Hanya Mimpi

"Non. Non, Alana. Non. Ayo bangun," panggil Bik Wati membangunkan Alana sambil menepuk pipi Alana dengan pelan. Bik Wati adalah pembantu dirumah Alana. Ia bekerja baru 2 tahun.

"Jangan pergi. Aku mohon jangan pergi," ucap Alana.

"Waduh. Pasti, Non Alana. Sedang bermimpi ini. Bangun, Non. Bangun!" Ucap Bik Wati lagi. Bik Wati mengguncang tubuh Alana dengan keras.

Alana membuka matanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia juga sesekali mengucek matanya. Lalu ia melihat sekeliling. Ternyata itu hanyalah mimpi.

"Ternyata, cuman mimpi," gumam Alana dengan pelan.

"Non. Sedang bermimpi apa sih? Sehingga, Non Alana berteriak sangat histeris," Tanya Bik Wati penasaran dengan mimpi Alana.

"Tidak apa-apa kok, Bik Wati. Aku hanya bermimpi dikejar anjing," jawab Alana berbohong. Ia tidak mau memberitahu siapa pun tentang mimpinya. Cukup hanya dirinya yang tahu. Nanti jika ia bercerita mereka tidak akan percaya sama sekali tentang mimpinya.

"Tidak apa-apa kok berteriak histeris. Jangan pergi. Aku mohon jangan pergi." ucap Bik Wati sambil menirukan gaya bicara Alana.

"Haish, Bik Wati ada-ada saja."

Alana mengalihkan pandangannya. Raut wajahnya terlihat sedih lagi. Alana sedih, Berama benar-benar menghukumnya atas apa yang tidak pernah ia lakukan.

"Bik Wati. Apa tadi malam Papa mengkhawatirkanku?" Alana bertanya seperti itu, ia takut Papanya benar-benar marah dan membencinya. Karena hanya Papanya yang selalu perhatian padanya.

"Haish, Non yang cantik. Mana Bibi tahu kalau Tuan, Berama. Mengkhawatirkan Non, Alana." Jawab Bik Wati.

Alana yang mendengar jawaban itu raut wajahnya berubah menjadi murung. Alana semakin sedih. Apakah Berama sudah benar-benar tidak menyanyanginya lagi? Pertanyaan itu terus yang ada dibenaknya Alana.

Bik Wati yang melihat anak majikannya murung. Ia merasa bersalah dengan ucapan yang dilontarkannya. Bik Wati tidak bermaksud membuat Alana sedih. Memang Bik Wati tidak tahu jika majikannya itu sedang khawatir atau tidak.

"Non Alana, tidak perlu bersedih seperti itu. Maksud dari perkataan Bibik tadi karena Bibik tidak bertemu dengan, Tuan. Alias Papanya, Non Alana. Jadi Bibik tidak tahu kalau Papanya Non mengkhawatirkan Non atau tidak. Satu yang harus Non Alana ketahui. Kalau Papanya, Non. Pasti mengkhawatirkan, Non Alana. Sejatinya orang tua itu tidak ada yang tidak menyanyangi anaknya. Apalagi anaknya seperti, Non. Sudah cantik, baik lagi. Mana Non Alana rajin juga. Beihhh, seandainya Non Alana anak Bibi. Bibi akan merasa  bahagia menjadi seorang Ibu dari anak yang baik seperti, Non Alana." Jelas Bik Wati panjang lebar.

Bik Wati berkata seperti itu, bukan semata-mata untuk menghibur anak majikannya itu. Bik Wati mengakui jika Alana adalah anak yang sangat baik. Bik Wati merasa kasihan dan juga sedih jika Alana diperlakukan tidak baik oleh Sarah dan kedua Kakak perempuan Alana.

Bik Wati juga tidak tahu sebab majikan perempuannya selalu memarahi Alana. Dari segi pandang Bik Wati. Alana adalah anak penurut dan penyabar. Bahkan Bik Wati pernah mencari tahu apa kesalah Alana hingga Mamanya sering memarahinya.

Tetapi Alana tidak berbuat kesalahan sama sekali. Buktinya jika Alana dimarahi Alana hanya bisa terdiam tidak berani melawan ataupun menyahutinya dan juga setiap Alana disuruh untuk melakukan pekerjaan rumah sendirian tanpa ada orang yang membantunya. Anak itu selalu menurut.

Apalagi semenjak kejadian semalam. Bik Wati hanya bisa terdiam dan tidak bisa membantu Alana.

Alana terharu dengan perkataan Bik Wati. Di dalam benaknya Alana membandingkan Bik Wati dengan Mamanya.

'Andai saja Mama seperti, Bik Wati. Aku mungkin bisa merasakan kasih sayang seorang Ibu yang sebenarnya,' ucap Alana di dalam hatinya.

Bik Wati yang begitu paham dengan perasaan Alana.Ia langsung memeluk Alana. Dengan pelukannya itu, Bik wati berharap kesedihan Alana bisa terobati walaupun tidak sepenuhnya. Sunggu hati Bik wati mulia sekali.

Alana langsung menyambut pelukan itu dengan hangat. Nyaman yang dirasakan saat ini oleh Alana. Walaupun Bik Wati bukan keluarganya. Alana sangat menyanyangi Bik Wati. Bahkan Alana menganggap Bik Wati seperti Ibu kandungnya.

Kehadiran Bik Wati mampu mengobati rasa rindunya atas kasih sayang seorang Ibu, yang tidak pernah Alana dapatkan dari Sarah alias Mama Alana.

"Sudah, tidak baik terlalu bersedih, Non. Non juga hari ini mau berangkat sekolah kan. Jadi ayo, Non Alana kembali ke kamar, Non. Nanti Non bisa terlambat kesekolahnya. Satu lagi, Non harus bersemangat. Tunjukkan kepada Papa, Non. Jika Non Alana itu anak yang hebat dan bisa membanggakan kedua orang tua, Non Alana. Non bisa buktikan kepada mereka berdua bahwa Non bukan wanita yang pembangkang. Seperti apa yang dikatakan oleh Papa, Non Alana," sambung Bik Wati sambil mengelus puncak kepala Alana.

Bik Wati memberikan Alana semangat melalui kata-katanya. Bik Wati sangat yakin jika Alana bisa membuat orang tuanya bangga.

"Bik Wati sangat benar sekali. Aku harus membuktikan kepada Papa dan Mama. Kalau aku aku bisa menjadi anak yang hebat," ucap Alana melepaskan pelukan itu dan berkacak pinggang. Alana menyakinkan dirinya jika ia bisa menjadi anak yang hebat agar menjadi anak yang dibanggakan.

"Top, Non Alana. Bik Wati akan selalu mendampingi, Non Alana. Bik Wati akan selalu menyemangati, Non Alana. Tos dulu dong, Non." Sorak Bik Wati. Ia tidak kalah semangatnya. Bik Wati sangat senang jika Alana seperti itu.

Tos.

Mereka berdua bertos ria lalu tertawa bersamaan. Sedihnya hilang seketika. Seakan-akan Alana lupa dengan kejadian semalam.

"Bik Wati, harus berjanji ya! Jangan pernah meninggalkan aku," Pinta Alana kepada Bik Wati.

Alana seperti itu karena ia takut nantinya Bik Wati meninggalkannya. Harapan satu-satunya saat ini adalah Bik Wati.

"Iya Bik Wati berjanji. Tidak akan meninggalkan, Non Alana." Jawab Bik Wati menyakinkan Alana.

"Terima kasih, Bik. Bibik selalu mengerti perasaan aku,"  Alana langsung memeluk Bik Wati lagi.

"Sama-sama, Non cantik. Sekarang Non Alana kekamar gih. Nanti Non telat lagi. Pasti Tuan semakin marah dengan, Non."

"Siap, komandan!" Jawab Alana bersemangat dengan tangan yang di letakkan dijidatnya seperti orang hormat bendera.

Bik Wati hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Alana yang terlihat lucu baginya.

Alana bergegas menuju kamarnya. Sebelum sampai dikamarnya, Alana berpapasan dengan Kakaknya yaitu Mischa. Alana tidak berani menatap Mischa, ia berjalan sambil menundukkan kepalanya.

Disaat Alana hendak menaiki anak tangga. Terlihat Papa dan Mamanya akan menuruni anak tangga itu. Alana terdiam tidak langsung naik. Alana mengalah dan membiarkan Papa dan Mamanya turun terlebih dahulu.

Berama dan Sarah sekarang berada di hadapan Alana. Sarah menatap Alana dengan tatapan sinis. Lebih tepatnya tatapan tidak suka.

"Papa, Mama." Sapa Alana dengan perasaan takut.

"Sudah bangun kamu?" Tanya Berama mulai membuka suara. Sebenarnya Berama masih marah dengan Alana tetapi ia masih bisa menahannya.

Alana yang ditanya seperti itu langsung menunduk. Ia tidak langsung menjawab pertanyaan Papanya. Alana kembali bersedih lagi. Alana berharap pertama kali pertanyaan yang muncul dari Papanya adalah menanyai keadaannya.

Tetapi pertanyaan itu tidak dilontarkan sama sekali oleh Papanya yang membuat Alana sedih lagi.

"Alana! Kamu ditanyai oleh Papa kamu. Malah tidak menjawab. Tidak sopan sekali! Ayo, Sayang. Mungkin Alana menjadi bisu jadi tidak perlu diladeni," sindir Sarah. Ia menarik lengan suaminya agar menjauh dari Alana.

Berama tidak protes sama sekali. Ia malah mengikuti istrinya. Tanpa memperdulikan perasaan Alana.

Tes.

Alana kembali menangis. Sakit yang dirasakan ketika dikatakan bisu dan diabaikan oleh Papanya sendiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!