Halaman 4. Surat Wasiat.

Glorya menutup mulutnya, dia kemudian langsung berlutut di lantai mengucapkan banyak-banyak rasa terima kasih kepada kedua orang yang telah menyelamatkannya sampai-sampai banyak kata yang tidak bisa dia ucapkan.

"Terima Kasih... Terima Kasih!!! Aku... Aku!-."

Mereka merasa terharu.

"Oh kamu tidak perlu berlebihan."

"Aku senang jika kamu senang Glorya."

"Simpan rasa terima kasih mu untuk pria yang mendonorkan matanya untukmu."

"Snif." Glorya menyeka wajahnya lalu melihat keatas dia mengatakan kepada ketiganya bahwa dia ingin melihat penolongnya. "Aku ingin melihat dia dan berterima kasih juga." Namun sayangnya Glorya yang masih berumur 8 tahun belum mengerti apa-apa dan mendapat kenyataan pahit dari dokter.

"Maafkan kami Glorya tapi pria itu sudah meninggal."

"Huh???." Keterkejutan dan kebingungan terlihat di wajahnya yang masih lugu.

Tidak ingin melihat wajah anak itu semakin bingung akhirnya dokter menjelaskan. "Pria itu... Maksudku temanmu yang mendonorkan matanya padamu mengidap penyakit misterius yang menggerogoti nyawanya, sebelum menjadi pendonor teman mu telah di diagnosa kalau masa hidupnya hanya tinggal dua Minggu namun dia mempercepat waktu kematiannya demi menyelamatkanmu temannya yaitu dirimu."

Mendengar itu Glorya terheran-heran"Siapa teman itu? Aku tidak punya teman Bibi? Paman?." dia tidak ingat memiliki teman satupun selama dia hidup dalam kurungan keluarganya. "Aku tidak pernah punya teman???."

"Tidak mungkin kamu tidak punya teman, jelas-jelas dia memberimu semua barang miliknya." Mia memberikan beberapa barang kepadanya. Semua itu adalah barang-barang istimewa yang tampak antik dan ada juga beberapa lembar surat.

Sambil menyeka air mata Glorya berkata kepada keduanya bahwa dia ingin melihat barang-barang itu. "Aku ingin melihatnya." Glorya menjadi penasaran dan langsung mengabaikan fakta bahwa dia baru saja bisa melihat kembali. Siapa Temanku ini. Ketika Glorya membukanya, tulisan tangan yang sangat rapi terlihat seperti hasil cetak komputer. "Ini...."

"Apa kamu bisa membaca Glorya?."

"Umn... tidak- tunggu! ... Kupikir aku bisa."

Aneh!!!. Glorya membolak balik kertas itu, dia tidak pernah sekolah atau belajar apapun sejak dia di kurung tetapi entah bagaimana dia merasa bahwa huruf dari kalimat di depannya bisa dia baca.

[ Ya ampun Glorya... Jika kau melihat surat ini itu artinya aku pasti sudah mati hahaha... Bagaimana cuacanya? Bagaimana matahari dan bulan? Apa sekarang sudah terlihat jelas? Nah! Jika sudah melihat dunia lagi kamu pasti bisa melakukan apapun yang kamu inginkan kan?. Nah jika di masa depan kamu tidak sibuk aku ingin kamu menemui ibuku jika ada kesempatan. Tolong katakan kepadanya kalau aku minta maaf. ] Saat membalik halaman surat gambaran dari si penulis mulai terlintas di benak Glorya. Hemmm...

[[ Upss! Hampir lupa, aku akan menjelaskan secara singkat mengenai cara kerja kekuatanku hehehe ... Mungkin agak aneh atau terkesan seperti omong kosong untukmu tapi terserah padamu sajalah, ngomong-ngomong cara kerjanya cukup mudah kamu hanya perlu menatap lawanmu dan berfikir untuk mengendalikan pikiran mereka. Kemampuanku sangat kuat sehingga efeknya akan bertahan sangat lama kalau perlu sampai lawanmu mati jika kondisimu memang benar-benar sangat baik. Bagaimana? Apakah itu cocok untukmu yang ingin balas dendam. ]

"...."

Glorya terdiam terhadap kalimat terakhir dari surat.

Kali ini dia telah mendapat gambarannya si penulis surat. Ahh... Jadi kakak itu. Sekali lagi Glorya membalik halaman surat dan menemukan sebuah foto. Itu adalah foto pria berambut panjang seukuran setengah jari jempol. Dibawah foto itu tertulis. [ Aku Tampan kan. ] barulah Glorya mengetahui wajah pria aneh yang pernah berbicara kepadanya dan juga ternyata pendonor matanya.

Tangan kecil Glorya mengelus foto kecil itu seolah familiar. Di penglihatannya sebuah gambar tumpang tindih menyerupai orang dalam foto. Pria berambut biru laut panjang dengan warna iris mata yang sama indahnya dengan pemiliknya. Tampilan elegan saat tersenyum akan membuat banyak hati wanita luluh jika melihat foto saja bahkan Glorya yang masih berusia 8 tahun menyukai rupa di foto. "Jadi 'Temanku' seorang selebritis ya." gumamnya.

