"Grace... Grace... kamu nggak apa-apa kan?" tanya Ethan sambil mengetuk pintu kamarnya dengan keras.
Tak ada jawaban yang terdengar, hening tanpa ada respon. Ethan menunggu beberapa saat, berharap gadis itu akan membuka pintu kamarnya.
Nafasnya naik turun, setelah berlarian dari apotik tadi mereka belum sempat bertemu. Ia tahu makanan pantangannya itu bukan hanya membuatnya gatal-gatal, namun juga membuatnya...
"Kak Ethan..." pria itu langsung cemas, karena nada suaranya memanggil sepertinya gadis itu butuh sesuatu.
"Grace, kamu kenapa? baik aku dobrak pintunya, oke!" serunya berteriak panik, Ethan kini mengambil ancang-ancang dan bersiap mendorong dengan kuat sambil memegang daun pintu, namun seketika pintu malah terbuka. Untung saja Ethan tak kelepasan mendobraknya, jika itu terjadi, mungkin malah terjadi hal yang tak di duga.
"Kak Ethan, kepalaku pusing sekali..." keluh Grace, wajahnya sudah sangat pucat. Di tambah lagi dengan tatapannya yang mulai mendayu.
Ethan meraba keningnya karena prihatin,
"Kamu... Demam tinggi! Sebaiknya kamu istirahat saja, aku akan ambilkan obat..."
"Nanti saja kak, aku mau ke perpustakaan..." sahutnya lemas.
"Apa? Keadaanmu sudah seperti ini masih pingin pergi ke gudang buku itu?" Ethan membesarkan matanya karena kesal.
Grace menarik nafasnya beberapa kali, saat Ethan kembali menuntunnya kembali ke kamar, tiba-tiba saat sudah di tepi ranjang gadis itu kembali bicara. "Tapi kak, aku masih ada tugas..."
"Nanti saja, aku akan bantu kamu..."
Pria itu lalu pergi, dan kembali dengan cepat dengan kotak makanan dan juga P3K di tangannya.
Ethan bahkan membantu menutup gorden jendela yang bermotif kartun jepang kesukaan Grace, sebelum ia memberikan obat dan makanan tadi pada gadis itu.
"Gordennya lebih baik di tutup saja, daripada kamu masuk angin, kesehatanmu akan semakin berkurang." Ethan Mecoba memperingati.
Pria itu dengan cekatan mengurus Grace dengan sepenuh hatinya, memberikan kepedulian yang lebih terhadap gadis itu, membuat Ethan merasa ada yang berbeda dalam dirinya, jantungnya berdetak cepat, membuat dirinya secara tiba-tiba jadi salah tingkah.
Namun, dengan cepat Ethan berusaha mengalihkan pikirannya agar tak terlalu terlihat jelas. "Pasti ini efek dari cumi yang kamu makan tadi kan? Sudah kubilang jangan sembarangan!" ujarnya dengan nada ketus.
Grace tak berani menjawab dan menyadari kesalahannya. Setelah meminum obat pemberian Ethan, gadis itu kembali berbaring dengan posisi menghadap pada Ethan.
Pria itu melihat raut wajah gadis yang perlahan kembali tertidur, Ethan mengusap rambutnya dengan lembut beberapa kali, saat itu dirinya tersadar telah membuat Grace terlalu terkekang karenanya.
Tok... tok... suara ketukan pintu mengejutkannya. Seketika ia berdiri dan meninggalkan Grace yang telah terlelap di kamar tidurnya, "Mungkin efek obat tadi mulai bereaksi." batinnya.
Sampai di depan pintu, ia langsung menarik kenop pintu hingga seseorang terlihat tengah berdiri di depannya. "Apa Grace sudah membaik?" Leon bertanya,
Bukannya langsung diajak masuk, Ethan melipat tangannya sambil berdiri tak senang menatapnya di sana. "Kenapa? Kamu mau memberinya apa lagi?"
"Kenapa kamu bertanya begitu? Justru aku datang kemari karena aku tahu telah salah." jawab Leon sambil merunggut.
Matanya menyipit ketika mendapati sesuatu di tangan temannya itu, dan bahkan bibirnya melebar senyum saat kepalanya memikirkan sesuatu. "Apa yang kamu bawa itu?"
