu berujar menggunakan bahasa Palembang. Wilona hanya terkekeh kecil walau hatinya sakit. Ayin lebih sakit hati ketika mendengar ejekan dari mulut laki-laki itu.
"Kau nih dak boleh cak itu, awas men kau ngatoin adek aku lagi. Dak segen-segen aku ngaduin kau ke kepala sekolah." ancam Ayin.
(Kamu nih gak boleh gitu, awas kalo kamu ngejek adek aku lagi. Gak segan-segan aku ngaduin kamu ke kepala sekolah).
"Iyo cantik!" Laki-laki itu pergi sambil tertawa. Ayin melirik Wilona yang diam tak berkutik sejak laki-laki tadi mengejeknya bisu.
"Gapapa, gausah dipikirin ya, Adek sayang." Dia mencubit pipi Wilona pelan. Wilona tersenyum manis kembali.
Wilona segera menggerakan tangan untuk menggunakan bahasa isyarat, ia menunjuk ke arah kelas seolah menyuruh Ayin segera masuk. 'Masuk sana, nanti telat! Wilo juga udah mau telat ini. Soalnya Wilo agak jauh dari sekolah Kak Ayin.'
Tangannya satu-persatu menyambungkan kata-kata itu. Ayin mengangguk-angguk kecil. Ayin menggerakkan jarinya ke bawah mengetuk ulu hatinya. 'Hati-hati ya, Adek. Bekal jangan lupa di makan, semangat belajarnya jangan pikirin kata-kata tadi!' ujaran itu dilontarkan Ayin.
Wilona tersenyum sampai menampilkan gigi. Dia menggerakkan jari-jarinya untuk merangkai kata satu-persatu dan mengepalkan tangan kanannya sejajar bahu, seolah menyemangati Ayin. 'Kak Ayin juga semangat belajarnya nanti kita main bareng pas pulang sekolah.'
...💌...
Jam sudah masuk istirahat, Wilona segera masuk ke dalam perpustakaan sekolahnya. Ia melangkahkan kakinya ke salah satu bangku di ujung dekat jendela yang terbuka. Memperlihatkan jalanan dan taman di Kota Palembang yang cantik bersama LRT.
Terlihat mobil dan motor yang berlalu-lalang. Wilona sudah cukup bahagia dan tenang dengan udara ini. Dia mengangkat tangan kirinya untuk melihat pukul berapa sekarang. Waktu menunjukkan sekitar pukul sembilan pagi.
Tapi otaknya masih teringat dengan kata-kata laki-laki tadi. Hatinya terasa ditusuk pisau yang amat tajam. Dia tertunduk menatap kalung catatan kecilnya yang bergantung di leher untuk berbicara dengan orang-orang yang tak bisa berbahasa isyarat.
Emang salah ya, kalo bisu? Aku juga gak tau kalo lahir bisu gini.
Maafin Wilo, ya, Kak Ayin ... buat malu Kakak.
Tanpa sadar, bulir-bulir bening dari kedua matanya menetes hangat di pipi tembamnya. Dia segera menghapus air mata itu lalu membuka buku novelnya. Matanya tetap fokus ke buku itu. Wilona merasakan ada tangan yang menyentuh pundaknya. Dia pun langsung menoleh ke arah kiri.
Seorang gadis yang tunarungu sama sepertinya datang menghampirinya dan tersenyum ke Wilona. Dia meminta izin pada Wilona untuk duduk di sampingnya. Wilona dengan senang hati begitu menerima kehadirannya.
Gadis itu merangkai kata-perkata lebih lihai dibanding Wilona. Tangannya membuat gerakan melingkar lalu ia membuat jarinya menjadi kata. Dia menunjuk Wilona dan mengekspresikan wajahnya seolah menunjukkan wajah sedih.
'Kamu kenapa sendirian? Kok nangis?' Dia bertanya melalui bahasa isyarat.
Wilona tersenyum melihat wajah khawatir dari temannya itu, Naya Arafa. Dia pun kemudian menggeleng dan menunjuk matanya seolah kelilipan lalu telunjuknya mengarah ke arah jendela, Naya memperhatikan gerakan tangan Wilona.
'Gapapa, aku cuma kelilipan aja gara-gara angin dari jendela.'
Naya mengerutkan alis kemudian dia menggerakkan tangannya lagi, mencoba menyampaikan dengan bahasa isyarat kalau dia tidak percaya dengan apa yang Wilona katakan.
Tangannya terangkat sejajar kening—dia mempertanyakan apakah Wilona sedang mengalami kesedihan? Dia dengan jelas melihat Wilona mengapus air matanya sebelum dia menghampirinya.
'Maaf, Nay, aku lagi sedih,' ujarnya dalam bahasa isyarat.
Naya menggeleng kecil sambil mengulum bibirnya. Dia tahu sahabatnya ini sudah pasti mengalami sesuatu yang membuatnya menjadi sedih. Tak biasanya Wilona seperti ini. Biasanya, dia sering mengajak Naya untuk ke kantin dan berjalan-jalan kecil di lapangan.
Namun, jika Wilona secara tiba-tiba tak dapat ditemukan dan dia berada di perpustakaan artinya Wilona sedang mengalami kesedihan atau hatinya sedang tidak baik-baik saja. Naya dan Wilona sudah kenal dekat bahkan akrab sejak Wilona masuk ke SLB ini. Mereka berkenalan ketika sebangku. Wajar, jika Naya hafal dengan perilaku Wilona.
'Kasih tau sama aku, siapa yang ngebuat kamu jadi sedih?'
Tampak dari raut wajah Naya yang kesal dan memerah karena menggebu-gebu ingin memarahi seseorang itu. Wilona tersenyum kecil. Dia menenangkan Naya yang sekarang sedang khawatir dengannya.
Dia mengangkat tangan kanannya sedikit lebih tinggi dari kepalanya kemudian memegang daun telinganya. 'Temen kakak aku.' Naya menatap-natap lagi tangan dan gerak yang akan Wilona lakukan lagi.
Wilona mengepalkan kedua tangan lalu menumpukkannya menjadi satu tumpukan dan membentuk huruf bahasa isyarat 'G'. Dia menepuk-nepuk pundak Naya. 'Gausah khawatir, dia cuma gak tau kalo aku bisu, Nay.'
Naya menghela napas. 'Lain kali, cerita sama aku.' Wilona kembali mengangguk jarinya membentuk huruf 'O' dan 'K'. Suara bel berbunyi membuat Wilona dan Naya beranjak ke dari bangku. Wilona menyelipkan buku novel itu di selipan lengannya untuk dia bawa ke kelasnya dan Naya menemani Wilona sembari mengobrol menggunakan bahasa isyarat.
...💌...
Di sisi lain, Ayin sedang asik mengobrol bersama Gisel di parkiran. Mereka sedang duduk di kursi khusus menunggu jemputan. Sering kali Ayin memperhatikan Gisel yang terus merapikan kacamata tebalnya. "Tadi kamu dianter siapa? Adek kamu?" Ayin mengiyakannya.
"Tadi ada cowok kelas sebelah ngejek adek aku bisu ... sedih tau, sakit hati aku,"
"Kamu pikir, aku gak sakit apa dengernya?" lanjutan itu membuat Gisel berpikir.
"Jahat banget mulutnya," Gisel terlihat geram sampai-sampai dia menghentikan ucapannya sebentar. Dia tahu laki-laki itu siapa. "Kayak paling sempurna aja."
"Ini udah pulang, berarti kamu dijemput sama Wilo?" Ayin lagi-lagi menyiakannya.
"Paling kalo udah, dia bakal ngirim chat sama aku."
Gisel menaikkan kedua alisnya ketika melihat motor milik Ayin yang sedang dikendarai oleh Wilona masuk ke dalam gerbang. Gisel menepuk pundak Ayin lantas dia menoleh ke arah Gisel. Jari telunjuk Gisel menunjuk ke arah parkir tepat di arah kanan posisi Wilona yang baru saja menurunkan standar motor. Kepala Wilona mencari-cari Ayin. Dia melambaikan tangan ke arah Gisel.
Dari arah sana terlihat Wilona menggerakkan tangannya. Mulai dari telinga sampai tangannya bergerak seakan-akan sedang memutarkan kedua tangannya dari depan seperti menggoes sepeda.
'Kak Ayin mana?' Seperti itulah isi dari bahasa isyarat Wilona.
Gisel sudah hafal dengan bahasa isyarat dari Wilona karena dia sering mengobrol ketika Gisel sedang mampir ke rumah Ayin.
"Wilo udah dateng tuh!"
Ayin menoleh lalu terlihat wajahnya langsung girang. Dia bangun dari kursi lalu berpamit pulang ke parkiran, sebelum itu Gisel mengirim salam untuk Wilona.
Ayin berlari kecil menuju motor lalu menepuk-nepuk pundak kanan Wilona. Dia menampilkan gigi rapinya. "Gimana sekolahnya? Seru? Ada cerita gak?" Wilona menggeleng sembari memberi helm ke Ayin.
'Ada yang nanyain Wilo gak di sekolah Kak Ayin?' Wilona bertanya lewat bahasa isyarat. "Gisel sempet nanya, kamu udah dapet SIM? Dan kenapa bisa naik motor?"
Wilona tersenyum. 'Terus Kak Ayin jawab apa?' Ayin menjelaskan bahwa tunarungu juga bisa berkendara. Tidak ada larangan dan halangan jika tunarungu masih bisa mendengar melalui alat bantu dengar CIC. Dan Ayin bilang bahwa Wilona mengendarainya dengan pelan dan hati-hati. Wilona mengangguk benar.
"Aku aja yang pake." Wilona turun dari motor memperbolehkan Ayin untuk mengendarainya. Ada satu jeritan dari seorang gadis di ujung parkiran.
"Yahaha! Bisu!" Samar-samar Wilona mendengar jeritan itu lewat alat bantu dengar. Dia diam tak menggubris jeritan itu. Ayin dengan santai menjalankan motornya keluar dari gerbang sekolah. Diliriknya spion itu yang mengarah ke wajah Wilona.
Terlihat dari raut wajah Wilona yang melamun dan murung. Ayin tahu bahwa adiknya itu sedang memiliki masalah. Ayin tersenyum kecut.
Maafin Kak Ayin yang gak bisa jagain hati adek di sini.
BERSAMBUNG.
silakan komen dan vote sesuka kalian agar aku bisa lihat reaksi kalian dengan cerita ini. Dukung terus Night Cloud sampai tamat, ya!
Ayin dan Wilona dewasa:
Teman-teman Wilona dan Ayin:
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Working Space
bagus ceritanya, ditunggu kelanjutannya yaa
2023-12-09
2