Chapter 4.1. Awal Baru.

4 Maret 2005.

Setelah menjalani operasi dan melakukan rehabilitas pasca pemulihan Glorya kini di perbolehkan keluar dari rumah sakit dalam kondisi prima. "Freddy bawa barang-barang Glorya, kamu turun duluan dan tunggu kami di mobil. Ada hal penting yang harus aku bahas dengan Mervis sebentar."

"Baiklah kalau begitu kami akan turun duluan Glorya. Ayo pergi."

"Um." Glorya mengangguk lalu memegang tangan pamannya yang hendak pergi, namun sebelum mereka pergi Glorya menyempatkan dirinya untuk melihat dokter yang sedang berbincang dengan dokter lain. Apa dia akan baik-baik saja, seingat ku dia terkena hipnotis atau apalah itu.

"Apa yang kau lihat Glorya?."

"Tidak ada, aku hanya berfikir kalau rumah sakit itu tempat yang menakjubkan."

"...."

Fred tersenyum tipis, dia berfikir bahwa Glorya yang sudah lama di kurung di rumahnya tidak pernah melihat dunia alasan tempat-tempat yang biasa di kunjungi oleh orang-orang. Keputusan yang tepat membawanya dari rumah itu segera. Freddy menggenggam tangan kiri dan berjanji dalam hatinya bahwa dia akan menunjukan hal-hal menakjubkan yang belum pernah Glorya lihat sebelumnya. "Ah! Jika Glorya suka dengan rumah sakit bagaimana kalau Glorya menjadi dokter saja di masa depan!."

"...."

Glorya terdiam.

Aku minta maaf.

"Jika Glorya menjadi dokter pasti akan banyak orang yang merasa senang."

Aku minta maaf.

"Paman tidak sabar untuk melihatnya di masa depan."

Aku minta maaf karena itu tidak akan pernah terjadi.

"Kenapa diam saja Glorya? Apa kau tidak suka menjadi dokter?."

"Tidak, aku suka."

"Hahaha... Kalau begitu paman dan bibi akan menyekolahkan Glorya di sekolah dokter terbaik sehingga nanti Glorya bisa menjadi dokter yang baik juga." Glorya yang terdiam mendengarkan seluruh perkataan hangat Freddy walau dalam hatinya yang masih kecil Glorya merasa menyesal bahwa dia telah memutuskan untuk menjadi hal lain yang tidak akan pernah bisa pamannya inginkan.

"Kita telah tiba."

Mereka tiba di depan sebuah mobil sedan berwarna lalu kemudian Fred menunduk untuk melihat Glorya yang pendiam. "Dengar Glorya." tangannya menyentuh pundak anak perempuan berusia 8 tahun itu sambil menatap lekat ke matanya yang sebiru laut. "Kamu telah mengalami hari-hari kelam di usiamu yang masih muda. Paman tahu bahwa kamu masih belum mengerti akan hal ini jadi... Jadi tidak apa jika kamu mengatakan apapun yang ingin kamu katakan kepada paman atau bibimu, kami siap mendengarkan seluruh keluh kesah mu dan kami bersumpah bahwa hal yang dulu pernah kau alami tidak akan pernah terjadi lagi!"

Tatapannya yang dia tunjukan penuh dengan tekat Freddy telah berjanji kepada dirinya bahwa dia tidak akan pernah membiarkan Glorya merasakan penderitaan sekali lagi. Baginya sudah cukup sekali saja melihat anak kecil di depannya menderita dalam rantai pengekang yang di buat oleh keluarganya sendiri. "Selama paman mu ini hidup hanya kebahagiaan yang akan menghampirimu."

"... Aku tahu."

Glorya menunjukan senyumannya yang dulu pernah Fredy lihat saat anak itu masih berusia 2 tahun. "Aku tahu paman akan membuatku bahagia."

Setetes air mata jatuh dari mata Fredy, tangannya yang memegang bahu kecil itu bergetar dan Isak tangis kecil keluar walau tidak begitu terdengar. "Aku berjanji Glorya... Aku berjanji."

"Mia... Freddy ini Glorya putri kesayanganku dia baru berusia dua tahun."

"Cantik sekali Diana... Dia sangat mirip denganmu benarkan Mia."

"Benar! Kalian berdua sangat mirip untung saja tidak mirip Ayahnya."