Leon segera menyembunyikan kantong yang dia bawa ke belakang punggungnya. "Aku, membawanya khusus untuk Grace, ini untuk permintaan maafku padanya. Yah, setidaknya aku juga menghargainya sebagai adik, sama sepertimu."
"Tumben kamu baik banget? Grace lagi istirahat, kenapa nggak di taruh di sini saja ? Lagipula kamu bilang itu untuk Grace kan?" Ethan berkata sambil menaikkan sebelah alisnya.
Ekspresi Leon sedikit berubah, namun ia juga punya janji dengan kekasihnya. "Baiklah, aku titip padamu. Kebetulan, aku mau bertemu Jeanne, hari ini."
"Jeanne? Ah, aku ingat. Dia suka pulang dan pergi ke luar negeri itu kan? Sudah kuduga, kamu pasti akan segera menjemputnya. Kalau begitu pergilah..."
Leon merasa dirinya seperti di usir dari sana, namun pada menit berikutnya ia harus tiba lebih awal karena mereka telah membuat janji. "Ya sudah, jika Grace bangun, tolong sampaikan maafku padanya, oke?"
"Sip!" Ethan menyahut sambil menjentikkan jarinya, kemudian melihat punggung temannya yang kini mulai menjauh hingga tak tampak lagi.
Saat sendirian, matanya terfokus pada box yang kini di depannya, tiba-tiba ia tersenyum miring dan membawanya masuk ke dalam sambil bersiul. "Mumpung dia masih tidur, nggak ada salahnya juga aku makan..."
***
"Astaga! Aku lupa..." Leon menepuk jidatnya saat sedang menunggu kekasihnya di bandara, rasa ragu dan bimbang merayapi hatinya, "Aduh, bagaimana jika nanti Jeanne marah kalau aku terlambat datang?"
Satu sisi ia memikirkan hubungannya dengan sang kekasih, di sisi lain ia juga mempertimbangkan janji yang telah ia buat sebelumnya. Huh!
Leon menutup matanya sambil berpikir, pada detik berikutnya, seiring matanya terbuka, Leon segera melajukan mobilnya meninggalkan bandara. "Aku harus cepat..."
Laju mobil di percepat, berharap tiba tepat waktu sesuai rencana. Namun takdir tak semudah itu menghampirinya, kemacetan terjadi hingga iaharus berhenti di tengah perjalanan. "Ah, lagi-lagi macet!" Leon memukul setir karena kesal.
Lokasi tempat service kamera masih di jarak 900 meter ke depan, "Padahal tanggung, sudah mau sampai..." keluhnya,
Ia membuka kaca jendela mobilnya, kemudian mendongak memeriksa situasi tempat itu. Desas desus terdengar, hingga Leon tak sengaja mendengar salah dari pengendara yang senasib dengannya berbicara. "Sebuah tabrakan beruntun?"
"Apa?" Ia membuang nafas kasar saat setelah melihat pada jam tangan. "Ini takkan terkejar, jika kembali lagi tak mungkin."
Leon segera keluar dari mobil, berencana menempuh jarak 900 meter itu dengan berjalan kaki. Ia berlarian sambil melihat kiri kanan berharap ada motor yang lewat.
"Apapun resikonya, aku sudah terlanjur datang kemari, soal Jeanne aku akan menjelaskan ini nanti." ternyata tekadnya sudah bulat, jika sudah begini pantang sekali baginya untuk mundur.
Leon sebenarnya adalah pewaris tunggal dari keluarganya. Namun dirinya malah mengasingkan diri dengan menyewa sebuah apartemen kecil dengan harga terjangkau untuk tempat tinggalnya. Entahlah, tak ada yang mengerti dengan pilihan pemuda itu. Apa dia tak berminat menjadi pewaris? Atau dia punya kendala lain yang tak bisa di ungkapkan pada siapapun?
Beberapa diantara orang-orang banyak bertanya, tapi itulah Leon, memiliki sifat yang tertutup walau semua tentangnya di ketahui oleh Ethan dan Grace. Yah, dua orang itu adalah teman yang sangat dekat dengannya.
Saat itu, Leon merasa dadanya sesak setelah berlarian jauh. Nafasnya tersengal-sengal saat berhenti di sebuah gedung bercat ungu... "Nah, sampai..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments