Tidak Dikasih Makan

Alana masuk kekamarnya. Ia langsung bergegas menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi, Alana langsung memakai seragam sekolahnya.

Setelah selesai memakai seragam sekolah. Alana turun kebawah untuk sarapan. Perutnya sudah terasa sangat lapar.

Alana sudah sampai di meja makan. Ia langsung membuka tutup makanan itu. Alana tidak mendapati seseorang di meja makan. Sepertinya Papa dan Mamanya sudah selesai sarapan.

Alana membuka tutup makanan itu. "Wah, menu sarapan kali ini begitu menggiurkan," gumam Alana dengan mata berbinar menatap menu sarapan itu. Ada ayam goreng, udang tepung, cumi bakar dan juga sayur asem yang membuat cacing perutnya berteriak kelaparan tidak sabar untuk di isi.

Keluarga Alana memang terbiasa sarapan dengan yang berat-berat. Terkadang juga hanya sarapan pakai roti. Alana langsung saja mengambil Nasi. Ia sudah tidak sabar lagi ingin menyantap makanan enak itu.

Alana mengambil lauk satu persatu. Setelah itu Alana duduk dan mulai membaca doa sebelum makan.

Baru hendak Alana ingin memasukkan makanan itu kedalam mulutnya, terdengar suara Mamanya.

"Eittt. Ngapain kamu?" Sarah merebut piring yang berisi nasi Alana.

"Alana mau makan, Ma," jawab Alana.

"Enak saja! Kalau mau makan nanti saja kalau ada sisanya," ucap Sarah yang tidak mengizinkan Alana untuk makan, makanan yang ada di atas meja makan.

"Tapi, Ma. Alana sudah lapar sekali," ucap Alana memohon agar Mamanya mengembalikan makanan yang sudah ia ambil.

"Terserah kamu lapar atau tidak. Aku tidak perduli sama sekali! Sana kamu menjauh dari meja makan ini. Jangan harap kamu bisa makan disini. Kamu lupa kalau kamu tidak boleh makan jika Papamu itu tidak ada dirumah. Kamu paham kan apa maksudku, Alana?" Tegas Sarah mengingatkan Alana. Sarah tidak sudi jika Alana memakan makanan yang ada di meja makan tersebut.

"Tapi, Ma. Alana sangat lapar sekali, Ma. Alana tidak makan semalam. Perut Alana sakit, Ma. Alana butuh makan, Mama." Ucap Alana. Tidak mungkin jika dia akan menunggu makanan sisa. Alana sudah tidak tahan perutnya yang sangat kelaparan.

"Kamu budek, Alana? Aku bilang jauh-jauh dari sini! Sebelum kesabaranku hilang. Aku pukul kamu tahu rasa, Alana. Cepet pergi dari sini!" Sarah membentak Alana dan mengusirnya. Sarah bisa kehilangan kesabaran jika seperti ini.

Alana tidak bisa berkata-kata lagi. Ia hanya bisa pasrah dan menjauh dari sana. Apa salahnya jika Alana memakan makanan itu. Padahal Alana anaknya juga. Tetapi perlakukan Mamanya sangat beda sekali dengan dirinya.

Alana hanya bisa bersabar dan menahan perutnya yang sangat lapar. Ia memilih untuk berangkat ke sekolah. Tidak lupa Alana pamit kepada Sarah. Walaupun Sarah tidak pernah mau disalami oleh Alana.

"Non Alana, sudah mau berangkat ke sekolah toh?" Tanya Bik Wati menyapa Alana yang baru keluar. Bik Wati kebetulan sedang menyiram tanaman yang ada didepan rumah Alana

"Eh iya, Bik. Aku berangkat ke sekolah dulu ya, Bik." Pamit Alana kepada Bik Wati tidak lupa juga ia mencium tangan Bik Wati.

"Iya, Non. Non Alana, harus rajin belajarnya biar Non juara satu di sekolahnya," ucap Bik Wati menyemangati Alana.

"Pasti dong, Bik. Iya sudah, aku berangkat ke sekolah dulu, Bik. Dah... Bibik. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam. Hati-hati dijalan, Non." Jawab Bik Wati berteriak ketika Alana pamit dan langsung berlari.

Alana bersekolah di SMA yang sama dengan kedua Kakaknya. Alana hanya beda dua tahun dengan kedua Kakaknya itu. Kedua Kakaknya sekarang kelas tiga SMA sedangkan Alana baru kelas satu SMA.

Seperti biasa Alana berjalan kaki menuju ke sekolahnya. Berbeda dengan kedua Kakaknya yang menggunakan mobil. Alana sama sekali tidak pernah diajak berangkat barsama oleh kedua Kakaknya.

Lebih tepatnya Mamanya melarang untuk berangkat bersama dengan kedua Kakaknya itu. Entah Alana tidak tahu apa alasan Mamanya melarang Alana. Alana tidak mempermasalahkan itu. Justru Alana sangat senang berjalan kaki karena bisa menyehatkan tubuhnya.

Jarak rumah ke sekolahnya lumayan cukup jauh. Kira-kira Alana menempuh perjalanan dengan berjalan kaki selama setengah jam. Maka dari itu, Alana harus pagi-pagi berangkat dari rumah. Agar Alana tidak terlambat datang ke sekolahnya.

Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam. Akhirnya Alana sampai juga di gerbang sekolahnya. Alana langsung saja masuk, ia melangkahkan kakinya dengan sedikit berlarian kecil. Sebentar lagi pintu gerbang sekolah itu akan ditutup.

"Huh. Huh. Huh," Suara nafas Alana yang ngos-ngosan. Ia beristirahat sejenak di tempat duduk satpam sekolah.

"Oyyy, Alana. Kamu ngapain disitu?" Teriak Raya. Yaitu teman sekelas Alana. Raya menghampiri Alana.

"Eh, Raya. Iya aku istirahat sebentar disini," jawab Alana.

"Kamu jalan lagi?" Tanya Raya lagi.

"Iya seperti biasa, Raya." Jawab Alana seadanya.

Terlihat Raya memutar bola matanya. Sepertinya Raya jengah pada Alana. "Kamu kenapa gak bilang sih, Alana. Aku kan bisa jemput kamu kerumah," ucap Raya. Raya sudah beberapa kali menawari tumpangan ke Alana. Tetapi Alana selalu menolaknya dengan alasan lebih sehat berjalan kaki dan juga tidak ingin merepotkan dirinya.

"Tidak perlu, Raya. Aku tidak mau merepotkan orang lain," jawab Alana. Iya memang benar Alana tidak suka merepotkan orang lain. Walaupun Alana berteman dengan Raya. Tetapi Alana bukan tipikal orang yang suka bergantung kepada orang lain.

"Aku tidak merasa direpotkan loh, Alana. Justru aku senang jika kamu mau aku jemput," Raya sangat senang jika ia menjemput Alana. Jadi Raya ada teman jalan bareng ke sekolah. Raya juga ingin lebih dalam mengenal Alana. Karena Raya ingin menjadi sahabat terbaik untuk Alana.

"Iya deh, Raya. Lain kali saja aku ikut berangkat ke sekolah denganmu," jawab Alana mengiyakan permintaan Raya. Alana sangat bosan mendengar Raya membujuknya agar berangkat bersama ke sekolah.

Alana sangat senang berteman dengan Raya. Raya adalah teman pertama. Bisa dibilang Raya adalah teman satu-satunya Alana. Sejak SD dan SMP, Alana tidak mempunyai teman sama sekali. Karena Alana anaknya pendiam. Maka dari itu, Alana sangat susah mendapatkan teman.

"Nah, begitu dong. Kan aku jadi senang mendengarnya. Yuk, kita masuk ke kelas," ajak Raya lalu merangkul bahu Alana.

Alana dan Raya berjalan berdampingan menuju kelasnya. Raya yang bahagia berjalan sambil bersenandung ria. Alana hanya bisa tersenyum. 'Ya, Tuhan. Apakah Raya sesenang itu ketika aku menerima tawarannya? Aku bersyukur kau mempertemukanku dengan teman yang sangat baik.' Ucap syukur Alana didalam hatinya.

Setelah sampai di depan kelas. Alana melihat teman kelasnya yang lain keluar dari ruangan kelas itu sambil membawa tas mereka masing-masing.

Alana dan Raya yang melihat itu menjadi bingung. Raya langsung bertanya kepada ketua kelas yang bernama Arya.

"Loh, Arya. Kok semuanya keluar? Memangnya pada mau kemana? Sampai bawa tas segala lagi."

"Kamu belum baca info di grup kelas? Mata pelajaran hari ini kita digabung sama, Bu Dewi. Dengan kelas 12 MIPA 1," jawab Arya.

"Oh, begitu ya. Ngapain pakek digabung segala sih. Males banget tahu!' Protes Raya.

"Tidak apa-apa, Raya. Jangan mengeluh seperti itu. Tidak baik tahu," timpal Alana menasehati Raya.

"Iya deh, Mama Dedeh. Ayo kita kesana aja langsung," jawab Raya.

Alana dan Raya langsung menuju ruangan kelas 12 MIPA 1 yaitu kelas kedua Kakaknya sendiri.

Alana dan Raya sudah sampai di depan kelas 12 MIPA 1. Namun Alana kebelet pipis. "Raya, kamu masuk saja dulu. Aku mau kekamar mandi dulu. Aku kebelet pipis sudah tidak tahan lagi. Minta tolong kamu bawakan tasku ya," pinta Alana.

"Oke, Alana. Aku tunggu didalam ya. Maaf gak bisa anter kamu kekamar mandi. Aku malas sekali nurunin anak tangga lagi," Raya meraih tas Alana. Raya malas turun kebawah karena letak kamar mandi berada di lantai satu. Sedangkan kelas ini berada di lantai tiga.

Alana menanggapi ucapan Raya dengan anggukan saja. Ia langsung bergegas ke kamar mandi. Alana sudah tidak tahan lagi.

"Huf... akhirnya," gumam Alana yang sudah kelar dengan panggilan alam.

Alana terburu-buru keluar dari kamar mandi. Ia langsung berlari menuju ruang kelas. Alana takut telat.

Seteleh sampai di depan pintu ruangan kelas itu. Alana langsung mengetuk pintu. Sepertinya Bu Dewi sudah didalam karena pintunya sudah tertutup.

Tok. Tok. Tok.

Alana mengetuk pintu ruangan kelas itu.

"Masuk!" Terdengar suara Bu Dewei menyahut dari dalam.

Ceklekkk!

Alana memutar knop pintu itu.

"Maaf, Bu. Saya telat karena sudah ke kamar mandi tadi," jelas Alana meminta maaf kepada Bu Dewi.

"Iya tidak papa. Silahkan kamu duduk, Alana." Perintah Bu Dewi dan Alana langsung menuju tempat duduk di sebelah Raya.

"Baiklah, anak-anak. Jadi Ibu sengaja gabung kalian. Karena materi kalian sama. Sebelum kita masuk ke materi pembelajaran. Silahkan untuk siswa dan siswii kelas 10 MIPA 1 dan 12 MIPA 1 untuk mengumpulkan tugasnya terlebih dahulu yaitu tugas yang Ibu berikan minggu lalu," ucap Bu Dewi.

Semua murid yang berada di kelas itu maju kedepan untuk mengumpulkan tugasnya masing-masing. Sedangkan Alana sedang sibuk mencari buku tugas yang sudah ia kerjakan.

"Kamu sedang apa, Alana. Cepat kamu kumpulin tugasmu," ucap Raya.

"Raya, apa kamu melihat buku tugasku? Aku tadi jelas-jelas membawanya. Kok tiba-tiba tidak ada di tasku," Alana kebingungan dan sangat panik saat ini. Buku tugasnya tiba-tiba hilang dari tasnya. Padahal Alana sudah membawanya. Tetapi mengapa tiba-tiba hilang begini.

"Kok bisa hilang? Aku tidak pernah melihatnya. Coba sini aku bantu cari ditas kamu," Raya membantu mencari buku tugas Alana.

"Tidak ada, Raya. Aduh bagaimana ini, Raya?" Alana semakin panik.

"Baiklah, Ibu sudah menghitung jumlah tugas yang dikumpulkan. Dari kelas 12 MIPA 1 sudah semua yang mengumpulkan. Untuk kelas 10, kurang satu orang lagi yang belum mengumpulkan," ucap Bu Dewi.

Deg!

Alana semakin panik. "Raya, bagaimana ini? Apa yang akan aku katakan sama, Bu Dewi?"

"Tenanglah, Alana. Bilang aja dengan jujur. Pasti Bu Dewi percaya kok," jawab Raya berusaha menenangkan Alana.

"Jadi Ibu mohon. Siapa yang belum mengumpulkan tugas tinggal satu orang. Coba angkat tangan," perintah Bu Dewi.

"Raya..." lirih Alana.

"Sudah kamu angkat tangan saja, Alana. Sebelum Bu Dewi marah nanti," suruh Raya memberi saran agar Alana mengangkat tangannya.

Dengan ragu-ragu Alana mengangkat tangannya. "Saya, Bu." Ucap Alana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!