"... Tidak."
"Hem? Kenapa? Biasanya anak-anak akan tertarik dengan pembahasan prihal astral dan supranatural."
"Jika itu memang ada maka aku harap punya satu."
"Jika kamu punya satu maka akan kamu gunakan untuk apa?."
"Membunuh keluargaku." Jawaban inklusif langsung keluar dari mulut Glorya. Membuat pria muda itu terkejut, sesaat pria itu berfikir bahwa gadis kecil di depannya saat ini akan menjadi psikopat mengerikan saat besar nantinya.
"Mengapa kamu ingin membunuh keluarga mu?."
"Mereka merebut kebahagian ku dan membuatku makan kotoran selama tiga tahun."
"Waw... Keluarga yang mengerikan, apa mereka juga yang membuat matamu sampai seperti itu?."
"...."
"Aku anggap itu sebagai ya, Hahhh... hidup benar-benar penuh coba-."
"Bagaimana dengan kakak? Kakak masih belum menjawab kenapa hidup kakak tidak akan lama lagi."
"Akukan sudah bilang kalau aku mengunakan kekuatanku berlebihan."
"Aku tidak percaya padamu."
"Yang benar saja... Kita baru bertemu sebentar dan kau sudah tidak percaya kepadaku."
"Kata paman jangan percaya kepada siapapun yang mencoba baik kepadamu."
"Hahaha... Benar, jangan mempercayai siapapun yang baru saja kamu kenal sebentar." Pria muda itu menepuk kepala Glorya dua kali lalu berbisik. "Ini hanya rahasia kita, aku punya kekuatan untuk mengendalikan banyak orang lewat tatapan mataku."
"Hem???."
"Seperti hipnotis."
"Hipnotis? Apa itu?."
"Kamu akan tahu nanti saat dewasa, ngomong-ngomong apakah kau akan melakukan operasi mata?."
"Ah iya... Begitu kata paman Fred."
"Aku merasa iri dengan pendonor matamu... Kalau sudah melihat kembali apa yang akan kau lakukan?."
"Balas dendam."
"Kamu anak yang penuh dendam ternyata... Dendam itu tidak baik untuk kesehatan."
"Aku tidak perduli."
Tersenyum.
"Kalau begitu kamu butuh kekuatan untuk melakukannya, sampai jumpa lagi anak baik." Pria muda itu menjauh dari Glorya yang kemudian di gantikan oleh pamannya yang datang tergesa-gesa.
"Glorya kita harus kembali ke kamarmu, hari ini dokter mengatakan bahwa terapi akan di tunda."
"Apa ada sesuatu yang terjadi paman?."
"T-tentu saja tidak hanya ada sedikit masalah pada pendonor mu makanya kamu harus kembali kekamar dulu supaya paman dan bibi mengurusnya lebih cepat."
"Baiklah."
Glorya mengangguk lalu di bawa pergi oleh Fred kembali kekamar pasiennya, disana dia kembali di baringkan di tempat tidur dengan nyaman. "Paman akan segera kembali Glorya jangan kemana-mana oke."
"Oke."
Setelah itu Fred pergi keluar dan tidak kembali bahkan setelah 1jam berlalu kemudian 2 dan 3 jam kemudian. Didalam kamar Glorya tidak bisa tidur, dia masih memikirkan perkataan pria muda asing yang sempat berbicara kepadanya. "Hipnotis."
Di jam ke 4 Glorya akhirnya tertidur dan disitulah Fred, Mia dan dokter masuk kedalam kamar, wajah mereka terlihat frustasi. "Bagaimana bisa pendonor menolak transfusi setelah menanda tangani surat perjanjian."
"Sialan... Padahal aku sudah bekerja sangat keras untuk ini. Kotoran!."
"Apa tidak ada pendonor lainnya???."
"Sangat sulit Mia... Satu pendonor saja sangat sulit untuk ditemukan apalagi yang sudah pernah gagal seperti in-."
Tok Tok Tok....
"Siapa?."
"Bisakah aku masuk?." Dari luar dengar suara seorang pria.
Membuka Pintu.
"Hem? Siapa?."
Tersenyum.
"Saya temannya anak itu."
"Temannya Glory- ah! Temannya Glorya." Mia mempersilahkan pria muda berambut panjang, bermata biru seperti warna laut dan sangat tampan itu masuk kedalam. "Siapa itu Mia?."
"Temannya Glorya...."
"Teman? Apa yang kamu mak- oh benar temannya Glorya aku baru ingat."
"Aku bahkan hampir lupa." Ketiganya tertawa canggung, tatapan mata mereka menjadi kosong saat mereka bertatapan mata langsung dengan pria muda itu.