"Ahahaha... Aku suka kalimat terakhir itu... Aku berharap suamiku menyukainya sama seperti kalian menyukainya."

"Apa! Apa Richard tidak menyukainya!!!."

"Hemm... Dia sangat marah saat tahu aku melahirkan bayi perempuan, dia sangat ingin anak laki-laki."

"Dasar bajingan itu... Aku akan menghajarnya nanti memangnya apa beda anak laki-laki dengan perempuan huh? Selama yang keluar itu manusia seharusnya dia bersyukur!!!."

"Mia tenanglah... Richard memang agak senis Tapi tidak mungkin dia tidak mencintai anaknya sendiri, mungkin Richard hanya perlu waktu."

"Huh... Jika sudah di tolak sejak awal maka selamanya juga tidak akan pernah di terima, kamu terlalu berfikir positif mengenai saudaramu itu."

"Sudah-sudah... Tidak baik di perpanjang lebih lanjut."

Saat itu Freddy dan Mia mengingat senyuman Diana yang dengan penuh kasih sayang memeluk anak perempuan yang sedang tertidur di pangkuannya. "Aku hanya berharap suatu saat nanti Richard menerima Glorya apa adanya seperti aku, dan kami hidup bahagia selamanya."

Freddy ingat ibu Glorya mengatakan hal itu tepat sebelum mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya. Aku minta maaf Diana, karna sepertinya Richard tidak akan pernah membuat Glorya bahagia seperti yang kau harapkan tapi, sebagai gantinya, kami yang akan memberinya kebahagiaan yang kau impikan itu.

Tersenyum.

"Glorya ini akan menjadi awal baru bagimu... Kamu akan kami bawa kerumah kami dan akan kami besarkan seperti anak kami sendiri, tidak perlu takut, kamu hanya perlu bahagia."

"Hanya aku yang bahagia?."

"Yah kamu hanya perlu bahagia itu saja."

"...."

Sekali lagi Glorya merasa berat di dalam hati nuraninya. menyadari bahwa dia tidak pantas mendapatkan kebaikan luar biasa ini dari orang-orang baik ini hanya karena mereka mengenal ibunya. "Apa aku pantas mendapatkan semua kebahagiaan ini paman."

"Tentu kamu sangat pantas mendapatkannya."

Mengigit Bibir.

Aku bisa mengendalikan pikiran seseorang hanya dengan tatapan mata.

Gadis berusia 8 tahun itu menatap lekat pada pamannya yang masih berhadapan dengannya. Jika aku bisa mengubah apa yang paman pikirkan sekarang maka belum terlambat untuk—

"Kenapa kalian masih berada di luar?."

"Hum?."

"!!!."

Tiba-tiba Glorya merasakan rasa sakit seperti terbakar di arena matanya. "ADUH!." Secara refleks Glorya menutup kedua matanya dan terduduk di lantai.

"ADA APA GLORYA!!!."

"Apa Matamu Sakit? Kita Harus Kembali Lagi Kedalam Mia!!!." Mia dan Fred menjadi panik melihat Glorya yang meringis kesakitan sambil menyentuh kedua matanya. "Fred gendong glorya kita akan kemba-."

"UMM... Tidak perlu bibi Mia."

"Huh? Glorya!."

Mia mendekat lalu menyentuh wajah Glorya yang saat itu sudah di angkat oleh Freddy. "Glorya Apa matamu sakit! Kita akan periksa ulang ayo cepat jalan Fred!."

"Benar kita-."

"Tidak... Tidak perlu, Aku sudah baik-baik saja paman, bibi."

"Tidak bisa kita harus-."

"Aku baik-baik saja sungguh."

"... Apa kamu yakin Glorya?." Freddy bertanya dengan ekspresi khawatir yang masih belum hilang dari wajahnya. "Aku baik-baik saja paman tolong katakan pada bibi Mia Glorya baik-baik saja."

"Baiklah." Fred menyentuh kepala belakang Glorya lalu memeluknya lebih erat. "Kita akan kembali Mia."

"Tapi barusan Glorya-."

"Mungkin hanya terkena debu saja, kita akan kembali ke rumah sakit lagi jika memang ada yang tidak beres dengan mata Glorya."

Meski masih ragu pada akhirnya Mia mengangguk, menyetujui apa yang suaminya katakan walau dalam hatinya masih ragu. "Glorya Jika Rasa Sakitnya Semakin Parah Segera Beri Tahu Paman Dan Bibi Secepatnya!."

"UM... Aku mengerti bibi."

Mia menghela nafas berat. "Kalau begitu ayo kita pulang." Mia membuka pintu mobil untuk Freddy lalu menutupnya, kemudian dia berjalan cepat menuju pintu pengemudi menyalakan mesin lalu melakukannya keluar dari lingkungan rumah sakit.

Tak butuh waktu lama akhirnya mereka tiba di rumah sederhana bergaya Italia klasik dengan sentuhan minimalis modern berwarna putih abu-abu. "Kita sudah sampai."

Freddy melepas sabuk pengamannya lalu mengangkat Glorya di pangkuannya turun setelah membuka pintu. "Nah Glorya... Sekarang ini rumah barumu."

"...."

Glorya memiringkan kepalanya ke kanan, terpaku melihat keindahan rumah klasik itu dari dekat. "Sangat indah paman." Glorya takjub. Tidak seperti rumah itu.

Tap.

Suara pintu bagasi mobil di tutup lalu kemudian Mia dan Freddy terlihat datang membawa kotak-kotak yang Glorya ketahui sebagai miliknya. "Nah Glorya sebagai awal baru bagaimana kalau kamu yang membuka pintu."

"Hem???."

"Ayo buka pintunya Glorya."

Mia dan Freddy terlihat begitu menyemangati Glorya yang di berikan kunci rumah putih Abu-abu tersebut. "Bolehkah aku?."

Mengangguk. Keduanya mengangguk dengan semangatnya.

"...."

Berjalan.

"Jangan pernah berfikir untuk membuka pintu ini sampai kau tahu bagaimana menjadi manusia penurut."

Glorya memasukan anak kunci kedalam lubang kunci.

KLik.

"Selamanya kau tidak akan bisa keluar dari tempat ini karena kau adalah binatang yang harus di kurung selamanya." Bayangan dirinya yang lama dengan dirinya yang baru tumpang tindih di dalam cahaya dan kegelapan saat menyentuh dua pintu yang berbeda.

Aku tidak akan pernah membukanya Ibu.

"Aku akan membukanya Bibi Mia, paman Freddy."

Klik.

Ketika pintu di buka cahaya terang dari rumah yang hangat menerpa wajah Glorya dari dalam membawa kehangatan yang berbeda masuk menyentuh seluruh tubuhnya.

"Kamu melakukannya dengan baik."

"Ayo masuk Glorya, bibi akan masakan sup daging yang kau sukai."

melihat paman dan bibinya masuk kedalam rumah Glorya yang berada di luar menatap punggung mereka dan kemudian berbalik seolah melihat bayangan dirinya yang terjebak dalam kegelapan sedang melambai dengan senyuman senduh.

Pergilah.

"...."

Awal barumu menunggu.

"...."

Berbalik.

"Glorya?."

"Ayo masuk."

"...."

Meski berat kau akan baik-bqik saja mulai sekarang. Kata bayangan tersebut yang ternyata hanyalah penglihatan Glorya atau keinginan Glorya yang sedang berbicara kepadanya untuk menghibur dirinya yang telah terluka cukup lama.

Melangkah.

Tap.

Ini awal baruku.

"Anak pintar, ayo bibi tunjukan kamarmu kamu pasti akan menyukainya.... Pamanmu bekerja keras untuk menghiasnya untukmu."

Glorya tersenyum hangat.

Selamat tinggal diriku yang lama.

Pintu ditutup meninggalkan bayangan gadis kecil yang berada dalam kegelapan di luar ketika Glorya yang baru telah masuk menuju tempat yang lebih hangat dan penuh dengan cinta.

"Aku tidak sabar melihat kamarku bibi Mia."

"Kalau begitu kemari lah."

"Paman tidak tahu apa kesukaanmu jadi kamu bisa menghias lagi kamarmu ulang jika tidak puas."

Glorya menggelengkan kepalanya.

"Aku pasti akan menyukainya." katanya dengan senyuman polos yang akan membuat siapapun merasakan hatinya tergerak. "Aku pasti menyukainya." Setetes air mata jatuh membasahi pipi Glorya yang mulai berjalan merangkul tangan Mia dan Freddy dengan semangat tanpa rasa takut menuju awal baru yang tidak akan mudah di depan matanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!