"Hem? Apa ada yang salah?."

"Tidak ada."

"karena warna matanya jadi sama, wajah kalian jadi terlihat sangat mirip."

"Hem? Apa sekarang aku mirip dengan orang ini?." ketiganya langsung mengangguk.

"Hem?."

"Coba lihat kelanjutan suratnya lagi, ada banyak surat yang harus kemu periksa nak, anggap itu sebagai terapi awal untuk membiasakan diri dengan mata barumu jangan khawatir kami tidak akan melihat privasimu."

"...."

Berkedip.

Slak.

Membalik halaman.

Selanjutnya.....

[ Demi keselamatanmu saat mencari ibuku aku membuat wajahku tidak bisa dilihat orang lain sebenarnya mereka bisa melihat tapi tidak akan ingat itu saja, intinya... Temukan saja wanita yang mirip dengan fotoku maka dia pasti ibuku, kamu akan tahu setelah melihatnya langsung. ] orang ini berbicara tidak normal.

"Glorya???."

"Ada apa? Apa kamu tidak akan lanjut membacanya?."

"Yah, aku akan teruskan di tempat lain nanti." Glorya mengangguk lalu dia memasukan foto beserta surat kedalam amplop kemudian meminta cermin untuk melihat warna matanya. "Aku ingin cermin paman."

"Ah! Aku lupa." setelah beberapa saat keluar, Fred kembali dengan membawa cermin persegi ukuran sedang yang pas di tangan yang kemudian di berikannya kepada Glorya. "Wah... Mataku berubah warna!." Glorya ingat kalau dulu dia memiliki mata berwarna hijau yang sekarang di gantikan dengan warna biru laut.

"Yap... Berkat iris pria itu kamu sekarang terlihat seperti kebanyakan orang barat."

"Waahh...."

Klap.

Mia menepuk tangannya "Baiklah kalau begitu untuk merayakan operasi yang sukses mari kita makan enak malam ini!." Di saat ke tiga orang dewasa itu bergembira Glorya menyeringai halus bayangan mengenai balas dendam terhadap keluarganya mulai terlintas.

"Dengan ini kamu bisa hidup layaknya anak-anak normal Glorya! Selamat kamu-."

"Kalau begitu apakah aku bisa menjadi actor juga di masa depan?."

"Huh???."

"Huhh???."

"Tentu?."

Kedua pasangan itu melihat ke arah dokter. "Apa? Dia bercita-cita menjadi aktor seharusnya kalian menghormatinya."

"Kupikir tidak... Lebih baik jadi guru atau perawat saja Glorya."

Melihat ekspresi serius keduanya Glorya mengerti akan kecemasan mereka dan berkata. "Aku tidak akan menjadi aktor tapi kalau aku punya kesempatan aku mau melakukannya setidaknya sekali!."

"Huhh...." Mia bernafas lega.

"Tentu jika itu hanya coba-coba lagi pula banyak cita-cita di luar sana dan Glorya tampaknya adalah anak yang cerdas!."

Mervis bergumam kesal pada keduanya. "Hemp... Anak yang di kurung di atas loteng tanpa apa-apa mana mungkin cerdas secara instan, kalian tidak boleh memanjakannya terlalu berlebihan."

"Kamu ini-."

"Glorya jangan pernah mau di manjakan oleh mereka, kamu ingat apa yang terjadi kepada mu sebelumnya kan."

"Hei... Jangan ingatkan itu!."

"Kamu harus tumbuh menjadi wanita yang kuat, jangan sampai sedikit kasih sayang membuatmu manja dan melupakan balas dendam mu."

"Mervis apa yang kau katakan?."

"...?"

Glorya merasa aneh. Dia. Glorya bisa melihat dokter di depannya sama sekali tidak berkedip saat mengatakan itu. "Dengan kekuatanku kamu akan pasti bisa melakukannya dan jangan lupa untuk menyampaikan pesanku kepada ibuku. Kamu... Adalah harapan terakhirku untuk menyampaikan permintaan maaf ku."

DUBRAK.

Dokter itu jatuh kebelakang dan langsung pingsan, dia tergeletak di lantai sampai-sampai membuat Fred dan Mia menjadi panik memanggil bantuan.

"...."

"Ini hanya rahasia kita, aku punya kekuatan untuk mengendalikan banyak orang lewat tatapan mataku."

"Hem???."

Glorya melihat kembali kearah cermin.

"Hipnotis."

"Hipnotis? Apa itu?."

"Kamu akan tahu nanti saat dewasa, ngomong-ngomong apakah kau akan melakukan operasi mata?."

"Hahahaha...."

Glorya tertawa tanpa sebab, di saat para perawat bergotong royong membawa dokter yang pingsan keluar dari kamar, meninggalkan Glorya yang masih tertawa sendirian disana. "Ayah... Ibu ... Dan saudaraku... Aku bersumpah akan membalas apa yang kalian lakukan kepadaku selama tiga tahun." Suara dan nada bicara balas dendam dari anak kecil berusia 8 tahun pasti akan terdengar menyeramkan jika orang dewasa mendengarnya.

"Kuhuhu... Kalian nantikan saja bajingan-bajingan sial."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!