"Aku dengar ada masalah dengan pendonor Glorya apakah itu benar."
"Yah begitulah, beberapa saat yang lalu pihak pendonor membatalkan transaksi begitu saja benar-benat menyebalkan."
"Hemm... Sangat buruk. Ah! Kalau begitu bagaimana jika....."
Percakapan ke empatnya kembali berlangsung tanpa adanya gangguan dari pihak lain. Mereka melakukan jabat tangan lalu kembali ketempat mereka masing-masing setelah jam menunjuk pukul 5 sore.
****
Seminggu telah berlalu sejak Glorya mengetahui dari pamannya bahwa operasinya akan ditunda yang kemudian akan di laksanakan malam ini pukul 11 malam. Berbagai macam persiapan telah di lakukan oleh pihak Glorya diantaranya menyiapkan seluruh berkas-berkas penting dan data kesehatan Glorya yang telah membaik.
"Glorya... Setelah ini selesai kita akan hidup bersama, kamu tidak perlu kembali lagi kerumah menyeramkan itu, bersama bibi dan pamanmu kita akan hidup bahagia seperti yang ibumu lakukan."
"Aku tidak mengharapkan banyak bibi." Glorya menjawab pernyataan Mia dengan senyum hambar seolah dia tidak pernah mengharapkan apapun lagi dari kebahagiaan.
"Snif... Bibi minta maaf."
"Mia kita harus berangkat sekarang."
"Oke."
Waktu menunjukan pukul 10.30 malam. Sengah jam lagi sebelum operasi di mulai, kedua pihak harus sudah berada di ruangan yang telah di siapkan.
"Bibi siapa yang mau merelakan matanya untukku?."
"Ahh... Itu adalah temanmu bukankah kamu sudah tahu sebelumnya?."
"Teman? Sejak kapan aku mempunyai teman?." Waktu berjalan cepat, kini tibalah waktu operasi di mulai. Mata Glorya yang ditutup dengan kain perban khusus selama satu bulan dibuka untuk pertama kalinya, menampilkan kelopak mata yang gelap dengan bola mata berwarna putih bersama dengan iris mata.
"Kita akan mulai operasinya."
...🌸....🌸....🌸...
"Glorya!"
"Glorya???."
BIP... BIP... BIP...
"Operasinya berjalan dengan baik, Kita hanya butuh 1 Minggu Sampai perbannya bisa kita buka."
"Huhhh...." Kemari tangan Fred merinding, dia sangat ketakutan karena berbagai bayangan buruk terjadi selama operasi.
"Untuk sekarang mari kita lakukan apa yang pria itu miri kita menunggu sekaligus melakukan apa yang pria itu katakan sebelumnya."
"Yah kamu benar, kita harus melakukan semuanya seperti yang dia katakan."
Ketiganya keluar dari kamar setelah memastikan bahwa Glorya mendapat perawatan terbaik. Mereka pergi ke ruangan jenaza ke tempat dimana mayat seorang pria muda berambut panjang dibaringkan. Mayat itu di tutup dengan kain putih sama dengan mayat lainnya di tempat itu.
Sesuai dengan perjanjian mereka sebelumnya. Mia akan mengambil semua barang yang tercatat sebagai milik pria itu yang nantinya akan di berikan kepada Glorya. Kemudian mereka membawa mayat pemuda itu menuju ruang kremasi untuk dibakar, meletakkannya di wadah khusus untuk di makamkan di tempat yang memiliki pemandangan air laut.
Dengan senang hati Mia dan Freddy melakukan semuanya. Sebagai bentuk terima kasih kepada pria yang memberikan mata untuk Glorya secara gratis dan hanya meminta hal sederhana untuk pemakamannya.
"Mari beri penghormatan terakhir untuk beliau, kita akan mengenang kebaikan hatinya dalam menyelamatkan Glorya kita."
***
1 Minggu berlalu dan perban sudah bisa dibuka. Perlahan dokter spesialis membuka balutan perban mengunakan gunting khusus.
Skap.
Perban terakhir jatuh kelantai.
"Baiklah kamu bisa membuka matamu sekarang perlahan."
Sesuai dengan arahan dokter Glorya membuka matanya, merasakan tidak nyaman saat membuka mata barunya. "Pandanganku buram!."
"Kedipkan beberapa kali perlahan sampai visimu menjadi jelas."
"...."
Berkedip.
Glorya berkedip sebanyak 6 kali hingga gambar visual yang di sampaikan oleh matanya menjadi jelas. Air mata langsung jatuh dari mata barunya. "Hiks... Sudah tiga tahun aku tidak melihat sejelas ini." kata Glorya sambil menangis haru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments