Bab 5 Ada sebuah rasa,

Grace terbangun, kemudian menyandarkan punggungnya pada bantal yang sengaja di taruh di belakangnya. Ia merasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya tadi mulai mereda.

Tangannya meraba-raba seperti mencari sesuatu di sekitarnya. "Ups!" Secara tak sengaja ia menyentuh seseorang di sampingnya. "Ethan..."

Suaranya merendah saat mendapati pria itu masih terlelap di sekitarnya. Tanpa sadar ia tersenyum, "Makasih banyak kak Ethan..."

Saat namanya di sebut pria itu terbangun, ia memaksakan matanya agar bisa menangkap penglihatan agar bisa melihat dengan jelas. Ia mendapati Grace yang tengah sibuk dengan ponselnya. "Kamu sudah bangun?"

Gadis itu mengangguk pura-pura tak acuh, untung saja ponselnya cepat di temukan di bawah bantalnya, jadi tak akan ada alasan yang membuat orang bertanya-taya.

Kemudian, Ethan kembali menyentuh dahinya, "Panasmu mulai turun, apa kamu masih merasa pusing, atau ada hal lain yang kamu rasakan sekarang?"

Grace meletakkan ponselnya, mengerjapkan kelopak matanya, dengan sikap cuek. "Tidak, aku baik-baik saja sekarang..."

"Kamu serius?" Ethan memastikan.

"Ya, apa kamu melihat tulisan bercanda di jidatku?" Melihatnya mengangguk pasti, Ethan merasa sedikit lega.

Namun, Grace melihat ada sesuatu yang janggal pada Ethan, dirinya agak berbeda daripada kemarin. "Kak Ethan... Kulihat kamu baik sekali padaku, tumben?"

Raut muka pria itu berubah seketika, mulutnya seakan terkunci rapat karena tak ada kata yang terlontar dari mulutnya. Gugup? Ya, pria itu kini tampak salah tingkah sekarang, apalagi gadis polos itu menatapnya lama sekali.

"Ah, kalau begitu kamu istirahat saja dulu, aku akan mengambil sesuatu ke belakang..."

"Aneh...!"

Sementara di luar rumah Ethan menarik nafas berulang kali. "Tak mungkin, aku tak mungkin mengatakannya..." gumamnya dalam hati. Ternyata mengambil sesuatu di kulkas hanya alasan, padahal sebenarnya ia hanya ingin menghindari Grace sementara.

Mungkin dengan menghirup udara segar, ia akan menemukan solusi permasalahan yang terjadi dalam dirinya.

"Jika aku mengatakannya, Grace mungkin mengira perkataanku hanya sebuah hal konyol."

Lagi-lagi otak dan pikirannya terkuras saat memikirkannya, "Tidak, aku harus memberitahunya sekarang...."

"Kamu kenapa?" Suara itu membuatnya kaget hingga matanya membulat sempurna, seketika itu ia menoleh sambil berpikir macam-macam.

"Ah, kamu rupanya..." Ethan mencoba membuat pikirannya stabil dan bereaksi normal seperti biasanya. Ia menatap penampilan Grace dari atas sampai ke bawahnya. "Sepertinya kamu mau keluar? Apa dugaanku salah?" tebaknya asal.

"Benar, kenapa?"

"Kamu benar tak apa-apa? Kuharap kamu tak keras kepala lagi, Grace Hartley, bahkan kamu juga belum mengisi perutmu sejak siang tadi." ujarnya dengan nada ketus.

Ekspresinya berhasil normal, 180⁰ derajat! tanpa sadar dalam hati Ethan merasa cukup senang dengan itu.

"Kita makan di luar..."

"Ini sudah mulai gelap." Ethan membantah tegas.

Grace melipat tangannya ke atas dada, "Jadi kalau sore laparmu hilang?"

Pria itu tak berkomentar, jika sudah mendapat jawaban enteng begitu lagi, ia segera mengambil keputusan cepat. "Oke, kita pergi sekarang…" akhirnya Ethan menyetujuinya walau memasang tampang malas, sebenarnya hatinya merasa senang bisa menghabiskan waktu bersama di luar rumah bersama Grace, terlebih lagi berkendara sore di saat jalan raya sudah mulai sepi.

Pria itu mengambil jaket dan helm untuk persiapan sebelum mereka berangkat, terakhir kunci motor yang tergantung di belakang pintu masuk.

"Bentar! Kamu mau pergi dengan pakaian kayak gini? Nggak salah?" tanya Grace yang ternyata sudah mengamati pria itu sejak tadi.

"Emang kenapa?”

“Lebih baik ganti dulu sana, masa anak kuliahan bajunya gini…" keluh Grace sambil memutar bola matanya keatas.

“Terus aku pakai baju apa?" Ethan kembali bertanya seolah dirinya seperti orang yang tak tahu apa-apa.

Grace mengetuk ponselnya beberapa kali, "Yang ini... Baju yang kamu pakai waktu itu."

***

"Firasatku benar, kamu pasti datang terlambat lagi..."

"Maafkan aku Anne, tadi itu benar-benar macet, kamu sendiri juga tahu suasana jalan raya itu bagaimana, kamu bahkan juga melihatnya bukan?"

Leon mengeluh pasrah pada keadaannya sekarang, setiap kekasihnya kembali dari luar negeri, pasti ada saja yang salah dalam dirinya, kenapa?

Bukan hanya itu, bahkan perkara makanan yang rasanya berbeda saja, wanita itu akan sangat marah sekali. Hingga Leon kadang juga kesal dibuatnya. Sayangnya cinta begitu membuat hatinya menunduk seperti seorang budak, atau kebanyakan orang menyebutnya sebagai bucin.

Di ujung pertengkaran, selalu saja Leon yang yang berinisiatif mencari cara agar kekasihnya itu kembali tersenyum. Seperti hari ini, di otaknya, Leon sedang memikirkan seribu satu cara untuk menyenangkan hati Jeanne.

"Anne... Sebagai gantinya aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Kamu setuju?"

Wanita bermata hazel itu, masih saja memasang tampang ketus, seakan hatinya tak terbuka bagi siapa saja, termasuk Leon, yang telah menjalani hubungan spesial dengannya selama dua tahun lebih.

Namun, entah dia berubah pikiran atau apa, tiba-tiba dia setuju. "Baik, asalkan itu tak membuatku kecewa..."

Tawanya melebar saat seorang Jeanne yang katanya sulit di taklukan, ternyata Leon berhasil mencairkan hatinya yang membeku, dengan sifat lembut yang Leon miliki, membuat pria itu langsung menginjak gas mobilnya, dan menuju ke satu tempat dengan telah dia pesan melalui chat singkat pada seorang temannya.

"Untung saja, dia sudah pengalaman dalam bidang ini, jadi untuk mengatasi hal sepele ini mungkin hanya secuil baginya." batinnya dalam hati.

Sesuai rencana yang di siapkan, dalam waktu beberapa menit kedepannya, mobil Leon berhenti di sebuah Cafe, dengan sweet decoration, ala ABG.

"Ayo kita masuk..."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!