Awal Dari Penyiksaan

"Kamu masih bertanya apa maksud, Papa? Seharusnya kamu sadar diri, Alana! Percuma Papa dan Mama merawatmu dengan baik tetapi kamu tidak bisa menghormati orang tua!" Ucap Berama ia tidak pernah menyangka dan membayangkan Alana akan tumbuh menjadi anak yang kurang ajar seperti itu.

Alana terdiam, ia sama sekali tidak mengerti dengan ucapan Berama saat ini.

"Alana tidak mengerti apa maksud, Papa berkata seperti itu," timpal Alana lagi ia semakin tidak mengerti.

"Jangan munafik kamu, Alana! Bermuka dua sekali! Sudah mendorong Mama, membentak Mama masih aja kamu tidak mau mengakui kesalahanmu!" bukan Sarah yang berbicara tetapi Cindy.

Alana beralih menatap Cindy dengan dahi berkerut. Ada apa sebenarnya yang terjadi. Dan perkataan Kakaknya yaitu Cindy semakin membuatnya tidak mengerti sama sekali.

"Apa maksud, Kak Cindy. Berbicara seperti itu?" Tanya Alana masih tidak mengerti.

PLAK!

Berama menampar pipi mulus Alana.

"Awhhh..." Alana meringis kesakitan. Ia beralih menatap Papanya dengan tatapan yang masih tidak percaya sama sekali. Bahwa Berama menamparnya.

"Kamu belum paham juga, Alana? Apa penjelasan dari Kakak kamu itu kurang jelas? Hingga kamu belum paham juga?" Bentak Berama. Walaupun ia sadar tamparannya terlalu keras untuk Alana. Tetapi emosi lah yang membuatnya tidak perduli dengan suara ringisan Alana.

Alana semakin dilanda kebingungan. Apa sebenarnya yang Mama dan kedua saudaranya itu katakan kepada Papa? Sehingga Papa ringan tangan menamparnya. Ada perasaan perih yang timbul di dalam hatinya. Ia yang tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba mendapatkan perlakuan kasar dari Papanya.

Lalu apa maksudnya jika Alana mendorong dan membentak Mama? Alana tidak pernah melakukan itu sama sekali. Justru Alana lah yang diperlakukan dengan tidak baik oleh Mama dan kedua saudaranya itu.

Bahkan perlakuan Mama dan kedua saudaranya itu sangat kasar. Saat ketika Berama tidak berada di rumah.

"Sekarang kamu ikut dengan, Papa," ucap Berama ia menyeret tubuh Alana dengan kasar.

"Papa, dengarkan penjelasan Alana dulu, Pa." ucap Alan dengan susah payah ia berusaha menyamakan langkah kakinya dengan langkah kaki Papanya.

"Tidak ada yang perlu dijelaskan, Alana. Semuanya sudah jelas!" ucap Berama ia terus menyeret Alana dengan kasar.

"Tapi, Pa. Papa mau membawa Alana kemana? Tangan Alana sakit, Pa." kata Alana ia merasa tangannya mulai sakit. Karena Berama mengenggamnya dengan sangat keras. Namun sepertinya Papanya tidak perduli lagi dengannya. Bahkan terlihat jelas Papanya sedang diselimuti emosi.

"Terus, Pa. Terus! Beri dia pelajaran, Pa." ucap Cindy bersorak ria.

Byurrrr...

Alana didorong ke dalam kolam renang. Alana berusaha mengimbangi tubuhnya lalu ia berjalan ketepi kolam renang.

Baru ia akan hendak naik. Tetapi Berama langsung menenggelamkan kepala Alana lagi.

"Huf, Pa!" Alana kesulitan bernapas ia menggerakkan tangannya diatas agar Berama berhenti menenggelamkannya.

"Hahaha...," Tawa mereka bertiga. Mereka menganggap bahwa itu adalah lelucon.

"Hufff...," Alana merasa napasnya akan habis.

"Huh, uhuk uhuk," Alana merasa lega ketika Papanya menghentikan menenggelamkan dirinya.

"Itu balasan kamu karena kamu menjadi anak durhaka, Alana!" ujar Berama kemudian ia berdiri.

"Satu lagi, kamu tidak boleh kembali kekamarmu jika belum pagi hari!" sambung Berama degan tegas.

"Ayo kalian tinggalkan Alana disini, tidak ada yang boleh membantunya!" perintah Berama.

Alana segera naik ketas, ia hendak protes.

"Papa. Maafkan Alana, Pah. Alana tidak salah!" Teriak Alana yang berusaha naik keatas kolam renang.

"Cukup, Alana! Papa tidak butuh penjelasan kamu! Ayo Sayang, Cindy, Mischa. Tinggalkan Alana sendiri disini." Sambung Berama. Ia sudah tidak perduli lagi.

"Tapi, Pa," ucap Alana terlambat karena Papanya sudah terlebih dahulu mengunci pintu halaman itu.

Ceklekkk!

Berama dengan cepat menutup dan mengunci pintu itu.

"Papa, bukain Alana pintu, Pa! Alana tidak mau disini," teriak Alana sambil menggedor pintu kaca itu.

Namun Berama tidak perduli dengan teriakannya.

"Hiks...," Alana mulai terisak. Tubuhnya merosot kebawah ia menangis dengan memeluk kedua lututnya.

"Apa salahku, Pa. Mengapa Papa sekarang berubah seperti itu. Hiks..." lirih Alana.

"Alana kangen sama, Papa. Tetapi kenapa Papa bersikap seperti ini kepada, Alana. Hiks..."

Alana terus menangis dan pasrah. Ia masih tidak percaya dengan cara Papanya memperlakukannya. Apakah Alana sedang bermimpi? Alana mulai mencubit lengannya sendiri.

"Awhhh..." Ringis Alana. "Hiks... ini ternyata bukan mimpi," lirih Alana.

Kini langit sudah berubah menjadi gelap. Tubuh Alana menggigil hebat. Ia sudah tidak tahan dingin menusuk seluruh tubuhnya. Baju yang tadinya basah kini sudah menjadi kering.

Alana tidak pernah membayangkan jika Papanya akan tega berbuat sekejam ini padanya. Padahal ia tidak pernah melakukan kesalahan sekalipun. Ia selalu patuh kepada kedua orang tuanya.

Selama ini Alana tidak pernah membantah perkataan orang tuanya.

Tetapi mengapa Mama dan kedua saudaranya selalu menyiksanya. Bahkan mereka setega itu memfitnahnya di depan Papanya.

Apa selama ini mereka tidak puas menyiksa Alana membuat hidupnya sengsara. Bahkan dijadikan sebagai budak mereka.

Hanya Papa yang selalu menyanyanginya. Bahkan Mama dan saudaranya akan baik ketika Papa ada dirumah saja.

Tetapi sekarang Papa menjadi kejam kepadanya. Papa telah termakan omongan Mama dan kedua saudaranya itu.

Malam semakin larut. Tubuh Alana semakin bergetar hebat. Angin malam menelusuk masuk kedalam kulitnya. Sampai sekarang Berama belum juga muncul, Berama benar-benar marah dengannya.

Lalu apa Alana boleh buat. Nasi sudah menjadi bubur. Mau merengek pun agar Berama mengampuninya. Dan menyuruhnya masuk kedalam kamar itu tidak mungkin terjadi.

Alana tahu betul jika Berama marah. Dia tidak akan pernah menyesali keputusannya. Walaupun Alana sekalipun sakit.

"Hiks...," tangis Alana semakin pecah. Dia sudah tidak tahu harus bebuat apa lagi. Ia memeluk tubuhnya sendiri. Berusaha menghangatkan tubuhnya.

Tiba-tiba ada seorang perempuan yang masih muda seumuran seperti Mamanya yang datang menghampirinya. Perempuan itu menggunakan baju putih bahkan dia mengeluarkan cahaya yang sangat terang membuat mata Alana silau.

Perempuan itu berjalan mendekat kearahnya. Dengan senyuman yang terpancar sangat indah menurut Alana. Bahkan wajah perempuan itu sangat cantik dan bercahaya.

Perempuan itu sudah berada dihadapan Alana. Lalu perempuan itu membungkukkan badannya dan mulai mengusap puncak kepala Alana dengan lembut.

Alana mendongakkan kepalanya tidak percaya. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya. Bahkan Alana pun sampai mengucek kelopak matanya.

"Alana...," lirih perempuan itu dengan senyum yang tidak pudar.

Deg.

Mengapa jantung Alana semakin berdetak denga kencang. Apakah sekarang ia berada di surga? Apakah perempuan yang sangat cantik dihadapannya sekarang adalah bidadari surga? Atau malaikat pencabut nyawa?

Huaaaaaa...

Alana tidak bisa membayangkan jika ia benar-benar sudah meninggal dunia. Alana menatap sekelilingnya namun ia masih tetap sama masih berada di pinggir kolam renang.

Atau jangan-jangan perempuan didepanya sekarang adalah hantu? Mana mungkin ada hantu secantik itu. Atau jangan-jangan dia sedang berubah menjadi hantu cantik.

Huaaaaa...

Alana menjadi merinding. Ia memastikan sekali lagi dengan keberanian Alana menatap lekat manik mata perempuan didepannya ini.

"Alana...," lirih perempuan itu lagi memanggil namanya. Lalu perempuan itu mulai duduk dan mengusap puncak kepalanya dengan sangat lembut.

"Ka-kamu si-siapa?" tanya Alana dengan nada gugup sekaligus takut ia mulai memberanikan diri untuk membuka suaranya.

"Kamu jangan takut...," lirihnya lagi dengan menatap manik mata Alana dengan tatapan yang sangat teduh membuat hati Alana merasa sangat tenang.

Lalu perempuan itu membawa Alana kedalam pelukannya.

Alana yang tadinya merasa sangat takut kini berubah menjadi kenyamanan. Sungguh selama ini Alana tidak pernah merasakan pelukan dari seoarang Ibu.

Walaupun Alana mempunyai Mama. Namun Alana tidak pernah diperlakukan semanis perempuan yang ada dihadapan Alana sekarang oleh Mamanya.

"Kamu siapa? Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini? Apakah kamu hantu?" ucap Alana ia masih bertanya-tanya siapa sebenarnya perempuan dihadapannya sekarang.

Dan darimana perempuan itu datang? Bukankah pintu itu dikunci oleh Papa.

"Tenanglah Sayang... Kamu jangan takut. Aku menyanyangimu," lirih perempuan itu dengan suara yang sangat lembut.

Alana melepaskan pelukannya. Lalau menatap lekat wajah perempuan dihadapannya itu.

Terlihat perempuan itu meneteskan air matanya, dengan sigap Alana menghapus cairan bening itu.

Sttt...

Namun saat Alana mau menghapus cairan bening itu. Telapak tangannya tembus. Ia seperti tidak bisa menyentuh wajah itu.

"Maaf aku harus pergi...," lirih perempuan itu lagi.

Tiba-tiba Alana merasa ia tidak mau perempuan itu pergi dihadapannya. Ia ingin sekali menghapus air mata perempuan itu.

"Jangan pergi!" cegah Alana dan hendak memegang lengan perempuan itu lagi-lagi ia tidak bisa meraihnya.

Tubuh perempuan itu dengan satu persatu seperti menghilang dan tersisa setengah badannya lagi.

"Ya Tuhan hiks...," entah mengapa Alana menangis melihat itu.

Sekarang perempuan itu melambaikan tangan kearahnya. Alana menangis sejadi-jadinya ia merasa nyaman dan tidak mau perempuan itu meninggalkannya.

"Jangan pergi...," teriak Alana dengan histeris.

"Hiks..."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!