Chapter 5~MEMISAHKAN DIRI

  Kelima siswa SMA Gemilang Angkasa menyambut hangat uluran tangan Raisa. Dimana gadis itu terlihat begitu polos dengan wajah menggemaskan seolah-olah tidak akan memiliki sisi kejam. Akan tetapi, tatapan mata Maya menunjukkan rasa tidak suka apalagi penampilan Raisa begitu sempurna sebagai seorang wanita. Cantik, imut dengan sorot mata penuh pesona seakan mampu menenggelamkan siapapun ke dalam keindahan nyata.

    "Senang berkenalan dengan kalian," Maya melepaskan tangan, lalu memperhatikan sekitarnya dimana siswa lain tampak memiliki kesibukan masing-masing.

    Sementara Raisa sendiri malah mengambil ponsel mengabaikan keramahtamahan Maya, "Farras, apa kamu bisa cari tahu, kapan acaranya akan dimulai?" seperti dugaannya, ia mendapat pesan agar tetap menjaga diri selama acara di sekolah SMS Gemilang Angkasa.

    "Seharusnya sebentar lagi," sahut teman lainnya seraya menoleh ke sana kemari hanya memastikan berapa lama lagi harus menunggu sampai waktu acara tiba.

    Siti yang melihat ketidaksabaran beberapa siswa sekolah lain, gadis itu berdecak tak suka. "Gimana mau mulai, pemilik perusahaan saja belum datang. Kalian kan dari ...,"

     "Siti, jangan impulsif!" Maya memberikan peringatan pada teman beda kelasnya. Bagaimanapun mereka tidak bisa menyinggung siswa dari sekolah lain, apalagi yang bersangkutan dengan pihak perusahaan. "Maafin, temanku. Gimana kalau aku ajak kalian keliling dulu, anggap saja sebagai permintaan maaf."

    "Why not, I think it's not a bad idea." jawab Raisa apa adanya dan mempersilahkan Maya berjalan di depan dimana ia sengaja membiarkan gadis itu menjadi pemandu dadakan.

    Anggap saja sebagai awal perkenalan agar bisa lebih mendekatkan satu sama lain. Langkah kaki berjalan saling beriringan tetapi Farras dan teman-temannya masih memberikan jarak agar ia tetap di tengah. Tidak perlu mencari tahu siapa yang membuat strategi seperti itu karena orang yang bertanggung jawab untuk keamanan pasti tengah terjebak di dalam rapat.

    Namun, entah apa pandangan orang lain kala menyusuri setiap lorong yang membawa langkah mereka menikmati berbagai desain interior. Di matanya setiap sudut semakin membangkitkan kenangan lama hingga di tengah tour, langkah berjalan ke arah berlawanan tanpa sepengetahuan siswa lainnya. Ia ingin sendiri dan menyegarkan ingatan yang bisa memicu rasa sakit, panas dan takut di dalam jiwa dan hati.

    "Ternyata benar seperti kata ka Alby, ruang perpustakaan tempat tragedi benar-benar ditutup bahkan menjadi area larangan. Bagaimana caraku masuk dan menyelidiki?" gumam Raisa sekaligus merasa kecewa karena tujuan awalnya tidak bisa dilakukan saat itu juga.

    Tatapan mata menelusuri area di depan perpustakaan yang kini berubah menjadi tempat sepi seolah-olah sengaja ditinggalkan. Padahal tragedi belum genap satu tahun dan pihak sekolah mengubah beberapa tempat demi kenyamanan seluruh penghuni SMA Gemilang Angkasa. Apakah semua orang sudah melupakan insiden yang merenggut nyawa seorang siswa?

    Sejenak merenung sembari mengatur napas yang bersambut satu pertanyaan demi pertanyaan lainnya. Di dalam kepala terlalu berisik membuat kepalanya berputar-putar memikirkan apa yang sudah terjadi setelah insiden. Sejauh yang ia ketahui dari informasi milik Alby jelas menghasilkan satu kesimpulan dimana upacara pemakaman Anaya bahkan tidak dihadiri banyak orang.

    Anehnya dari hasil penyelidikan pihak berwajib pun tidak menemukan catatan dimana kebakaran yang membuat seorang siswi terbakar disebabkan oleh cairan kimia. Meski tragedi sempat menggemparkan banyak pihak, pada akhirnya kasus ditutup dan tidak ada yang berani mengungkapkan fakta bahkan menganggap insiden tersebut tidak pernah terjadi. Alasan di balik semua itu, ia sudah tahu tapi untuk mendapatkan keadilan jalan ke depan harus menemukan cahaya sebagai penerangan.

    Tak ingin membuat yang lain curiga, Maya bergegas meninggalkan area lorong perpustakaan. Gadis itu berpindah ke tempat aman menurut versinya yaitu di lapangan basket yang ternyata suasana begitu sepi karena semua siswa berkumpul di aula. Ia merasa hatinya senang ketika bisa merasakan suasana tenang di sekolah lama di tempat favoritnya.

    Wajah mendongak memperhatikan dahan yang tertutupi dedaunan nan rindang, "Rasanya baru kemarin aku menemukan tempat ini, tapi masa-masa itu sudah tidak ada lagi. Tunggu dulu, perasaan yang kurasakan merupakan bagian dari emosi milik Anaya. Come on, Raisa, ingat siapa dirimu sekarang!"

    "Sudahlah! Aku kembali hidup bukan untuk mengeluh sepanjang waktu, misi yang kujalankan tidak bisa terbengkalai hanya karena mengikuti perasaan. Semangat, kamu pasti bisa mengubah takdir di kehidupan sekarang." gumam Raisa melanjutkan perkataan yang terdengar begitu pelan.

    Matanya terpejam seraya menghirup udara yang terasa cukup menyegarkan apalagi di bawah pohon nan rindang. Di tengah rasa yang tak bisa dijabarkan tiba-tiba kegelapan datang menyapa merenggut kesadaran dan bersambut suara jeritan di tengah malam. Tatapan mata tak bisa teralihkan pada perlakuan kejam yang ia saksikan melalui jendela kaca dari dalam sebuah ruangan penuh cahaya.

    Kedua tangan menutup mulut agar tetap diam meski menyaksikan pembantaian orang-orang tersayang. Raganya bergetar hebat, hanya saja ia seperti orang lumpuh yang tidak bisa melakukan apapun dan malah menyembunyikan diri di balik persembunyian. Rasa takut kian tak tertahankan hingga ia mendengar suara seseorang yang terdengar begitu familiar.

    Bayangan hitam yang muncul dan tergambar di tirai menarik perhatiannya, "Dia?" belum usai menerka siapa orang di balik tirai, tiba-tiba kembali terdengar suara jeritan yang begitu memilukan dari arah ruang lain. Tak berselang lama dua orang dengan topeng hitam datang bergabung ke ruang keluarga seraya melemparkan raga penghuni rumah yang tersisa meski penampilan sudah bersimbah darah dan lemah tak berdaya.

    Kekejaman itu membangkitkan amarah di dalam hati Raisa. Sontak saja dia keluar dari tempat persembunyian dengan langkah pelan meski merangkak melewati beberapa kursi hingga mencapai ujung jendela dimana ia berusaha mengamati wajah semua pelaku yang berani menerobos ke rumahnya bahkan membantai seluruh anggota keluarga tanpa ampun. Akan tetapi salah seorang dari sosok bertopeng hitam justru melihat kemunculannya.

    Aksi kejar mengejar pun tak bisa dihindari sampai pada akhirnya kabut malam di jalanan yang bersebelahan dengan hutan menjadi pilihan Raisa melarikan menghindari pengepungan. Akan tetapi larinya tak secepat hujan peluru yang melesat menembus kulit mulusnya. Perlawanan berakhir sia-sia meski di sisa napas terakhir, para pelaku menunjukkan jati diri mereka dan obrolan singkat menyajikan kebenaran sebagai irama bak lagu pengantar tidur.

  Entah kesadaran masih terjaga atau sudah meninggalkan raga. Raisa yang memejamkan mata membiarkan dirinya tenggelam dalam memori jiwa dimana ia berusaha memahami misteri kehidupan. Selain itu, ia masih tidak tahu kenapa bisa hidup kembali setelah kematiannya dan menempati raga yang juga seharusnya mati di malam sama.

    "Akhirnya, aku menemukanmu!" seru seseorang begitu melihat keberadaan seorang gadis yang duduk di bangku dekat lapangan basket seorang diri. Napasnya bahkan ngos-ngosan setelah mencari ke berbagai penjuru hanya untuk mencari Raisa. Dan tatapan mata begitu menunjukkan rasa khawatir.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!