Meriana menatap pria yang tidak sadarkan diri di hadapannya dengan ekspresi terkejut, lalu perlahan ekspresi itu berubah menjadi kemarahan. Kenapa dia harus bertemu dengan pria ini lagi setelah tiga tahun berlalu, setelah dirinya sudah berdamai dengan semua yang terjadi.
Dareen yang berjongkok di samping kakaknya bertanya, “Kakak mengenalnya?”
Meriana membisu karena dia terlalu terkejut.
“Kak,” panggil Dareen untuk kedua kalinya.
Meriana menoleh pada adiknya, dia hendak menjawab tapi Arthur lebih dulu menyela. “Lebih bagus jika kau mengenalnya, tapi sekarang bukan saatnya untuk saling menyapa karena dia sedang tidak sadarkan diri,” katanya. “Lebih baik kita segera membawanya ke rumah sakit.”
Dareen kesal mendengar ucapan Arthur, padahal kakaknya tidak mengatakan apa pun. Apakah dia mengenalnya atau tidak tapi dia sadar apa yang dikatakan rekan kakaknya juga benar. “Ayo, Kak.”
Menahan gejolak di hatinya, Meriana membantu dua pria itu untuk membawa Juan ke rumah sakit.
“Pergilah, aku akan mengurus motornya,” ucap Dareen pada kakaknya.
Meriana hanya mengangguk, lalu naik ke ambulance menemani Juan di belakang, sedangkan Arthur mengendarai ambulance tersebut.
Sepanjang perjalanan, Meriana menatap wajah Juan yang hanya memiliki sedikit luka karena pria itu mengenakan helm.
Marah? Tidak. Apa yang dirasakan Meriana lebih dari itu. Setiap waktu yang dilakukannya adalah mengutuk dan memaki pria yang sudah menuduhnya sebagai seorang pembunuh.
Bukan hanya kehilangan pekerjaan, Meriana juga harus mengubur mimpinya menjadi seorang dokter spesialis bedah umum. Dugaannya, pria ini pasti menggunakan koneksi keluarganya untuk menjegal dirinya.
Meriana ingat betul yang dikatakan oleh wakil direktur saat itu, kalau pria yang menginginkan dirinya dipecat adalah anak dari pemilik saham terbesar di rumah sakit. Itu artinya, dia bukan orang sembarangan.
Cih!
Meriana mendengus. Bukankah ini kesempatan dirinya untuk membalas dendam? Tapi lihat apa yang dilakukannya malah menyelamatkan pria itu dan membawanya ke rumah sakit.
Mobil berhenti lalu setelahnya pintu bagian belakang terbuka. Arthur segera menarik tandu untuk menurunkan Julian.
“Kau temui saja Perawat Brenda dan segera beritahu kondisinya.”
Meriana mengangguk dan segera masuk ke ruang UGD untuk memberitahu kepala perawat mengenai kondisi pasien yang baru dibawanya.
“Meriana? Kenapa kamu ada di sini? Bukannya...,” tanya seorang wanita berusia sekitar empat puluh lima tahun, seingatnya yang bertugas hari ini hanya Arthur.
“Pasien terpental cukup jauh, Arthur takut kalau pasien mengelami masalah dengan sarap kepalanya,” ucap Meriana yang langsung dipahami oleh kepala perawat.
Semua orang di rumah sakit sudah mengetahui kalau Meriana adalah seorang dokter sebelumnya yang sedang menjalani pendidikan spesialisnya hingga sebuah insiden yang tidak banyak orang ketahui terjadi dan berakhir di rumah sakit itu saat ini, menjadi seorang paramedis.
“Lalu, bagaimana kondisinya?”
“Pasien tidak sadarkan diri, tanda vitalnya normal, begitu juga tekanan darahnya. Pergelangan kakinya kemungkinan mengalami retak tulang. Untuk berjaga-jaga, kita juga harus melakukan CT Scan, takutnya ada luka dalam mengingat bagaimana posisinya saat kecelakaan.”
Kepala perawat segera mengangguk dan berlari untuk menghampiri pasien yang dibawa Meriana dan juga Arthur.
Melihat kalau pria itu sudah ditangani oleh tiga perawat, Meriana memilih untuk keluar dari UGD karena bagaimanapun saat ini bukan waktu tugasnya.
Perasaan dan juga pikirannya tiba-tiba terasa kalut. Beberapa jam yang lalu dia baru saja melihat ayahnya dan juga keluarganya barunya yang membuat Meriana kembali muntah-muntah, baru saja kondisinya membaik, dia malah harus bertemu dengan penghancur hidupnya yang lain.
Meriana menghela napas berat, kenapa dia harus terus dipertemukan dengan orang-orang yang hanya ingin menghancurkan hidupnya?
Meriana mengangkat kepalanya, melihat langit yang gelap karena sudah larut malam. Dia menghela napas berat.
“Meriana, apa yang sedang kamu lakukan di sini?”
Meriana menundukkan kepalanya dan melihat siapa yang baru saja berbicara.
“Dokter Harry.” Meriana menghadap ke arah orang yang baru saja bertanya padanya. “Aku ke sini untuk membawa pasien. Tentu saja.”
“Bukankah ini bukan waktu kerjamu?” Dokter Harry memeriksa jam di tangannya. “15 Oktober, bukankah ini waktunya kau mengambil cuti?”
Meriana mengangguk membenarkan. “Kebetulan ada kecelakaan di dekat rumahku. Jadi, aku hanya membantu Arthur.”
Dokter Harry hendak kembali berbicara, tapi seorang perawat tiba-tiba memanggilnya. “Dokter, pasien kecelakaan sudah dibawa ke ruang hibrid.”
Dokter Harry mengangguk, lalu dia menoleh pada Meriana. “Kalau kau tidak berniat untuk buru-buru pulang, tunggulah sebentar. Kita akan minum kopi terlebih dahulu.”
Tanpa menunggu jawaban Meriana, Dokter Harry masuk ke ruang UGD. Dia sedang makan saat mendapat panggilan kalau ada pasien kecelakaan.
Meriana mengeluarkan ponselnya dan memeriksa beberapa pesan yang belum sempat dibacanya.
“Nona, apa Anda sampai dengan selamat?” Itu adalah pesan yang dikirimkan oleh sekretaris pribadi ayahnya.
“Paman, jangan khawatirkan kondisiku. Lanjutkan saja pestanya. Seharusnya, sekarang kalian sedang merayakan kepulangan si pewaris.”
Balasan Meriana tentu saja akan membuat Leon merasa sangat bersalah, tapi wanita itu tidak peduli. Suasana hatinya sekarang sedang sangat buruk. Dia tidak bisa melakukan filter dengan apa yang hendak dikatakannya.
Meski beberapa saat lalu Dokter Harry mengatakan supaya Meriana menunggunya, tapi wanita itu tidak mau melakukannya. Dia hendak pergi saat kepala perawat memanggilnya.
“Meriana!” panggilnya, dia melambaikan tangan supaya wanita itu mendekat.
Meriana hanya bisa menghela napas berat. Padahal, dia ingin segera membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.
“Ada apa, Nyonya Brenda?”
“Pasien kecelakaan itu sudah sadarkan diri. Dia terus menanyakan tasnya karena membutuhkan ponselnya. Apa kau membawanya?”
“Tidak. Aku hanya membantu Arthur membawanya kemari.”
Kepala perawat memegang kepalanya pusing. “Dia ngotot ingin mendapatkan ponselnya lebih dulu supaya bisa menghubungi keluarganya. Arthur juga tidak melihat tasnya, katanya. Sepertinya terpental.”
“Lalu bagaimana?”
“Kata Arthur, kau mengenalnya. Lebih baik segera temui dia.”
“Hah?” Meriana terkejut, kenapa Arthur mengatakan itu kepada kepala perawat. Dia ingin sekali memukul kepala laki-laki yang sok tahu itu “Aku tidak—“
Sebelum Meriana menjawabnya, kepala perawat segera menarik jaket yang dikenakan Meriana untuk masuk ke ruang UGD.
“Nyonya Brenda.”
Kepala perawat mengabaikan panggilan Meriana dan terus berjalan menuju ke ruangan di mana Juan berada.
“Nyonya Brenda, aku sama sekali—“
“Tuan, kebetulan temanmu yang membawamu kemari. Mungkin, nanti dia bisa membantu untuk menemukannya. Kebetulan juga, kau kecelakaan di dekat rumahnya.”
Juan yang tengah berbicara dengan seorang perawat segera menoleh pada kepala perawat yang baru saja berbicara. “Teman? Siapa yang kau maksud teman—“
Juan terdiam saat melihat wanita yang berdiri di samping kepala perawat itu. Meski sudah tiga tahun berlalu, tentu saja dia masih mengingat dengan jelas wajahnya.
Wanita itu menatapnya dengan tatapan datar, tapi sorot matanya menunjukkan kemarahan yang sangat “Kau....”
“Ya, saya Meriana Lindsey.” Meriana tiba-tiba mengulurkan tangannya ke hadapan Juan dengan sengaja. “Lama tidak bertemu, Tuan.”
Juan diam, dia melirik tangan Meriana yang ada di hadapannya, lalu menatap Meriana kembali. Wanita itu tidak mengenakan pakaian dokter, melainkan rompi seorang petugas paramedis yang biasa menjemput pasien dengan mobil ambulance.
Tiba-tiba perkataan ayah dari sahabatnya yang tak lain adalah seorang direktur rumah sakit tempat Meriana bekerja terngiang-ngiang kembali.
“Xena tidak dibunuh, dia mengalami serangan jantung. Apa kau tidak tahu kalau Xena sakit jantung? Anakku bahkan pernah melakukan operasi pemasangan ring di jantungnya.” Saat itu Juan merasa sangat bersalah pada Xena, sahabatnya, karena dia tidak tahu apa-apa mengenai kondisi kesehatannya.
Tapi, yang membuatnya semakin merasa bersalah adalah ucapan selanjutnya. “Kau bahkan sudah membuat seseorang yang tidak bersalah menanggung semua akibatnya. Dia adalah calon dokter spesialis bedah terbaik yang rumah sakit ini miliki. Tapi, kau malah menghancurkan karirnya dengan kekuasaan yang kau miliki.”
Saat itu, ayah dari sahabatnya bahkan menatap Juan dengan pandangan kecewa. Saat hendak memperbaiki kesalahannya, Juan dihubungi oleh rekannya kalau perusahaan game-nya memiliki masalah hingga membuatnya harus kembali ke Amerika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Siti Maslahah
yaelah bang
2023-12-19
0
Neng Nosita
menyesal tak pernah d'awal sll saja hadirnya belakangan. Menyesal??? cepat2 lah minta maaf
2023-12-11
1
BCuan
Mengaku salah dan minta maaflah, Juan.
2023-12-11
1